Mitos atau Fakta?

370 79 335
                                    

Mitos atau fakta, sih jika kecerdasan anak diwariskan dari ibunya? makanya kamu belajar dong yang serius, biar anak-anakku nanti cerdas."

Choki Bagastara

"Uhuk-uhuk."

"Kamu kenapa, Cha?" tanya ayahku yang kelihatan khawatir, kelihatan dari riak wajahnya.

"Mungkin Decha keselek kecebong, Yah?"

Kalian tahu itu suara siapa? Tidak perlu aku jelaskan, ya. Padahal gara-gara kelakuan siapa, aku jadi terbatuk-batuk, tadi? Aku pun segera berdiri dan menariknya dari kursi. Karena sungguh menjengkelkan dirinya.

"Yah, kayaknya Choki harus pulang, deh," kataku sambil menarik lengan Choki agar bangun dari duduknya.

"Memang kamu mau kemana, Chok?" tanya Ayahku.

"Enggak ke..."

"Dia harus kasih makan ternaknya, Yah," kataku langsung memotong jawaban Choki dan menariknya segera keluar dari rumahku.

"Memang kamu ternak apa, Chok?" tanya Ayahku kembali.

"Ternak cebong, Yah," sahutku asal dan mendorong Choki menuju pintu.

Kalian pasti bertanya-tanya memang Choki ternak cebong? Tapi benar kok. Aku tidak bohong. Buka saja buku paket kelas XI Bab 10 tentang Reproduksi. Aku baru mempelajari bab ini kemarin. Ada salah satu gambar yang menunjukkan sperma yang dihasilkan para lelaki. Lihatlah! Mirip cebong kan enggak mirip curut atau kecoa kan? Enggak salah kan aku ngomong kayak gitu ke Ayah, tadi? Jadi aku enggak merasa berdosa sudah bicara seperti itu ke Ayah. Aku enggak bohong, cuma sedikit membodohi, mungkin.

Setelah kami sampai di luar rumah aku berkata," Sana pergi aku sudah ngantuk, nih uangnya!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah kami sampai di luar rumah aku berkata," Sana pergi aku sudah ngantuk, nih uangnya!"

Tanpa menunggu jawaban Choki aku langsung masuk ke rumah dan menutup pintu.

***

Hari Minggu ini tidak ada yang spesial. Aku tidak bisa pergi kemana-mana. Bunda menyuruhku untuk ikut les tambahan sore hari ini.

Flashback on

"Cha, nanti sore kamu mulai les privat, ya. Bunda enggak mau nilai UAS kamu buruk seperti kemarin nilai mid semestermu," kata Bunda sambil memotong sayuran untuk sarapan kami pagi ini.

"Memang siapa, Bun guru les aku? Cakep enggak, Bun? Decha enggak mau, lho Bun kalau gurunya galak, terus sudah tua, dan pakai kacamata yang cuma ditaruh di hidung kemudian melorot terus.

"Cakep kok, Cha. Kamu juga kenal."

"Siapa Bun?" tanyaku semangat ketika mendengar kata cakep.

"Tunggu saja nanti sore juga datang!"

Flashback off

Sekarang aku sedang menunggu guru les yang disebut Bunda cakep. Secakep apa sih dia? Kalau cakep kan lumayan. Bisa dijadikan ajang move on. Enggak dapat dokter, tapi dapat guru. Tidaklah buruk. Pikirku saat itu.

Aku menunggu di ruangan yang tadi sudah disiapkan Bunda untukku belajar. Tetapi guru yang disebut Bunda cakep tidak kunjung datang. Justru Si Buluk yang datang dengan memakai baju singlet hitam masuk ke ruangan ini bersama Bunda.

"Choki, Cha yang akan jadi guru les-mu hingga UAS nanti," kata Bundaku seperti mengenalkan orang yang memang tidak pernah bertemu denganku, sebelumnya.

"Cakepkan, Cha?" tanya Bundaku seperti membisikkan sesuatu ke telingaku.

Aku hanya melongo mirip kebo di sawah, ketika Bunda mengenalkan guru les buatku. Dan tak sadar jika Bunda sudah meninggalkan kami berdua.

"Ayo mulai belajarnya! Melongo terus," kata Choki sembari menjatuhkan beberapa buku paket yang dia bawa ke atas meja.

Setelah aku tersadar dari kesesatan sesaat. Choki tanpa jeda langsung menerangkan materi matematika yang juga baru diajarkan guruku, minggu ini. Kebetulan memang aku belum paham di sekolah.

"Ini bab tentang jarak, kecepatan dan waktu tempuh," kata Choki mulai menerangkan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ini bab tentang jarak, kecepatan dan waktu tempuh," kata Choki mulai menerangkan.

"Aku suka enggak hafal rumusnya, Chok," sungutku.

"Kamu hafalin aja nama presiden kita, Jokowi jika disingkat akan menjadi JKW, sama dengan rumus bab ini, J = K x W." Aku mulai manggut-manggut seolah memahami penjelasan Choki.

Kemudian Choki memberiku beberapa soal. Aku merasa dia sudah menyiapkan soal tersebut dari rumah. Aku membaca soalnya dengan suara pelan," Jarak aku dan kamu lima meter, jika kecepatan aku mendekatimu satu meter per detik. Maka berapa lama waktu yang kamu butuhkan untuk menerimaku? Hah, soal macam apa ini, Luk?" tanyaku berang. Dia hanya terkikik mendengarku bertanya tanpa berniat menjawab pertanyaanku.

Kemudian Si Buluk menarik kertas soal aneh itu dari tanganku. Dan menggantinya dengan lembar soal baru yang berisi soal yang sesuai dengan bab yang dia jelaskan, tadi. Aku mulai berpikir dan mengisi beberapa soal yang hanya bisa aku kerjakan.

Setelah selesai mengerjakan soal yang sedikit sekali aku isi. Aku memberikan kertas itu ke Choki.

"Nih, Luk!"

Buluk mulai mencorat-coret jawaban yang aku tulis. Dia sudah persis seperti seorang dosen yang mencoret semua proposal skripsi  mahasiswanya. Padahal mahasiswanya baru mengajukan judul.

"Ini salah. Haduh, ini juga salah," katanya dengan nada agak gemas mencoret kertas jawabanku.

"Mitos atau fakta, sih jika kecerdasan anak diwariskan dari ibunya?" tanyanya lagi.

"Mana aku tahu. Memang kenapa?" 

"Makanya kamu belajar dong yang serius! biar anak-anakku nanti cerdas," katanya sambil mengelus pelan rambutku.

Aku pun mengambil penggaris dan aku pukulkan ke tangannya yang sedang memegang kepalaku.

Pletak

"Siapa juga yang mau jadi ibu buat anak cebongmu?" kataku lantas pergi ke luar ruangan.

"Ngil, sakit woy," teriaknya menahan sakit dan aku tidak peduli itu.


A/n

Tambah semprul ya ceritanya.
Semoga suka ya
Jangan lupa vote dan komen ya
Laris laris

Salam semprul

Si Mungil I Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang