Ada yang nungguin Emak update kondisi Buluk enggak ya?
Krik krik krik
Enggak ada ya.. 😂😂
Selamat membaca dan jangan lupa bernapas 😊😁
Pelukan Tiara cukup membuatku meringan. Walau rasa penyesalan masih memelukku erat. Bahkan hingga membuatku sesak.
Tiara menuntunku untuk duduk di kursi bersama yang lainnya. Terlihat raut wajah semua orang yang menanti tampak gusar. Aku semakin menyalahkan diriku sendiri. Andai Choki tak peduli kepadaku, mungkin hal ini tidak akan terjadi. Andai aku cepat menyadari perasaanku sendiri. Andai dan hanya pengandaian yang terus bergelayut manja di dalam otakku.
***
Sudah lebih dari tiga jam kami menunggu. Kak Cyntia, Tiara, Emma dan Pandu pulang terlebih dahulu. Orangtua mereka sudah menanyakan di mana mereka hingga larut tak kunjung pulang. Di sini tersisa Ayah dan Bunda yang tampak lusuh, tertidur dengan posisi terduduk. Ayah menyenderkan kepalanya ke dinding. Bunda bersandar di bahu Ayah. Kak Chaka masih sibuk menghubungi orang tuanya. Yang terus menanyakan kondisi Choki lewat telepon. Aku sendiri masih terdiam. Ngantuk? Pasti. Tetapi mata ini enggan terpejam.
Pintu penanganan terbuka. Seorang dokter keluar dengan peluh yang menetes di dahinya. "Keluarga pasien mana, ya?" Dokter mengambil sapu tangan dari saku celananya dan mengelap keringatnya yang terus menetes.
"Saya kakaknya." Kak Chaka bangkit dan mendekat segera ke dokter. Aku dan yang lain ikut mendekat ke arah mereka.
"Pasien mengalami perdarahan pada kepalanya."
"Apakah epidural hematoma?" tanya Kak Chaka ragu.
"Iya. Setelah saya periksa lengkap termasuk CT Scan kepala. Hasilnya menunjukkan adanya perdarahan otak yang minimal. Namun pembengkakan otak yang hebat di sisi kanan. Saya sarankan untuk segera dioperasi pengangkatan darah dan memberikan ruang bagi otak yang bengkak. Apakah anda setuju?"
"Saya setuju, Dok. Apakah adik saya mengalami syok hipovolemik? Mengingat terjadinya perdarahan."
"Anda paham istilah medis?" Suara dokter terdengar seperti meragukan.
"Iya. Saya dokter umum di Semarang."
"Begini." Terdengar helaan napas pelan dari Dokter penjaga. "Pasien sempat mengalami hipotensi dan takikardi. Pemasangan kateter urine menunjukkan produksi urine yang oliguria, dan tanda-tanda hipoksia jantung yang ditunjukkan dengan EKG abnormal serta curah jantung menurun. Pasien juga mengalami kejang sebentar, sadar tetapi kemudian tidak sadarkan kembali." Dokter tersebut menjelaskan secara terperinci kepada kami. Aku hanya melongo mendengar penjelasannya. Aku seperti mendengar bahasa dari negeri antah berantah.
"Penanganan apa saja yang sudah diberikan kepada adik saya?" Kak Chaka masih terus bertanya untuk memastikan Choki mendapat penanganan yang terbaik.
"Kami telah memberikan cairan infus intravena sebanyak dua liter dalam waktu 30 menit. Transfusi darah juga sudah kami lakukan karena kadar hemoglobin menunjukkan <10 g/dl. Kami memberikan dopamin agar ventrikel memiliki kekuatan yang cukup. Memberikan nalokson bolus 30 mcg/kg dalam lima menit lalu dilanjutkan 60 mcg/kg dalam 1 jam ke dalam cairan dextrose 5% untuk membantu meningkatkan Mean Arterial Pressure (MAP). Kami juga selalu mengecek saluran pernapasan."
"Terima kasih, Dok. Saya setuju adik saya melakukan kraniotomi. Saya yang akan menandatangani Informed concent atau surat ijin operasi."
"Sama-sama. Kami tim medis akan berusaha semaksimal mungkin. Anda semua dapat membantu kami dengan berdoa. Agar operasi lancar." Kami semua mengangguk dengan kompak seperti dikomando.
***
Allaahu Akbar Allaahu Akbar
Asyhadu an laa illaaha illallaah
Asyhadu anna Muhammadar rasuulullah
Hayya 'alas-shalaah
Hayya 'alal-falaah
Ash-shalaatu khairum minan-nauum
Allaahu Akbar, Allaahu Akbar
Laa ilaaha illallaahSuara adzan subuh berkumandang. Memanggilku untuk melangkah ke masjid rumah sakit. Aku mencoba mengadu kepada Pemilik Alam Semesta. Bersujud memohon dengan amat sangat. Meminta agar selama operasi Choki diberi kelancaran. Tangis kembali pecah ketika aku memanjatkan doa untuk Choki.
Selama operasi berlangsung. Aku meminta izin kepada Bunda akan tetap di masjid. Perasaanku menjadi nyaman. Rasa gelisahku berkurang setiap aku mendengar alunan suara orang mengaji yang disetel penjaga masjid. Sungguh merdu mengalahkan suara penyanyi mana pun yang pernah aku dengar. Hatiku meringis sakit. Pasalnya ibadah yang aku lakukan masih seperti penampakan bulan, bolong-bolong. Akankah Allah mendengar dan mengabulkan doaku? Aku tidak tahu.
Seorang ibu jema'ah yang melihatku menangis, menghampiriku dan bertanya, "Ada apa Dek? Kenapa menangis tergugu seperti itu?"
"Teman saya, Bu. Sedang menjalankan operasi." Suaraku begetar ketika mengatakan itu.
"Yang sabar, Dek. Ibu pernah mendengar sepenggal Quran Surat Al Ankabut ayat dua, 'Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan saja mengatakan; Kami telah beriman sedangkan mereka tidak diuji?'
"Maksudnya, Bu?"
"Berarti temanmu beserta keluarganya sedang mendapat ujian dari Allah untuk menunjukkan seberapa besar keimanan mereka kepada Allah." Aku mengangguk dan tetap berlinang air mata mendengar penuturan Si Ibu yang aku tidak ketahui namanya.
***
Beberapa jam, operasi Choki selesai. Cukup lama memang. Kata Kak Chaka, 'Choki sedang menjalani operasi kraniotomi, pembedahan otak. Dengan membuka tulang tengkorak untuk memperbaiki gangguan otak yang bengkak akibat adanya gumpalan darah.' Aku tidak begitu paham secara teknis bagaimana cara dokter membongkar otak si Choki.
Choki sudah dipindahkan ke ruang ICU, Intensive Care Unit. Kami belum boleh menjenguk masuk. Aku hanya melihat dari balik jendela kaca. Banyak alat-alat yang tertempel di tubuh Choki. Ada yang digunakan untuk mengetahui irama jantung, untuk mengetahui pernapasan, dan infus yang terpasang di tangan. Adapula suntikan ukuran besar tetapi disalurkan ke selang menuju jalur infus. Kata Kak Chaka isi dari suntikan ukuran besar itu berisi obat intravena yang akan diberikan secara berkala, sesuai pengaturan pada alat.
Choki ditidurkan di kasur anti dekubitus. Kasur yang dihubungkan dengan listrik untuk pengaturan posisi tidur dan peninggi kaki yang bisa kita lakukan dengan menekan tombol pada sisi kasur. Sedang kasurnya memiliki permukaan bergelembung bulat-bulat lembut agar terdapat udara dan sirkulasi yang lancar pada tubuh Choki, yang notabenenya masih lemah dan masih dalam posisi tak sadarkan diri. Untuk itu dibutuhkan berbagai alat penunjang agar Choki terhindar dari cedera yang lebih parah.
Entah sudah berapa kali aku menangis hari ini. Sepertinya air mataku mengalir terus. Melihat Choki yang terbaring tak sadarkan diri. Aku rindu ketika dirimu memanggilku, 'Ngil'. Aku rindu perhatianmu walau terkadang menyebalkan. Aku rindu. Segeralah sadar dan terbangun dari tidurmu. Katamu, kamu hanya mengantuk dan ingin tidur. Tetapi mengapa lama sekali waktu yang kamu butuhkan? Bangun Choki. BANGUN, batinku.
Part ini, part yang paling buat semedi terlama. Padahal nulis juga enggak bisa panjang tapi bingung mau mulai nulis darimana?
Terima kasih yang sudah mau baca, vote dan komen. Untuk SR juga terima kasih, Emak lebih menghargai daripada yang boomvote tiba-tiba minta feedback. Ingin ku berkata....Ah sudahlah...
Emak enggak tega Choki ditempelin banyak selang, lebih baik emak buat meninggal. Kelar ceritanya. Kukut gasik.
Maaf bila ada istilah medis yang keliru. Bagi yang tahu minta koreksinya, ya. Makasi
KAMU SEDANG MEMBACA
Si Mungil I Love You
Humor#184 dalam humor dunia akhirat (14052018) (Jangan ada copas atau plagiat diantara kita) Namanya Decha, terlahir sebagai anak tunggal. Ia selalu bermain dengan kakak beradik, tetangganya-Kak Chaka dan Choki-yang memiliki dua perbedaan, pertama, usia...