Salah Tempat

422 90 354
                                    


Ingin rasanya buka percetakkan yang produksi kalender harinya cuma ada Minggu, Minggu dan eh Minggu lagi.

Decha Liana Putri

"Selamat pagi dunia," sapaku lembut ketika membuka mata dari hibernasiku yang cantik.

Jarang-jarang aku menerbitkan senyuman yang manis ketika bangun tidur. Biasanya boro-boro untuk tersenyum, bangun pagi saja aku malas. Kalau Bunda belum menggedor-gedor pintuku. Kecuali hari ini. Kalian bisa menebak kenapa?

Tepat sekali.

Karena hari ini di rumahku hari Minggu. Mungkin di tempat kalian juga begitu, ya? Ingin rasanya membuka percetakan yang memproduksi kalender harinya cuma ada Minggu, Minggu dan eh Minggu lagi. Pasti setiap pagi aku akan tersenyum seperti ini.

Aku segera bergegas ke kamar mandi untuk melakukan ritual buang sialku. Jangan tanya ritual apa, ya? Kalian pasti akan tahu ketika aku menyebutnya dengan kegiatan setor-menyetor di pagi hari. Dari kamar mandi pasti akan terdengar suara berisik. Itu bukan suara bom menyerang kota Hiroshima atau kota Nagasaki tapi suara, ya you know-lah tanpa aku per jelas lagi.

Setelah ritual di kamar mandiku selesai, aku segera turun menuju ke meja makan. Aku melihat Ayah dan Bunda sudah menungguku untuk sarapan pagi bersama-sama.

"Pagi, Ayah," sapaku riang sambil mengecup pipi Ayahku.

"Pagi, Bunda," kataku dan tak lupa mengecup pipi Bundaku pula.

"Pagi sayang," sahut Ayah dan Bundaku kompak. "Ih, kompakan jawabnya pasti jodoh, nih," kataku terkekeh pelan.

"Kalau enggak jodoh, kamu enggak akan ada, Nduk," jawab Bunda sambil mengoleskan selai kacang ke roti milik Ayah.

"Hehe, iya Bunda cuma bercanda kok, jangan gampang baper, ah!" ujarku sambil mengoleskan selai coklat ke roti yang kupegang. Nanti seperti Decha yang mudah baper dengan Kak Chaka, tahunya cuma dianggap adik, batinku sedih tapi aku mencoba menutupinya.

Setelah itu kami sibuk memakan roti yang sudah dioles-oles selai kesukaan kami masing-masing.

***

Hari ini aku sudah memiliki janji, akan menemani Choki ke toko buku. Tepat pukul 11.00 siang Choki sudah datang untuk menjemputku.

"Ayo pergi, Ngil!" ajaknya.

"Naik apa?" tanyaku celingak-celinguk karena tidak menemukan mobil yang biasa dipakai Choki ketika pergi denganku.

"Naik itu, noh," jawab Choki sambil menunjuk motor ninja hitam yang sedang terparkir.

"Tumben pakai Baja Hitam, ini pergi denganku lho, Chok?" tanyaku lagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Tumben pakai Baja Hitam, ini pergi denganku lho, Chok?" tanyaku lagi.

Karena pasalnya Choki tidak pernah naik motor ninjanya, ketika sedang pergi denganku. Aku sering protes enggak nyampai kalau naik "baja hitam-nya". Oh, iya sudah tahu kan kalau Baja hitam itu panggilan kesayangan dari Choki untuk motor ninja miliknya.

Si Mungil I Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang