30

17.9K 1.1K 104
                                    

ALVA

Wanita itu berjalan, terlihat lambat dan penuh keraguan. Aku harap kemunginan dua kabar yang akan di sampaikannya padaku bukanlah kabar buruk. Karna tentunya dia juga akan mendapatkan kabar lebih buruk dari itu. Aku akan membunuhnya.

Anggis bilang dia juga akan datang sekitar 10 menit lagi dan aku juga sudah bilang kalau dia tidak perlu susah ikut ke dalam urusanku.

Yana sedikit menggeser kursi untuk dia duduk di depanku. Seorang pelayan berpakaian hitam biru berjalan ke meja kami memberikan buku menu. Setelah memesan pesanan, pelayan tadi membungkuk sebelum pergi. Ciri khas orang jepang.

Pandanganku beralih pada yana yang sejak tadi diam.

"Langsung saja, tidak perlu basa-bas—"

"Aku tidak bisa membatalkan pernikahan lana."

Ucapan yana yang terdiri dari satu kalimat dengan enam huruf itu sukses membungkamku.

Sudahlah alva. Sudahlah.

Tidak perlu kamu menyalahkan orang lain atas takdir yang sudah di tentukan dan membuatmu menjadi seorang pembunuh atas nama perasaan cinta yang tidak lagi jadi milikmu.

Mungkin ini pembalasan dari semua yang aku lakukan di masa lalu, melukai banyak hati yang mengharapkan cinta dariku. Sedangkan aku hanya seperti bajingan, menjadikan mereka pemuas nafsu dan amarah karena hatiku terluka.

Dan saat ini, hatiku yang terluka parah ini. Tidak sepantasnya melukai orang lain untuk kesekian kalinya. Tidak pantas. Apalagi membunuh.

Yana menatapku ketakutan begitu aku kembali mengangkat kepalaku yang sempat tertunduk tadi.

"Terima kasih yana, terima kasih sudah mau susah payah datang ke sini dan tentunya telah membuang-buang banyak waktu kamu."

Aku paham kebingungan di wajah yana saat ini. Jangan tanya, bahkan aku sendiri juga bingung atas segalanya dan pastinya apapun itu tidak akan sanggup menjawab segala sesuatu yang bersarang di benakku tanpa batas. Sekali lagi, aku bingung.

"Alva, sungguh aku sangat menyesal."

Aku lebih suka wajah bingung daripada tatapan iba dari wajah yana saat ini. Aku benci dikasihani, aku benci terlihat bodoh, aku benci terlihat tidak bisa melakukan apa-apa meski, kenyataan nya aku benar tidak bisa melakukan apa-apa. Termasuk mengubah jalan takdir yang telah ditentukan ini.

"By the way, kamu sudah punya pacar?" tanyaku mencoba terlihat akrab, meskipun aku berperang batin dan otakku agar tidak meluncurkan nada bergetar dan cairan bening dari mataku.

Bagaimana pun juga, aku pernah menyakiti yana dengan sangat jahat. Terutama menghancurkan perasaannya.

"Belum."

Aku tertawa sumbang, sedikit aneh melihatku tertawa dalam suasana hati yang mengenaskan. Dan tatapan aneh itu kentara dari wajah yana.

"Kamu cantik. Sebaiknya segera mencari pasangan agar ada yang memberi perhatian, memberi bunga serta bait-bait lagu romantis yang dibawakan beserta alat musiknya."

"Itu impian lana."

"Benar, tapi bukan aku yang akan mewujudkannya."

"Setidaknya kamu sudah berusaha dan aku minta maaf telah menggagalkannya."

"Tak apa, itu kelalaianku sendiri."

Yana tertawa mendengar ucapanku, aku tau penyebabnya tertawa.

"Lana membuatmu banyak berubah."

"Aku ingin tanya, kenapa dulu kamu suka sama aku? Padahal kamu tau sendiri aku orang yang seperti apa." tanya ku mengalihkan ucapan yana sebelumnya.

Alvara(gxg)(Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang