🐸🐸🐸
Wajah lesu Anissa yang dilihat Vano saat Anissa keluar dari ruangan dokter. Membuat Vano khawatir akan hasil dari pemeriksaanya.
"Gimana...?" Tanya Vano khawatir.
"Ahh.. nggak ko nggak apa-apa.. kata dokter gue cuma kecapeann aja.. tuh kan bener apa yang gue bilang... kalian terlalu lebay si.." Ucap Anissa sambil tertawa.
"Bener..? Kamu nggak bohong...? Bohong dosa loh..." ucap Vano memastikan. "Pangilannya jangan gue-elo dong... tapi aku kamu.. kita kan sepasang kekasih..." lanjut Vano.
"Bener Van..." ucap Anissa sambil menganguk-ngangukan kepalanya. "Ya sudah.. aku..." ucap Anissa sambil jari telunjuknya menujuk pada dirinya dan menekkan kata 'Aku'. "nggak apa-apa Vano... Udah ah.. ayo pulang.." lanjut Anissa sambil memegangi tangan Vano.
"Yasudah ayo..." ucap Vano.
Vano dan Anissa kembali mengendarai sepeda motor milik Vano. Diperjalanan Anissa hanya diam termenung. Entah apa yang ada didalam fikirannya saat ini, hanya Anissa dan Allah yang tahu. Sesekali Vano melirik Anissa dari kaca spion motornya. Dan Vano melihat Anissa hanya diam termenung saja.
30 menit berlalu akhirnya mereka sampai didepan rumah Anissa.
"Terima kasih...." ucap Anissa sambil mengembalikan helm pada Vano.
"Sama-sama... saya pulang dulu ya... kamu langsung istirahat saja..." ucap Vano perhatian.
"Kamu nggak mau mampir dulu..?" Ajak Anissa.
"Nggak usah... ini sudah hampir sore.." jawab Vano sambil tersenyum. "Yasudah saya pulang dulu Assalamualaikum.." lanjutnya pamit.
"Waalaikum salam.. hati-hati.." jawab Anissa dan dijawab anggukan Vano.
Setelah motor Vano hilang dibelokan komplek, Anissa memutuskan untuk masuk dan tepat didepan pintu rumah ada Nadia yang sedang menunggu Anissa.
"Assalamualikum bunda.." ucap Anissa sambil mencium punggung tangan Nadia.
"Siapa dia..?" Tanya Nadia dingin.
"Di.. di.. dia temen Anissa disekolah bun.. karena pulang lesnya sore jadi dia nganter Anissa pulang... soalnya busnya suka telat kalau sudah sore... " jawab Anissa sambil menunduk takut.
Tak ada jawaban dari Nadia, dan ternyata Nadia sudah tidak ada dihadapan Anissa membuat Anissa meneteskan air matanya.
"Bunda Anissa sayang bunda..." cicit Anissa lirih. "Anissa butuh bunda.. hiks" lanjutnya lirih.
Tak disadari Anissa adegan tadi saat bersama dengan Vano ada yang melihat dengan tatapan mata terkejut. Hana ya, dia Hana yang terkejut atas kedekatan adiknya dengan Vano, laki-laki yang sudah satu bulan ini mencuri hatinya dan kini ia lihat adiknya bersama dengan Vano.
Sehabis shalat isya Anissa termenung dimeja belajarnya menatap sebuah amplop putih berlogo rumah sakit yang tergeletak begitu saja. Tangannya tergerak untuk mengambil dan membuka kembali surat yang ada didalamnya. Air matanya tak terbendung lagi saat kenyataan pahit ini menghampiri hidupnya.
Flashback on.
Kerutan didahi dokter membuat Anissa takut. Dan benar saja ketakutannya terjadi saat dokter mengatakan.
"Dari ciri-ciri yang adek bicarakan sama dari hasil labnya menunjukan.. kalau" ucapan dokter menggantung dan ada kilatan takut pada wajah cantiknya "dek.. apa kamu kesini bersama orang tuamu?" Tanya donter pada Anissa sambil menyimpan kembali kertas yang ia pegang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anissa Almaera [COMPLETED]
General FictionKalau menurutmu aku ini orang yang tersesat. Kenapa tak kau peluk dan sayangi aku, kemudian kau tunjukkan kebenaran itu. Kenapa kau malah membenciku, mengutuk, menghardik dan bahkan seakan memutuskan persaudaran denganku. Meskipun begitu rasa cinta...