Chapter 18

9.4K 511 28
                                    

Seperti biasa kalau habis baca wqjib/kudu Vote sama Comment ya😉

🐸🐸🐸

Hampir satu minggu sudah Anissa dirawat di Rumah Sakit dan keadaannya pun semakin memburuk setiap harinya. Rambutnya yang mulai rontok sekarang bahkan tak ada sehelaipun rambut yang tersisa dikepala Anissa. Anissa sengaja, dia tak ingin terlihat sakit dengan melihat rambut-rambutnya yang berguguran sehelai demi sehelai tiap harinya.

Badannya tiap hari makin kurus, wajahnya selalu terlihat pucat dan tak berenergi. Tawa dan senyumnya kini digantinya dengan murung dan tatapan kosong entah apa yang dia fikirkan.

Nadia adalah orang yang dilupakan Anissa dan Nadia juga sekarang adalah orang yang sama sekali tak ingin Anissa jumpai. Setiap hari, setiap waktu Nadia selalu datang dan terus datang untuk menemui Anissa dan berharap ia segera pulih dan ingat lagi padanya tapi setiap hari dan setiap waktu pula juga jika Nadia datang dan ada dihadapan Anissa, Anissa akan mengusir Nadia dengan amarah dan kebencian yang begitu besar membuat hati Nadia teriris bahkan mungkin terluka. Tapi tidak itu semua pantas dia dapatkan karena dulu dia bahkan lebih bersikap buruk pada Anissa.

"Assalamualikum..." ucap seseorang membuat manik mata sayu Anissa mengalihkan pandangannya pada sumber suara.

Anissa tersenyum ketika yang menyembul dari balik pintu adalah Vano. Vano masuk dan berjalan lalu duduk disisi brankar tempat tidur Anissa.

"Kamu sudah makan...?" Tanya Vano.

Anissa mengangguk sebagai jawaban. "Bener...? Ko saya gak lihat ada bekas nasi dibibir kamu...?" Tanya Vano jahil.

Anissa kembali mengangguk dengan senyum tercetak jelas dari bibir pucatnya. "Kalau belum nanti saya suapin kamu... mau...?" Tanya Vano lagi.

Anissa menggeleng, lalu tangannya yang terulur mengambil sebuah buku catatan kecil.

'Aku sudah makan tadi disuapin sama Ibu... Vano' tulis Anissa pada buku tersebut.

Yah sekarang Anissa kehilangan kemampuannya untuk berbicara. Kaker yang ia derita sudah menjalar kesemua tubuh Anissa. Nadia dan Clara sudah berencana untuk membawa Anissa ke Rumah Sakit khusus untuk Kanker tapi Anissa menolak dan tidak mau, Anissa menolak usulan tersebut meski yang berbicara atau yang mengusulkan adalah Clara.

"Oh baiklah-baiklah..." ucap Vano sambil tersenyum.

"Mau jalan-jalan...?" Tanya Vano lagi.

Dan Anissa menjawab dengan menganggukan kepalanya antusias. "Baiklah putri cantik sekarang kita jalan-jalan...." ucap Vano sembari membantu Anissa turun dari barankarnya dan duduk dikursi roda.

Vano membawa Anissa ke taman Rumah Sakit dekat dengan ruang inap Anissa. Sampai disana Anissa memejamkan matanya menghirup udara segar yang selama ini tak ia dapatkan dari dalam ruang inapnya.

Vano jongkok mensejajarkan tubuhnya dengan Anissa yang duduk dikursi roda. Satu tangan Vano menggenggam tangan Anissa dan yang satunya lagi merogoh saku jaketnya. Vano mengambil gelang yang dulu pernah dikembalikan Anissa padanya, Vano kembali memakaikan gelang tersebut pada Anissa.

Vano menatap mata Anissa. "Sudah saya katakan... kunci hati saya hanya kamu yang bisa memilikinya Anissa... jadi saya harap kamu jangan mengingkari apa yang sudah saya katakan..." ucap Vano membuat Anissa berurai air mata.

Anissa Almaera [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang