💙💙💙
Bunyi alat medis penunjang hidup Anissa yang bergema diruangan serba putih ini membuat pendengaran Nadia terasa pengang dan rasanya ingin berteriak pada bunyi tersebut sambil berkata, 'Stop... saya sudah bosan mendengarnya' tapi itu tak mungkin ia lakukan karena jika itu yang ia lakukan ia harus dengan ikhlas melepas putri yang selama ini selalu ia abaikan.
Tangan Nadia tak lepas dari menggenggam tangan Anissa, jari jemarinya terus tertaut dengsn jari jemari pucat Anissa dan satu tangannya yang kosong ia gunakan untuk menggenggam sebuah benda yang selama ini ia lupakan, Al-Qur'an yah. Fikirnya semoga dengan ia membacakan ayat-ayat-Nya Anissa akan kembali membuka mata indahnya. Air mata yang sempat surut pun kini kembali membanjiri pipi cantik Nadia, kesan dingin dan tegas kini hilang dari wajahnya, yang ada hanya wajah rasa bersalah dan takut.
Shadaqaulah huladzim
Nadia mengakhiri bacaan Qur'annya, lalu ia kembali meletakan Al-Qur'an tersebut ditempatnya semula diatas nakas. Tangan Nadia terulur mengusap pucuk kepala Anissa lalu ia mengecup kening pucat Anissa lama bahkan sangat lama dan satu tetes air matapun jatuh mengenai kening Anissa.
"Maafin bunda sayang..." ucapnya setelah mencium kening Anissa.
"Bangun sayang, kamu nggak cape tidur terus...?" Tanya Nadia pada Anissa yang sama sekali tak merespon ucapan Nadia.
Tangan Nadia beralih mengusap kepala Anissa yang kini terbalut dengan hijab yang diberikan Vano padanya. "Anak Bunda cantik, dan makin cantik setelah pake hijab..." ucap sembari tersenyum getir.
"Insyaallah jika suatu saat kamu sembuh Bunda juga akan ikut sepertimu sayang... pakai hijab..." ucapnya lagi.
"Nissa... tahu nggak... tadi sahabat-sahabat kamu datang jenguk kamu... tapi mereka tidak dibolehkan bertemu dengan kamu sayang... karena kesehatan kamu, jadi bunda mohon ya bangun... kamu mau kan?" Ucapan Nadia terhenti karena rasa haru dan sedih. "Kam... kamu kan hiks... seperti dulu... kamu yang nggak bisa diam ini itu kamu ikuti disekolah kamu anak Bunda yang pintar... sayang ayo bangun..."
Dan keajaiban pun datang ketika mata Nadia tak sengaja menatap jari jemari Anissa bergerak secara perlahan, merasa tak percaya akan apa yang dilihatnya, Nadia pun memastikan dengan melihat pada mata Anissa dan benar mata Anissa kini secara perlahan-lahan terbuka.
"Sayang...?" Panggil Nadia tepat saat mata Anissa terbuka.
Anissa diam sejenak dengan mata yang saling bertubrukan dengan mata Nadia. Cemas, fikiran Nadia diselimuti dengan kecemasan yang luar biasa takut akan kejadian sebelumnya terulang tapi.
Lama Anissa terdiam dengan mata yang terus tertuju pada Nadia hingga senyum lemas tersungging diwajah cantiknya membuat rasa takut dan cemas Nadia rasanya lenyap begitu saja.
"Allhamdulilah kamu sudah sadar sayang..." ucap Nadia tak kuasa menahan air mata.
Cup.
Nadia kembali mencium kening Anissa dengan begitu lama dan setelah itu Nadia berniat memanggil dokter Clara untuk memeriksakan keadaan Anissa, namun ia urungkan ketika matanya melihat bibir Anissa bergerak seperti ingin berbicara tapi sangat susah.
"Kamu mau bicara apa sayang...?" Tanya Nadia, namun Anissa tak bisa menjawab hanya air mata yang bisa ia keluarkan.
Lidahnya kelu tak mau digerakan dan bahkan kini tak hanya lidah yang tak bisa ia gerakan karena kini Anissa merasakan semua anggota tubuhnya sangat sulit ia gerakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anissa Almaera [COMPLETED]
General FictionKalau menurutmu aku ini orang yang tersesat. Kenapa tak kau peluk dan sayangi aku, kemudian kau tunjukkan kebenaran itu. Kenapa kau malah membenciku, mengutuk, menghardik dan bahkan seakan memutuskan persaudaran denganku. Meskipun begitu rasa cinta...