Hujan sedang turun dengan malu-malu. Gemericiknya air yang sampai di atas genting bisa kudengar. Orang-orang yang lalu lalang di jalan terlihat jelas di pandanganku. Aku pura-pura menikmati pemandangan tiada arti itu.
Tentu, ini tidak akan lama. Aku masih betah di sini.
Aku sedikit beruntung karena tidak ada tempat duduk. Aku juga tidak menyandarkan punggungku pada dinding luar sebuah toko. Hanya berdiri sejak empat menit yang lalu, berlagak seperti bos yang sedang menunggu pesawatnya datang. Benar-benar terlihat keren, setidaknya bagiku.
Gadget ditanganku sudah kehilangan nyawa. Tidak betah menunggu lama untuk istirahat.
Aku berdiri termangu.
Masih berlagak seperti tokoh utama dalam sebuah film, memandangi butir-butir air yang jatuh ke permukaan aspal. Aku menghembuskan napas dengan kasar. Kuharap tidak ada yang mendengarnya. Lucu mungkin kalau aku terlihat sangat lelah.
"Kamu nggak pengen duduk?" Aku tersentak bukan main, suaranya melipatgandakan detak jantungku. Kutoleh sisi kiri tanpa berkedip kemudian tersihir. Berkali–kali pun kutanya dalam senyap, apakah laki–laki menawan ini tidak salah melontarkan ucapannya?
"Nggak ada tempat duduk ya ternyata," katanya lagi, setelah aku sadar tidak ada kalimat menyenangkan yang keluar dari mulutku.
"Tadi ada kok rencana, sebelum tau kalo tempat duduknya tidak kelihatan." Dia heran dengan jawabanku, membuat ekspresi yang semula mengamati sekitar menjadi diam menatapku. Oh, betapa menyejukkan lukisan Tuhan ini. Tanpa ekspresi apa pun, ia sudah terlihat menakjubkan, ah, atau mungkin mengerikan.
"Udah sore," ia mengeluarkan hp dari saku celananya. Jarinya mengetik sesuatu di layarnya. Tiba-tiba lampu menyala di sekitar kepalaku.
"Pinjam boleh?"
"Boleh."
Dia menyodorkan hp keluaran tahun lalu. Tanganku bergerak menutupi mulutku yang ingin tertawa. Dia acuh.Aku pikir, air yang jatuh dari langit itu sama sekali tidak menarik baginya. Dia menyandarkan punggungnya yang membawa tas ke tembok. Tangannya pun disilangkan di depan dadanya. Aku memperhatikannya, matanya telah terpejam sejak aku membawa hp nya.
Apa maksud hujan turun kali ini untuk membuatku bertemu dengannya dan menghabiskan seperkian detik hanya untuk termenung merasakan kegelisahan tidak menentu? Aduh hujan, aku bahkan menyalahkanmu karena lupa bahwa yang turun adalah gerimis! Sekaku ini ya bersebelahan dengan lukisan yang wujudnya lebih dari indah.
"Tin.. Tinn."
Waktunya habis, semesta pasti punya tempat dan waktu yang lebih menakjubkan dari detik ini. Langit mulai kehilangan awan abu–abunya, setidaknya, awan putih mau menggantikan, hanya ada suasana segar setelah ini. Asap kotor yang ingin menjarah pernapasan pun sudah luntur. Mana mungkin perasaanku juga ikut luntur.
"Tinnnnn.."
Iya–iya.
"Hei orang yang tidur sembarangan, kamu bisa bangun sekarang!"
KAMU SEDANG MEMBACA
SENANDIA
Short Story[CERITA PENDEK] Tokoh perempuan dalam cerita ini suka sekali dengan pekerjaan melarikan diri. Dalam bentuk kecil maupun besar, yang tentunya berawal dari keterpaksaan hatinya menerima kenyataan. Kadang terlalu meremehkan, kadang juga terjebak dalam...