Senandia, aku sudah melupakanmu. Semua perlakuan manismu itu sudah hilang begitu saja dari kepalaku. Apa kabar dengan hatimu? Sudah menerima Ratih sepenuh hati? Sudah tidak ada penyesalan ketika aku memilih pergi?
Senandia, sesulit apa pun mengatakan ini, aku telah melepasmu. Meskipun wajahmu nanti pasti dipenuhi kerutan, rambutmu mulai memutih, dan anak-anakmu sudah tumbuh dewasa, aku akan hidup dengan keikhlasan. Kisah kita bukanlah yang luar biasa, cuma setetes kebahagiaan yang terjeda. Namun, selalu ada yang membekas pada sebuah peristiwa. Termasuk untukku, sebuah cerita akan hidup karena pengakuan dan kisah kita sudah kuakui sebagai pertemuan yang memilukan.
Senandia, aku tidak bisa lagi merindukanmu. Walaupun berkali-kali terbayang oleh sosokmu, tidak akan ada yang berubah selain mengusir semua tentangmu. Kiranya, aku tidak lagi menjadi anak kecil yang lari-larian. Remaja yang terus menangis karena patah hati. Aku sudah lebih dari tegar menerima kenyataan, melewati hari dengan sendirian, untuk kemudian menikmati peristiwa dengan kelapangan. Senandia, meskipun sakit yang kurasakan ketika mengingatmu, namun aku tetap melakukannya demi kebaikan pikiranku. Aku bisa melupakan semua kesakitan itu tapi tidak dengan kebahagiaan yang pernah membelenggu. Aku memang memilih pergi, tapi sampai detik ini, hatiku tidak bisa memungkiri. Aku berbohong pada kalimat pertama dari setiap paragraf yang kutulis ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
SENANDIA
Short Story[CERITA PENDEK] Tokoh perempuan dalam cerita ini suka sekali dengan pekerjaan melarikan diri. Dalam bentuk kecil maupun besar, yang tentunya berawal dari keterpaksaan hatinya menerima kenyataan. Kadang terlalu meremehkan, kadang juga terjebak dalam...