Aku di 10 Maret

50 12 8
                                    

Hari ini tepat 1 tahun sejak kelulusanku. Dan itu juga berarti aku berpisah dengannya, juga dengan Lola.

Aku pindah ke Pulau Sumatra untuk mencari pengalaman baru, bukan untuk move on. Malah, gerimis masih membuatku teringat dengan kenangan–kenangan itu. Kaget ya, aku sudah tidak marah dengan gerimis? Sederhana, perasaan hanya butuh waktu untuk memaafkan.

Sejak dia mengantarku pulang untuk yang terakhir kali. Aku tidak pernah lagi berjumpa dengannya. Bahkan Lola sudah tidak pernah membicarakannya lagi. Dan pagi tadi aku mendapat surat dari Pulau Jawa, pulau lamaku.

Pembukaan :
Hai. Maaf untuk semuanya. Kuharap kamu sehat selalu dan jangan melupakanku.

Prakata:
Kulihat, terakhir kali kamu tidak sekurus ini. Masih sangat suka mengingatku?

Perihal alamat rumah:
Kutahu kamu akan bertanya-tanya soal ini. Karena aku begitu misterius. Aku tahu semua tentangmu. Tentang kamu yang juga memiliki perasaan padaku beberapa tahun lalu. Maaf, dengan percaya diri aku menulis ini. Bodoh juga aku ini.

Sebelum melanjutkan, aku ingin membakar surat tidak ada artinya itu. Jelas dia tahu rumahku. Orang tuakukan tidak ikut pindah. Tapi untuk apa jika hanya sekadar basa-basi saja? Membuang waktuku yang sangat beharga.

Isi/yang paling penting:
Sebelumnya terimakasih karena telah melewati bagian-bagian tidak penting tadi.

Beberapa hari ini aku memimpikan kamu. Terlebih, Lola, dia selalu menceritakan padaku semua firasatnya tentangmu. Mungkin benar, kalau perempuan adalah perasa yang hebat.

Aku pernah senang saat bersamamu. Juga saat pertama kali kita bertemu di perempatan itu. Aku tidak menyangka akan begitu dekat denganmu.

Sebenarnya aku juga menyukaimu, tepat ketika gerimis saat itu menjatuhkan pasukannya pertama kali. Aku tidak mau buru–buru, aku berusaha bersamamu sebisaku. Kemudian kamu menjauh, dan tidak pernah tahu alasan kamu menjauhiku satu tahun yang lalu.

Aku benar-benar tidak terima. Tapi aku ingin membuatmu senang, dengan pergi meninggalkanmu. Di sinilah kebodohanku, tidak berusaha memintamu untuk menjelaskan semuanya, atau setidaknya mencari tahu sendiri. Aku malah lari.

Kau tahu? Mungkin aku harus jujur, setelah kudengar kabar bahwa kamu pergi ke Sumatra, sesuatu dari diriku ikut hilang. Aku bodoh, karena memilih diam. Dan ketika Ratih datang, aku malah menerimanya mentah–mentah. Aku menjadi dekat dengannya. Seseorang yang pernah menjadi sahabatmu, tapi tiba-tiba dia menghindar darimu dan mengakhiri hubungan kalian. Aku baru tahu itu, dan jika kamu marah, marah saja denganku.

Penutup:
Maaf, aku ternyata telah menyakitimu. Maaf, jika tidak seperti ini mungkin aku tidak akan pernah bisa belajar. Maaf. Maaf. Maafkan aku. Maafkan aku yang pernah mencintaimu tapi tidak bisa apa–apa. Maaf jika kamu merasa menjadi korban dariku. Kamu memang tidak pantas mendapatkan seseorang sepertiku. Karena aku yakin, akan ada yang datang padamu dengan segala kebaikannya.

Sudah ya, aku sibuk. Jangan berpikir aku sedang menangis membacanya, aku bahkan tidak mengerti dan paham dengan isi surat itu. Tapi aku tidak ingin melanjutkan membaca lagi. Aku cukup berterimakasih karena telah mengetahui sebagian kecil jawaban dari semua pertanyaanku. Sudah cukup aku sendiri memendam semua kecewaku. Tidak ada catatan "Mengulang masa lalu."

Sudah cukup untuk hari ini.

SENANDIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang