***"Iya Bi, semua udah baik-baik aja. Maaf udah buat Bibi khawatir. Maaf juga karena hampir membuat Bibi kehilangan pekerjaan." ucap gue penuh sesal saat Bibi menelfon untuk memastikan keadaan gue pasca Ny. Park marah-marah karena Jio masuk rumah sakit.
Ini untuk pertama kalinya Bibi menelfon, setelah gue bekerja dengan Ny. Park.
"Ingat pesan Bibi, jangan membuat Nyonya marah lagi. Dia nggak akan segan melakukan apapun jika ada yang membuatnya kecewa." nasehat Bibi setengah berbisik.
"Bibi akan tutup telfonnya. Jaga dirimu baik-baik.""Iya Bi, aku akan selalu ingat pesen Bibi."
Terdengar suara pintu terbuka bersamaan dengan putusnya sambungan telfon gue dengan Bibi. Chanyeol muncul dari balik pintu, membawa sebuah bungkusan di tangan kanannya.
Dia baru aja kembali setelah tadi dia pergi begitu aja ninggalin gue. Entah dari mana dia tahu Jio udah dipindah ke bangsal. Mungkin nanya ke bagian informasi.
Gue dan Chanyeol saling tatap sebentar lalu kami sama-sama membuang muka. Gue merasakan atmosfer berbeda saat berhadapan dengan Chanyeol, kini. Biasanya gue merasa kesal, tapi rasa itu seakan menguap hilang entah kemana.
"Ni gue bawain makanan buat lo." Chanyeol menyodorkan kantong plastik itu ke gue.
"Ya?"
Gue berdiri dari sofa menatapnya nggak percaya. Dia bawain gue makanan?
Woah, dewa kebaikan benar-benar telah merasuki jiwanya. Tadi dia belain gue di depan Ibunya, sekarang dia bawain gue makanan. Ini akan gue ingat sepanjang hidup gue."Ini ambil." suruhnya nggak sabaran.
"Makasih." gue menerima pemberiannya tanpa berkomentar apa-apa lagi.
"Buruan dimakan."
"Hm." gue menempatkan pantat gue lagi ke atas sofa dan membuka bungkusan makanan dari Chanyeol. Dari baunya kayaknya enak banget. Pas banget gue lagi laper.
Tapi...
Udang?
Kenapa harus ada udang? Gue punya alergi sama makhluk kecil satu ini. Kulit gue akan memberikan reaksi gatal-gatal juga merah. Tapi kalau nggak dimakan nggak enak sama Chanyeol. Dia udah baik beliin gue makanan. Jarang-jarang juga dia kayak gini. Biasanya kerjaannya cuma nyuruh-nyuruh sama ngomel-ngomel.
"Malah diliatin doang, nggak doyan?" cuit Chanyeol.
"Doyan. Ini baru mau gue makan." akhirnya satu sendok nasi ditemani udang masuk ke mulut gue.
Saat gue memaksakan diri untuk tetap makan makanan beresiko itu, Chanyeol mendekat ke Jio yang sedang tertidur di ranjang pasien. Pandangannya mengarah ke wajah pucat milik Jio.
"Apa yang akan lo lakuin kalau jadi gue?"
Satu pertanyaan meluncur dari mulut Chanyeol membuat kunyahan gue berhenti sejenak. Nggak terlalu sulit menebak kemana arah ucapannya.
"Ummm, karena pandangan kita berbeda mungkin gue akan melakukan hal yang bertolak belakang dengan apa yang lo lakukan." jawab gue mencoba mengabaikan gatal yang mulai terasa. Biarpun gue baru memakan sedikit tapi tubuh gue merespon dengan cepat. Alergi ini muncul karena sistem imun dalam tubuh gue memberikan reaksi yang berlebihan.
Chanyeol menatap gue. "Lo akan menerima kehadirannya?"
Gue mengangguk dan tersenyum, berusaha bersikap seolah nggak terjadi apa-apa dalam tubuh gue. "Dalam hal ini Jio nggak bersalah. Dia nggak seharusnya mendapatkan perlakuan seperti ini. Harusnya dia mendapatkan kasih sayang Ayah Ibunya, tapi..." gue menjeda kalimat gue. Jujur, gue nggak tahan lagi dengan rasa gatal ini. Rasanya tubuh gue seperti di serang ribuan ulat berbulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
giant baby (ChanSeo)
FanfictionNgurus Chanyeol itu lebih susah daripada ngurus anaknya. Sabar sabar..