Duduk diam tanpa melakukan sesuatu malah membuat perut Hanbin berbunyi. Sedari tadi dia berusaha menahan laparnya. Bukan sedang berpuasa namun Hanbin terlalu malas pergi ke bawah untuk makan terlebih dengan luka di telapak kakinya yang membuat dia susah berjalan.
Hanbin tidak makan dari tadi pagi. Setelah mamanya pergi dia hanya diam dikamar. Baik mamanya, June atau siapapun tidak ada yang masuk ke kamarnya.
Hanbin tetap diam meskipun dia bisa menelpon bobby dan memintanya untuk menjemputnya. Dia hanya ingin menjernihkan pikirannya dan memikirkan semua yang sudah dia lakukan selama ini. Hanbin memilih memejamkan matanya meskipun ini baru pukul 9.
Besok paginya Hanbin terbangun dengan badan yang pegal pegal. Kakinya merasa sangat ngilu. Ditambah perutnya yang terus berbunyi dan perih.
Hanbin memegang perutnya yang terasa sangat sakit untungnya pada saat itu bibi di rumahnya mengetok pintu.
"Den, aden nggak keluar dari kemarin. Aden nggak kenapa kan?"
"Masuk aja bi" Ucapnya sambil menahan perih di perutnya.
"Aden kenapa? ini bibi bawain makanan"
Hanbin berusaha bangun, "dari mama bi?"
Bibinya menggeleng, "nyonya nyuruh bibi jangan bawain aden makanan tapi bibi teh nggak tega"
Hanbin tersenyum, "bisa anterin gue ke dokter atau rumah sakit deket sini nggak bi? eh nggak deh, bibi bisa bantuin Hanbin obatin lukanya nggak?"
Wanita paruh baya itu mendekat dan menghela nafas. "Ke rumah sakit yuk den, nggak jauh kok"
Hanbin menggeleng, "kalo gitu nggak usah di obatin bi, lagian cuma luka kecil"
"Aden ih nanti bisa infeksi"
Hanbin berdecak, dia melihat telapak kakinya sekilas lalu perlahan mengangguk lemah. Ya dia nggak bisa bohong kalo rasanya itu sakit pake banget.
Akhirnya Hanbin pergi ke Rumah sakit diantar mang ujang, sopir pribadi papanya. Rumah sakitnya tidak jauh, hanya saja Hanbin susah untuk berjalan ditambah untuk menghemat waktu.
"Bi kok rumah sakitnya kecil ya"
"Kan ini bukan di kota aden"
"Kok bau obatnya gini sih? jelek banget gue pengen muntah jadinya bi,"
"Alkohol yang aden minum baunya lebih keras dari pada ini.
Hanbin memutar bola mata malas, ya itu kan beda kasusnya. "Ini kapan gue di periksanya bi?"
"Tahun depan"
Hanbin yang semula mengedarkan pandangannya seketika memfokuskan kepada bibi yang duduk disebelahnya. "kok tahun depan!?! lama dong??"
"Makanya aden diem, bibi pusing dengernya"
Hanbin hanya menyengir menyadari dirinya sedari tadi tidak berhenti bertanya atau berkomentar, dia melihat kesekeliling dan matanya menangkap sesosok gadis. Hanbin manajamkan matanya, terbesit keyakinan bahwa itu Lisa namun sedetik kemudian gadis itu menghilang di belokan.
Hanbin tidak yakin itu Lisa tapi hatinya yakin. Entah bagaimana hatinya bisa yakin.
"Atas nama Hanbin?"
Hanbin reflek menoleh dan mengangkat tangannya lalu dia dipapah oleh bibi untuk masuk.
****
"Bi, bibi kenal semua orang di desa ini nggak sih?" Hanbin memain mainkan sedotan di gelasnya sambil memandangi bibi tua itu dibantu 2 orang lagi pelayannya untuk memasak.
"Walaupun bibi tinggal disini terus buat jagain rumah kalo tuan sama nyonya ke kota dan aden sama June tapi bibi jarang keluar. Mang ujang kayaknya kenal hampir semua. Kenapa den?"
Hanbin hanya mengangguk dan menatap kepergian bi Siti dari kamarnya "Mang ujang tau Lisa nggak ya?"
[TBC]
KAMU SEDANG MEMBACA
[3] An Angel || Hanlis || End.
Short StoryGadis misterius berparas cantik seperti bidadari menarik perhatian Hanbin ditambah mereka pertama kali bertemu di tempat yang indah. Perlahan tapi pasti gadis itu adalah sumber kebahagiaan Hanbin. [142 in short story]