Jimin terdiam di tempatnya saat ini. Dirinya berdiri dengan kedua tangannya memegang pembatas balkon kamarnya. Pandangannya tidak lepas dari seorang gadis yang baru saja ia lihat siang tadi.
Beruntung karena kamarnya kali ini langsung berhadapan dengan kamar gadis itu yang memang tidak bisa melihat Jimin saat ini yang terus memandanginya dalam diam.
Gadis itu sedang duduk di sebuah kursi kayu yang memang diletakkan di veranda itu. Kedua telingannya juga terpasang earphone dan gadis itu menutup matanya seolah menikmati alunan musik yang sedang ia dengarkan saat ini.
Jimin tidak pernah bosan untuk menatap gadis itu. Bahkan sekarang ia menopang wajahnya dengan satu tangannya dan belum beralih dari gadis itu.
Tok Tok
Jimin terkesiap oleh suara ketukan pintu kamarnya dan pintu itu terbuka, menampilkan pria paruh baya lengkap dengan setelan kantornya. Ia membungkuk hormat pada Jimin yang kini menatapnya.
"Selamat sore, Tuan Muda. Saya Sekretaris Jang. Nyonya Besar memanggil saya untuk mengajarkan anda tentang bisnis keluarga anda."
"Jadi kau Sekretaris Jang?"
"Ne, Tuan Muda."
Jimin dengan cepat menghampiri Sekretaris Jang dan menggenggam kedua tangan pria itu, membuatnya kini menatap heran pada tuannya.
"Bisakah jika aku tidak belajar hari ini? Kumohon."
"Tapi, Nyonya Besar sudah memerintahkan pada saya--"
"Kumohon. Jangan hari ini. Aku baru saja sampai di Jepang hari ini dan tentu saja aku sangat lelah. Jadi, bisakah kau berpura-pura di depan nenek?"
Sekretaris Jang menatap sejenak pada Jimin lalu setelahnya melepaskan genggaman Jimin secara perlahan.
"Maafkan saya, Tuan. Tapi ini perintah langsung dari Nyonya Besar."
.
.
Entah sudah helaan nafas yang keberapa kalinya Jimin keluarkan beberapa jam ini. Semua ucapan Sekretaris Jang sama sekali tidak ia mengerti walaupun ia sudah mendengarkan dengan seksama pria paruh baya itu.
Bagaimana ia bisa fokus jika pandangannya belum teralihkan pada gadis yang sedari tadi terus saja menghinggapi pikirannya saat ini? Gadis itu bahkan belum beranjak dari tempatnya selama hampir 2 jam.
"Anda pasti sudah mengerti kan, Tuan?"
Sekretaris Jang mengerutkan keningnya mendapati Jimin yang memang sedari tadi ia sadari terus saja menatap keluar balkon kamarnya. Akhirnya ia memilih untuk mengikuti arah pandang Jimin dan dia bisa melihat seorang gadis yang duduk di kursi kayu veranda kamarnya.
Sekretaris Jang mengembalikan pandangannya pada Jimin yang tersenyum tipis saat ini. Bahkan gadis itu hanya berdiam diri dan tidak melakukan apapun, namun kenapa Jimin harus tersenyum seperti itu, pikir Sekretaris Jang.
"Tuan Muda..."
Panggilnya sekali. Namun belum ada respon dari sang pemilik nama.
"Tuan Muda Jimin..."
"Oh, A-Ada apa? Kau bicara apa tadi?"
Berhasil. Sang pemilik nama kali ini menatap gelagapan Sekretaris Jang yang hanya bisa menghela nafasnya melihat sang tuan.
"Saya rasa, pelajaran anda sampai disini saja dulu. Saya akan datang lagi besok di jam yang sama."
"Oh, baiklah."
Sekretaris Jang beranjak dari duduknya dan membungkuk pada Jimin.
"Kalau begitu, saya permisi, Tuan. Selamat malam."
KAMU SEDANG MEMBACA
fate ❌ jenmin
Fanfiction[18+] ✔ Park Jimin, Pria dengan seluruh pesonanya. Hidupnya hanya dihabiskan dengan bersenang-senang dan membuat sang ayah geram terhadap putranya tersebut. Ia pun dikirim oleh sang ayah ke Jepang dan tinggal bersama sang Nenek. Takdir mempertemukan...