Jimin masih duduk di bangku ruang tunggu itu dengan sang Ibu yang masih berada di sampingnya dan menenangkannya.
"Jimin, kau tidak perlu gelisah."
"Tapi ini sudah hampir 2 jam dan operasi Jennie belum juga selesai."
"Tunggulah sebentar lagi, hmm? Jennie pasti bisa melihat kembali nantinya."
Jimin hanya mengangguk, kembali merapalkan doanya agar operasi yang dijalani Jennie.
Tidak hanya Jimin dan Ibunya saja disana. Nenek, Tn. Park dan Bibi Song pun juga ada disana. Namun mereka lebih tenang, tidak seperti Jimin saat ini.
Lampu di atas pintu ruang operasi tersebut berganti menjadi warna hijau, pertanda operasi di dalam ruangan tersebut telah selesai. Jimin menangkap itu dan tanpa sadar menghela nafasnya.
Ceklek
Dan benar saja, tak butuh waktu lama bagi pintu ruang operasi itu terbuka. Jimin menjadi yang pertama beranjak dari duduknya, menghampiri sang Dokter yang tampak terlihat lelah.
"Bagaimana?"
"Syukurlah, operasi Nona Kim berjalan dengan lancar. Kita hanya butuh waktu beberapa hari lagi agar kita bisa membuka perbannya."
Jimin menghela nafasnya kembali, lega dirasakan pria itu. Tak terkecuali semua yang ada disana juga menghembuskan nafas leganya dengan senyuman.
"Terima kasih, dokter. Apa kami bisa menemuinya?"
"Sama-sama. Anda semua bisa menemuinya saat sudah di pindahkan ke ruang perawatan. Kalau begitu, saya permisi terlebih dahulu."
Sang Dokter membungkuk, membuat yang lain hanya membalasnya dengan bungkukan juga.
Jimin tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya saat ini dan itu disadari sang Ibu. Ia tidak pernah melihat senyuman sang putra yang sangat tulus dan ceria seperti itu. Siapa lagi kalau bukan Jennie yang membuat senyuman di wajah Jimin seperti itu? Dan ia menyesali perbuatannya terdahulu yang hampir saja memisahkan keduanya. Jika dia berhasil melakukannya dulu, mungkin senyuman itu tidak akan pernah datang dan menghampiri Jimin.
Karena dirinya tahu, seorang Kim Jennie adalah sebuah kebahagiaan bagi putranya, Park Jimin.
.
.
"Kim Jennie..."
Jennie yang sedang berbaring di atas ranjangnya saat ini, beranjak bangun setelah mendengar suara yang tidak asing di telinganya. Gadis itu tersenyum dan mencari keberadaan sang kekasih dimana Jimin yang langsung mengambil tangan Jennie.
"Jimin, aku kira operasinya tidak akan berhasil. Kau tahu? Sebelum operasi itu, aku benar-benar sangat gugup sekali."
Jimin tersenyum mendengarkan ucapan Jennie yang seolah tengah mengadu padanya saat ini.
"Aku tahu. Kau juga harus tahu jika aku juga gugup di luar ruang operasi. Sama sepertimu, aku takut jika operasimu tidak berjalan dengan lancar."
Kini giliran Jennie yang tersenyum tipis. Ia menghela nafasnya sebelum membawa kedua tangannya menangkup wajah Jimin.
"Hah, aku sudah tidak sabar untuk melihat wajahmu."
"Aku pastikan aku adalah orang pertama yang akan kau lihat lebih dulu."
Jennie mengangguk, masih menangkup wajah Jimin dan seperti biasanya, ia akan menelusuri wajah pria itu dengan jemarinya dan Jimin yang membiarkannya, menutup matanya merasakan sentuhan gadis itu.
"Jimin..."
"Hmm?"
"Aku tahu aku gila. Tapi, aku ingin menciummu saat ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
fate ❌ jenmin
Fanfiction[18+] ✔ Park Jimin, Pria dengan seluruh pesonanya. Hidupnya hanya dihabiskan dengan bersenang-senang dan membuat sang ayah geram terhadap putranya tersebut. Ia pun dikirim oleh sang ayah ke Jepang dan tinggal bersama sang Nenek. Takdir mempertemukan...