Kring...
Jennie membuka matanya perlahan karena suara alarm yang mengusik tidurnya saat ini, meraba-raba meja nakas sampingnya dan akhirnya menemukan alarm di atas meja tersebut dan dengan cepat mematikannya.
Jennie tersenyum saat merasakan tangan yang masih melingkar pada perutnya kali ini semakin memeluknya erat. Ia tahu, pria itu pasti terusik dengan suara alarm itu. Namun Jennie tahu jika Jimin masih belum bangun dari tidurnya karena ia bisa merasakan deru nafas teratur pria itu.
Ya, semalam keduanya tidur bersama. Masih dengan pakaian yang lengkap tentunya. Jennie menyentuh tangan Jimin yang memeluknya dari belakang saat ini. Bahkan tangan lain dari pria itu Jennie jadikan bantal semalaman dan pria itu yang tidak mempermasalahkannya.
Jennie masih menyentuhnya, beralih mengaitkan tangan itu dan sedikit membawanya mendekat lalu mencium punggung tangan pria itu.
Dan sepertinya, apa yang dilakukan Jennie membuat sang pemilik tangan terbangun dalam tidurnya. Tangan Jimin yang dijadikan bantal untuk Jennie, kini sudah merangkul gadis itu dan membawanya mendekat lalu mendaratkan sebuah kecupan di puncuk kepala gadis itu.
"Selamat pagi. Bagaimana tidurmu?"
"Aku tidak pernah senyenyak ini dalam tidurku sebelumnya."
Jennie tertawa mendengar ucapan Jimin dan mulai membalikkan tubuhnya saat ini, membuat rangkulan Jimin pada gadis itu juga terlepas begitu saja.
Jennie melarikan kedua tangannya menyentuh wajah pria itu yang dimana Jimin pun mulai memejamkan matanya menerima sentuhan gadis itu.
Tangan lentik gadis itu menyusuri setiap jengkal wajah pria-nya. Mata, hidung dan berhenti pada bibir penuh pria itu. Jennie pun mulai mendekatkan dirinya dan kembali mempertemukan kedua bibir itu, membuat Jimin pun hanya bisa menerima kecupan gadis-nya.
Jennie akhirnya melepaskan kecupannya, meninggalkan deru nafas keduanya. Jennie tersenyum sebelum beranjak dari berbaringnya, membuat kedua mata Jimin yang semula tertutup kini terbuka dan memperhatikan gadis itu.
"Bangunlah. Bibi pasti sedang menunggu kita."
"Dia tidak akan menunggu."
Jennie mengernyit bingung, sedang Jimin kini sudah tersenyum dan ikut juga bangun dari berbaringnya.
"Karena dia tidak ada disini sekarang."
"Mwo? Kau bilang jika bibi masih disini."
"Aku berbohong. Bibi dan nenek sebenarnya juga sudah ikut pulang ke Korea. Dan itu berarti, hanya ada kita berdua disini."
"Ck, menyebalkan."
Jennie pun beranjak dari ranjang tidurnya. Namun tertahan karena Jimin sudah kembali menariknya, membaringkannya kembali pada ranjang tidurnya tersebut dengan dirinya yang berada di atas tubuh gadis itu sembari menahan kedua bahunya.
"Ya, apa yang kau lakukan?"
"Menurutmu?"
Jennie terdiam dengan perasaan terkejutnya saat ini. Ia tidak tahu bagaimana ekspresi Jimin sekarang padanya. Sedang sang pria yang menatap Jennie yang sedang gugup saat ini, menjadi hiburan tersendiri baginya dan senyum tipis sudah terbentuk di wajahnya.
"Apa kita pernah melakukannya?"
"Mwo?"
"Tidur bersama."
"B-Bukankah tadi malam kita sudah tidur bersama?"
"Kau tahu maksudku, Jennie."
Jennie menundukkan kepalanya, berusaha menutupi rona merah yang ada pada wajahnya saat Jimin bertanya hal itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
fate ❌ jenmin
Fanfiction[18+] ✔ Park Jimin, Pria dengan seluruh pesonanya. Hidupnya hanya dihabiskan dengan bersenang-senang dan membuat sang ayah geram terhadap putranya tersebut. Ia pun dikirim oleh sang ayah ke Jepang dan tinggal bersama sang Nenek. Takdir mempertemukan...