Sudah hampir lima hari, Jennie disekap di ruangan itu. Ia bahkan sudah sangat lemah karena dirinya yang memang belum juga diberikan makan ataupun sedikit diberi minum. Terus diikat di ruangan itu, bahkan wajah gadis itu benar-benar memucat.
Air mata gadis itu bahkan sudah mengering dan hanya isakan-isakan kecil serta gumaman yang terus dikeluarkan Jennie jika dia minta untuk dilepaskan.
Ceklek
Jennie bisa mendengar suara pintu ruangan tempat ia disekap saat ini berderit. Jennie hanya diam, karena dia merasa dirinya sudah tidak memiliki tenaga lagi hanya untuk mengangkat kepalanya.
"Kau terlihat lemah sekali, sayang. Apa kau baik-baik saja?"
Jennie semakin terdiam. Ia seperti mengenal suara ini. Bukan suara wanita yang selama ini mendatanginya. Suara saat ini sangatlah ia kenali.
"E-Eomeonim..." Panggilnya lemah.
"Astaga, kau sudah mengenalku? Bagaimana sekarang? Apa aku ketahuan?"
Jennie ingin sekali mengeluarkan kembali airmatanya namun ia tahan. Tidak. Ia tidak boleh terlihat lemah di hadapan Ibunya Jimin.
Jennie berusaha mengangkat kepalanya, pun Ny. Park yang mulai mengangkat kepala Jennie agar kini menatapnya.
Ny. Park mengusap sedikit bekas luka di sekitar bibir Jennie dan tersenyum. Berbeda dengan Jennie yang berusaha untuk tidak meringis dengan menautkan kedua tangannya agar suara kesakitannya tak ia keluarkan.
"Kurasa, permainan ini harus segera diselesaikan. Tapi pertama-tama, aku masih ingin memberikan kesan terakhir sebelum kau mengucapkan selamat tinggal pada Jimin."
Jennie terdiam dengan semua kalimat Ny. Park. Apa wanita itu benar-benar akan menghilangkan dirinya dari dunia ini?
.
.
Mina masih berdiri disana, ditatap oleh tiga pasang mata yang menatapnya dengan pandangan yang mungkin terkejut setelah apa yang baru saja ia katakan pada ketiganya.
Keheningan masih melanda di ruangan itu, mungkin masih mencerna semua ucapan yang dikatakan Mina. Hingga Nenek pun berdiri dari duduknya dengan pandangan yang belum lepas dari Mina. Berjalan mendekat ke arah gadis itu yang membuat Mina kini mengalihkan pandangannya pada Nenek.
Mina tersenyum pada Nenek yang semakin lama semakin mendekat padanya, mengira jika semua rencana kali ini akan berhasil setelah apa yang baru saja ia katakan. Jimin dan Ayahnya pun juga mengalihkan pandangannya pada Nenek yang kini sudah berdiri di hadapan Mina dengan gadis itu yang masih setia tersenyum padanya.
PLAK
Bunyi gesekan antara telapak tangan dengan kulit wajah itu begitu terdengar nyaring di ruangan itu. Tak pelak membuat Jimin dan Ayahnya juga terkesiap karena tamparan Nenek pada Mina.
Sedangkan Mina, gadis itu terdiam dengan memegang bagian wajah kanannya yang baru saja mendapatkan tamparan dari Nenek. Ia mengangkat kepalanya, memandang Nenek yang kini juga memandangnya dengan tajam.
"Kau berani datang kemari dan mengatakan jika kau hamil anaknya Jimin? Dimana rasa malumu, huh?"
"Halmeoni--"
PLAK
Satu tamparan lagi Mina terima di bagian wajahnya yang sama.
"Siapa menyuruhmu untuk memanggilku seperti itu? Hanya Jennie. Hanya dia yang boleh memanggilku seperti itu. Bahkan mulutmu pun tidak pantas disandingkan dengan Jennie. Setelah semua yang terjadi antara Jimin dan Jennie, kau mau aku menerimamu karena omong kosongmu itu? Cepat pergi dari sini sebelum aku sendiri yang menyeretmu keluar dari sini."
KAMU SEDANG MEMBACA
fate ❌ jenmin
Fanfiction[18+] ✔ Park Jimin, Pria dengan seluruh pesonanya. Hidupnya hanya dihabiskan dengan bersenang-senang dan membuat sang ayah geram terhadap putranya tersebut. Ia pun dikirim oleh sang ayah ke Jepang dan tinggal bersama sang Nenek. Takdir mempertemukan...