Jimin bersandar pada dinding koridor rumah sakit itu, menundukkan kepalanya dengan sesekali terus mengucapkan doanya untuk Jennie yang masih di dalam ruangannya dan diperiksa.
Merasa dirinya juga merasakan lelah, ia pun mendudukkan dirinya pada bangku ruang tunggu yang berada tidak jauh darinya.
Masih menundukkan kepalanya, tangan itu terus bertaut dan tetap merapalkan doa dalam hatinya jika Jennie akan baik-baik saja.
"Jimin!!"
Jimin mengangkat kepalanya dan menemukan Nenek dan Ayahnya yang kini berjalan cepat menuju arahnya.
"Bagaimana Jennie?" Tanya Neneknya langsung dan mendudukkan dirinya di samping Jimin.
"Dia masih di dalam."
Mendengar suara tanpa tenaga dari Jimin, membuat Nenek dan Ayahnya hanya bisa menghela nafasnya. Tentu saja yang mereka bisa lakukan adalah terus berdoa agar Jennie benar-benar baik saja.
Ceklek
Ketiganya mengalihkan pandangan mereka bersamaan mendengar pintu yang terbuka dan membuat ketiganya beranjak mendekati sang Dokter yang baru saja keluar dari ruangan itu.
"Bagaimana?" Tanya Jimin cepat.
"Nona Kim sudah melewati masa kritisnya. Dia baik-baik saja saat ini. Hanya tinggal menunggu dia sadar saja. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan."
Tanpa sadar helaan nafas lega langsung dikeluarkan oleh ketiganya mendengar penjelasan sang Dokter.
"Apa kami bisa menemuinya?"
"Kalian bisa menemuinya saat Nona Kim sudah dipindahkan ke ruang perawatan."
"Baiklah. Terima kasih."
"Sama-sama. Kalau begitu, saya permisi."
Sang Dokter membungkuk hormat sebelum akhirnya berlau pergi.
Jimin tidak bisa menutupi kelegaannya mendengar jika Jennie benar-benar baik-baik saja. Pasalnya, ia melihat bagaimana gadis itu menutup matanya dan mengira jika Jennie benar-benar pergi. Ketakutan menyelimuti pria itu jika Jennie benar-benar pergi. Ia pasti akan menyalahkan dirinya karena tidak bisa menjaga dan menyelamatkan gadis itu.
"Tenanglah, nak. Semuanya sudah baik-baik saja." Sang Ayah menenangkan sang putra dengan menepuk bahunya. Sedang sang Nenek juga melakukan hal yang sama dan mengelus punggungnya.
.
.
Mata itu masih setia tertutup dengan jarum infus yang masih tertancap di punggung tangan putihnya. Satu tangannya yang lain masih digenggam dengan erat oleh sang pria, menatap wajah cantik itu yang masih tertutup dan sesekali mencium punggung tangan yang sedang ia genggam saat ini. Menyalurkan kehangatannya pada sang gadis, mungkin.
Sudah beberapa jam berlalu, namun Jennie belum menunjukkan tanda-tanda ia akan membuka matanya. Dan dengan setianya, Jimin berada di samping gadis itu. Menemani dan ingin melihat gadis itu sadar di depan mata kepalanya sendiri.
Ceklek
Pintu kamar rawat Jennie terbuka, namun Jimin sama sekali tidak sedikitpun beranjak hanya untuk melihat siapa yang datang.
"Jimin, Kepala Polisi Kim ingin berbicara padamu."
Suara Nenek membuat Jimin akhirnya beralih menatap sang Nenek yang mendekat ke arahnya.
"Ada aku disini. Bicaralah dulu dengannya."
Jimin tidak bisa menolak. Apalagi ia memang harus menyelesaikan semuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
fate ❌ jenmin
Fanfiction[18+] ✔ Park Jimin, Pria dengan seluruh pesonanya. Hidupnya hanya dihabiskan dengan bersenang-senang dan membuat sang ayah geram terhadap putranya tersebut. Ia pun dikirim oleh sang ayah ke Jepang dan tinggal bersama sang Nenek. Takdir mempertemukan...