Jennie terbangun dan menatap ke sekelilingnya. Sebuah taman menjadi pemandangan pertama yang ia lihat saat ini.
"Astaga, apa ini? Aku bisa melihat?"
Jennie juga mengalihkan pandangannya pada dress putih yang ia kenakan saat ini. Senyumannya tidak bisa hilang kala ia bisa melihat dirinya sendiri, memperhatikan kedua tangannya dan juga kedua kakinya.
Jennie pun beranjak dari berbaringnya. Taman yang sedang ia jajaki saat ini benar-benar sangat indah pemandangannya. Senyuman gadis itu bahkan belum menghilang dan dirinya yang lebih memilih untuk menikmati waktunya di taman itu.
"Hah, jadi begini rasanya bisa melihat. Benar-benar sangat indah. Jika saja aku bisa melihat di dunia nyata, itu pasti akan sangat menyenangkan."
Jennie menghentikan langkahnya saat ia melihat sebuah sungai panjang disana. Sebuah jembatan juga ada di tengah-tengah sungai sana. Jennie juga bisa melihat taman di ujung sana yang jauh lebih indah daripada taman yang ia jajaki saat ini.
Dengan masih mempertahankan senyumnya, Jennie pun beranjak mendekat ke arah jembatan itu. Tujuannya tentu saja agar sampai pada taman yang ada disana.
"Jennie..."
Langkah gadis itu terhenti saat ia bisa mendengar suara yang tidak asing di telinganya. Ia berbalik, namun tak ada siapapun di taman itu selain dirinya.
"Jennie..."
Airmata gadis itu bahkan tidak bisa ia hentikan kala mendengar suara sang pujaan hati yang memanggilnya dengan pilu.
"Jimin, maafkan aku. Dan jangan cari aku. Karena aku tidak akan mungkin bisa kembali padamu." Ucapnya sedikit lantang. Entahlah, Jennie tidak tahu dengan siapa ia berbicara karena dirinya memang sendirian disana.
"Jennie..."
Jennie kembali berbalik dan dirinya benar-benar terkejut saat ini melihat kedua orangtuanya yang berada di ujung taman sana.
"Appa, eomma.."
Ia tidak bisa menggambarkan bagaimana kebahagiaannya saat ini. Langkah kakinya bahkan sudah akan kembali untuk melewati jembatan itu.
"Jangan, sayang."
Namun suara lembut sang Ibu menghentikan Jennie, membuat gadis itu pun kini menatap sang Ibu.
"Jangan kemari, sayang. Tempatmu bukan disini."
"Tapi aku ingin bertemu dengan appa dan eomma. Aku ingin bertemu dan memeluk kalian."
Sang Ibu tersenyum pada putrinya tersebut, pun sang Ayah juga ikut tersenyum menatap Jennie.
"Tidak sekarang, sayang. Jika kau pergi kemari, kau tidak akan mungkin bisa kembali."
"Tidak apa jika itu bersama appa dan eomma."
"Lalu bagaimana dengan Bibi Song? Apa kau tidak memikirkannya? Ia pasti akan sangat sedih karena dia sendirian pastinya. Lalu bagaimana juga Jimin, hmm?"
Jennie terkesiap di tempatnya. Kedua orangtuanya tahu Jimin? Tapi darimana? Dan kedua orangtua Jennie semakin tersenyum melihat wajah kebingungan Jennie seolah mereka mengerti kebingungan Jennie.
"Percayalah, sayang. Appa dan eomma selalu memperhatikanmu selama ini. Jimin, pria itu benar-benar baik dan pantas untukmu. Dia benar-benar menjalankan kewajiban sama seperti appa, menjaga dan selalu menyayangimu."
Pandangan Jennie beralih pada sang Ayah yang baru saja berbicara. Ah, benar. Jimin memang benar-benar menyayanginya sama seperti Ayahnya. Jennie menundukkan kepalanya. Entahlah, ia tidak bisa memilih sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
fate ❌ jenmin
Fanfiction[18+] ✔ Park Jimin, Pria dengan seluruh pesonanya. Hidupnya hanya dihabiskan dengan bersenang-senang dan membuat sang ayah geram terhadap putranya tersebut. Ia pun dikirim oleh sang ayah ke Jepang dan tinggal bersama sang Nenek. Takdir mempertemukan...