2 tahun setelah kejadian aku dan Sam bertengkar, dad tidak pernah pulang. Aku tidak mengerti mengapa ia tidak pulang. Sam dan aku juga sudah berkali kali untuk menelponnya, namun ponselnya selalu tidak aktif. Ada sedikit rasa bersalah dalam diriku setelah kejadian di meja makan waktu itu. Sam dan dad bertengkar, dan aku tidak melerainya. Aku hanya duduk diam melihat dad mencaci maki Sam. Dan Sam selalu melawannya.
Sam juga sangat merasa bersalah.
“ Seharusnya aku minta maaf saat itu. Jika aku tidak melawannya, mungkin ia akan pulang ” katanya sedikit menyesal. Aku dan Sam sudah berjanji tidak akan bertengkar kembali setelah kejadian 2 tahun itu dan berusaha mencari dad.
Lou kini berusia 5 tahun dan dia sudah mulai bersekolah di salah satu sekolah di dekat rumah kami. Sam sekarang sudah mulai bekerja sebagai reporter stasiun tv dan jarang pulang. Aku kini berusia 17 tahun dan telah lulus dari sekolah dan mendapat peringkat pertama seangkatan. Dan sekarang, aku sedang berusaha untuk mencari pekerjaan untuk menambah penghasilan Sam. Aku memang mengakui, Lou tidak lebih menyebalkan saat ketika ia masih bayi. Ia sudah bisa diatur.
Tapi, bukan berati aku sudah melupakan kesalahannya yang sudah membuat keluargaku terpecah belah. Dan aku juga masih berfikir kalau Lou lah yang membuat dad pergi dari rumah dan tidak pernah pulang selama 2 tahun.
“ Gara gara kamu dad tidak pulang selama 2 tahun! ” aku selalu mengatakan hal itu jika aku sedang benci padanya. Walapun begitu, aku tau ia tidak akan pernah mengerti arti kata itu. Bahkan, mengejanya saja tidak bisa. Sam sudah tidak terlalu memperhatikannya lagi karena ia hanya pulang saat akhir pekan. Walau begitu, ia masih tetap bermain dengannya saat ia pulang. Bahkan jika ia pulang dihari biasa, ia bersedia mengantar Lou kesekolah walaupun baru beberapa menit ia sampai dirumah. Aku sendiri sama sekali tidak pernah mengantar Lou pergi kesekolah. Dan aku sengaja bangun setelah Lou pergi sekolah dengan pengasuhnya.
Sam sudah beberapa kali membujukku agar mengantar Lou pergi kesekolah, namun, aku selalu saja mengelak.
“ Sudah ada Maria yang mengantarnya! Lagipula, apa bedanya antara Maria yang mengantar dengan aku yang mengantar? Dia akan tetap sampai disekolah! ” kataku mencoba membela diri. Sam terlalu lelah untuk berdebat denganku dan memilih untuk diam.
-----
Dari kecil, aku memang tidak pernah bermain dengan Lou. Bagaimana bisa bermain jika berbicara padanya saja sudah membuatku teringat masa lalu. Pernah suatu hari Lou menangis meraung raung karena ia menjatuhkan sebuah vas bunga dan melukai jari telunjuknya. Entah kenapa saat itu aku sangat ingin menolongnya dan mebersihkan lukanya, tapi saat aku menghampirinya bayang banyang mom yang sedang melahirkannya dan meninggal saat itu juga, aku tidak mengurungkan niatku untuk menolongnya. Ketika itu juga Sam datang dengan tergopoh gopoh karena ia mendengar Lou menangis meraung raung.
“ Kenapa Lou? ” tanyanya. Lou menunjukkan jari telunjuknya yang berdarah. Kemudian kembali terisak.
“ Hanya luka kecil. Sebentar ya. Aku ambilkan obat dulu ” Ucap Sam. Ia berjalan ke arah dapur dan kembali dengan membawa obat merah dan kapas. Sam meraih tangan Lou yang kecil dan bersiap untuk meneteskan obat merah ke jarinya yang terkena pecahan vas. Namun, Lou menarik tangannya kembali sambil menggeleng.
“ Kenapa? Tidak akan sakit kok... I Promise ” Kata Sam meyakinkan Lou. Awalnya Lou tidak –terbujuk dengan apa yang dikatakan Sam, tapi lama kelamaan dia mulai menyerahkan tangannya kepada Sam. Dengan hati hati Sam meneteskan obat merah itu tepat ke bagian lukanya. Lou sedikit meringis kesakitan. Kemudian Sam menutup lukanya dengan kapas dan plester.
YOU ARE READING
Without Happy
Teen FictionSeseorang yang tidak pernah bahagia dan menjalani sisa hidupnya dengan seorang kakak yang sangat membencinya ditambah dengan penyakit yang secara perlahan menggerogoti tubuhnya.