SAM
Sudah 2 tahun aku tidak pulang kerumah. Terakhir aku mengirim surat kepada Lou sekitar 3 bulan lalu. setelah itu aku tidak punya waktu untuk mengabarinya karena jadwal kerjaku yang padat. Pernah suatu hari aku mencoba untuk mengirimkan surat kepada Lou, namun ternyata suratku dikabarkan tidak sampai karena ada beberapa masalah dari kantor posnya. Sedangkan dari tempat yang sedang aku tempati sekarang, tidak ada jaringan internet disini. Jadi aku tidak bisa mengirimi Alex email.
Beberapa kali aku membujuk bos ku untuk mempunyai waktu cuti beberapa hari agar aku bisa pulang. Namun bos ku tidak menyetujuinya dan tetap mempertahankanku untuk tetap bekerja. Bila aku memaksanya, ia selalu mengeluarkan jurus kata katanya yang membuatku diam dan memilih untuk tetap bekerja disini daripada pulang.
‘ bila kau tetap memaksa, aku akan memecatmu! ” kata kata itu yang membuatku tetap disini dan tidak pulang selama 2 tahun.
Hari ini aku bekerja seperti biasa dan sedang meliput keadaan yang sebenarnya tidak terlalu penting. Meliput kegiatan anak anak yang sedang bermain lumpur, bermain di taman bermain, untuk disiarkan pada acara ‘Bebasnya anak’ sebenarnya aku hendak membantah ketika bosku menawarkan untuk meliput anak anak ini, namun dari raut wajahnya aku tau dia akan mengatakan kata kata yang tidak aku sukai jika aku menolak. Dan dengan terpaksa aku harus melakukannya.
“ Sam, ada apa? ” ucap salah satu juru kameramen bernama Bobby yang sedang bersamaku meliput anak anak ini. saat ini kami sedang beristirahat menunggu scene berikutnya. Aku yang tengah minum sair sambil sedikit menggerutu menoleh.
“ Ada apa? Maksudmu? ” tanyaku tidak mengerti.
Sebenarnya pura pura tidak mengerti.
“ Akhir akhir ini kau terlihat sering menggerutu, marah marah, dan kesal. kau tidak suka lagi bekerja disini? ” tanyanya.
“ Itu sama sekali tidak benar. I love it ” ucapku berbohong. Dari raut wajahku, memang sudah terlihat bahwa aku benar benar tidak mood dalam acara ini.
“ Bohong! Aku tau kau sebenarnya ingin pulang, bukan begitu, Sam? ” Bobby bisa menebaknya.
“ Bob? Darimana kau tau? ” tanyaku sambil melotot kearahnya.
“ Weits... Relax Sam. Hmmm... dari wajahmu saja sudah terlihat kau homesick ( istilah untuk ‘rindu rumah’ ) ” jawabnya santai.
“ Bobby! Aku tidak homesick, tapi aku rindu adikku ” jawabku jujur “ Sudah 2 tahun kita tidak pulang, Bob. Apa kau tidak rindu pada keluargamu? ”
Bobby sudah berkeluarga. Dia mempunyai satu istri dan empat orang anak yang usianya masih sangat kecil. Anak pertamanya berumur 7 tahun sedangkan yang paling kecil 4 tahun. Tak jarang aku melihatnya membuka dompet hanya untuk melihat wajah wajah dari mereka sekeluarga.
“ Aku memang sangat rindu pada mereka. Tapi bos tidak akan mengizinkan kita pulang. Akhir akhir ini memang sangat berita dari luar negeri yang harus kita liput ” jawabnya pasrah. Ternyata bukan hanya aku yang ingin ambil cuti. Tapi Bobby juga.
--------------
Akhirnya acara ini bisa selesai juga dalam dua hari. Aku tengah bersiap siap untuk menerima gaji dari bos ku. Saat sampai diruangan, ia menatapku tidak senang. Pandangannya mengatakan bahwa ia sedang kesal padaku.
“ Sam, kau ingin ambil cuti? ” tanyanya dengan ketus. Kenapa tiba tiba bos menanyakan hal ini?!
“ Saya menginginkannya. Tapi jika bos tidak mengizinkan tidak mengapa ” jawabku tenang. Aku berusaha untuk tidak memaksa lagi. Aku mencoba sabar seperti Bobby. Tiba tiba bibir bos menyunggingkan senyum yang sangat lebar, setelah itu tertawa.
“ Aku akan memberimu waktu cuti ” jawabnya cepat. Aku melongo tidak percaya.
“ Maksud bos? ” tanyaku tidak mengerti. Kali ini benar benar tidak mengerti.
“ Iya. Kamu boleh pulang kerumahmu selama yang kamu mau. Karena aku melihat kesabaran dan kegigihan kamu dalam bekerja selama 2 tahun ini. dan pihak stasiun televisi kita telah menyerahkan tugas kalian selanjutnya kepada reporter dan kameramen yang lain. Beristirahatlah sejenak dan ambil waktu cutimu ” katanya sambil menyerahkan amplop. pekerjaanku. Aku menyunggingkan senyum lebar.
“ Dan bos tidak akan memecatku kan? ” tanyaku sambil melongok kedalam amplop tersebut. Uang yang sangat banyak.
“ Never. Saya tidak akan mengabaikan reporter yang bekerja bagus sepertimu kepada siapapun ” katanya sambil menjaba tanganku.
“ Terima kasih bos. Aku berjanji akan datang cepat ” jawabku senang. Setelah bos melepaskan tanganku, aku langsung pergi keluar sambil berteriak kegirangan. Setelah itu aku mengeluarkan handphoneku.
“ Halo... iya saya ingin pesan tiket pesawat........ "
YOU ARE READING
Without Happy
Fiksi RemajaSeseorang yang tidak pernah bahagia dan menjalani sisa hidupnya dengan seorang kakak yang sangat membencinya ditambah dengan penyakit yang secara perlahan menggerogoti tubuhnya.