ME : 04. Takdir macam apa ini?

82.9K 6.2K 279
                                    

---

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-
-
-

💕 Please comment and vote 💕

Andreas Dustin POV

Pagi harinya, gue keluar dari dalam kamar mandi hanya mengenakan jubah mandi saat gue melihat sarapan pagi yang gue pesan sudah tertata rapi di atas meja. Gue memang nggak pernah makan pagi di restoran hotel karena gue lagi nggak mau mengumpankan diri ke wanita-wanita yang mungkin akan gue jumpai di sana dan kepo segala hal tentang gue dari A sampai Z, dari yang penting dan nggak penting sekalipun.

Wanita kadang bisa sebringas dan seagresif itu. Gue sudah berpengalaman.

Aroma harum shower gell masih bisa gue cium dan rambut gue juga belum sepenuhnya kering. Kalau saja ada seseorang yang berada di dalam kamar hotel gue saat ini -- dan tentunya wanita -- dia pasti akan langsung menjerit dan loncat ke pelukan gue.

Kya...Kya..Kya... Nggak kuat adek bang.

Pasti pada menjerit begitu.

Hidup kadang memang bisa sekejam itu. Gue di berikan segala-galanya terutama kesempurnaan fisik di mata setiap kaum hawa.

Tapi hidup juga seadil itu ketika gue memiliki sifat menyebalkan,  angkuh, dan memiliki gengsi yang tinggi. Bagi orang-orang yang nggak kenal, gua akan di cap perfectionis, sombong dan songong.

Yeah, hidup itu selaras berkesinambungan. Gue masih sadar diri kalau gue ini manusia biasa.

Lelaki biasa yang bahkan belum bisa memilih wanita untuk di jadikan istri. Sifat gue yang menyebalkan itulah alasannya.

Atau mungkin si perawan Bianca mau kalau gue tawarin jadi istri gue?

Aihh, gue mencoba untuk menahan senyuman ketika teringat dengan ekspresi wajahnya tadi malam yang melihat gue seperti melihat malaikat pencabut nyawa. Gue tahu dia pasti terkejut karena gue pun juga sama terkejutnya meskipun gue bisa menutupinya dengan baik.

Gue mendekati meja makan, duduk di salah satu kursi yang menghadap langsung ke pamandangan spektakuler kota Hongkong. Mengangkat cangkir kopi hitam gue dan menyerumputnya perlahan. Rasanya nikmat.

Gue perokok walaupun bukan pecandu berat dan doyan kopi hitam. Macam kakek-kakek saja tapi terserahlah, karena kedua hal itu adalah kombinasi yang sangat pas.

Gue pelan-pelan menikmati sarapan gue yang hanya terdiri dari roti bakar dengan selai srikaya lengkap dengan buah pisangnya. Gue salah satu lelaki paling nggak ribet versi Mammy gue di rumah soal makanan.

Ngomong-ngomong tentang si Mammy, sepertinya gue teringat sesuatu.

Gue mengunyah roti, membersihkan tangan gue dengan tisu dan berniat mengambil ponsel yang tergeletak di atas meja yang ajaibnya langsung berdering saat gue sentuh dan gue tahu siapakah gerangan penganggu hidup gue pagi-pagi seperti ini.

[TERSEDIA DI GRAMEDIA] MARRIAGE EXPRESS[21+] || END ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang