10.

30 5 2
                                    

Krekk

Mereka semua tersentak dan mengakhiri mimpi masing-masing. Seketika cahaya matahari menusuk mata mereka dari celah-celah daun pepohonan hutan yang lebat, dan menyipitkan mata adalah hal yang paling tepat.

"Suara apa itu?" tanya Pinkkan sambil mengusap lembut matanya. Terlihat kalau ia masih mengantuk karena ia dapat jam jaga tadi malam. Semuanya mengangguk tanda tak tahu. Namun, Sabrina merasa kalau mereka sedang terancam disini. Entah rasa apa itu, tapi ia tahu betul kalau itu petanda buruk.

"Windy sama Zahra kemana?" semua melirik ke tempat jaga Windy dan Zahra saat Pinkkan berucap. Nihil, mereka tak menemukan seorangpun disana. "Mereka kemana?" mereka jadi saling tatap. Menjawab semua pertanyaan di pikiran masing-masing.

Kali ini tak hanya Sabrina saja yang merasa tak enak. Pinkkan, Lusi, Dheya juga merasakan hal yang sama. "Kok gua ngerasa gak enak ya?" Dheya yang lebih dahulu mengungkapkan perasaanya. "Gua juga" Lusi menanggapi. Sabrina dan Pinkkan mengangguk menyatakan bahwa mereka juga merasakan hal yang sama. "Gua takut, gua takut Zahra sama Windy bakal bernasib sama kaya.."

"DEWI!" ucapan Pinkkan terhenti karena teriakan Windy. Pandangannya mengarah ke belakang. Benar apa yang diteriaki Windy, disana berdiri Dewi dengan kondisi parah. Berantakan dan luka disana sini. "Lu gapapa?" Windy berlari dan mencoba menolong temannya tersebut. Dewi masih menunduk, ia terlihat sedih dan syok. Nafasnya berat, pandangannya kosong, wajahnya terlihat menyedihkan. "Shally," ia menghentikan kata-katanya.

"Shally kenapa?" Dheya bertanya sambil mendekat ke mereka berdua diikuti oleh Lusi dan Sabrina. "Pemberontak itu tahu kalau kita di hutan, waktu tidur kita diserang dan Shally.." semua saling tatap seolah tahu apa kata-kata selanjutnya yang akan diucapkan Dewi. "Udah, yang penting salah satu dari kalian ada yang selamat. Tau gak? Kita tuh udah berpikir kalau kalian udah gak ada," Sabrina menepuk pundak temannya tersebut. Ekspresi Dewi membaik kala diberi semangat oleh teman-temannya tersebut.

"Zahra sama Windy gimana?" Lusi mengingatkan. Semua kembali saling tatap tanpa ada yang bertindak. "Emang mereka kemana?" tanya Dewi, ia seolah tak tahu apa-apa karena dia memang tak tahu apa-apa.

"Mereka hilang, semalem mereka jaga. Tapi pas kita bangun mereka udah gak ada" Sabrina menjelaskan sabil melirik kanan kiri. Matanya terus mencoba mancari keberadaan temannya tersebut.
Teman-temannya yang lain juga ikut melakukan hal yang sama, berharap mendapat keajaiban.

"Mungkin kita harus ikhlasin mereka" perkataan Dewi membuat mereja saling melirik.

Lusi mendekat ke arah Dewi dengan keadaan emosi. "Maksud lu itu apa? Gua yakin kok mereka masih ada!" ia berkata tepat didepan wajah Dewi. Temannya yang lain tak ada yang berani berkata, bahkan bergerak sedikitpun. "Ikhlasin, ini hutan. Gak ada yang tau kan" Dewi membela dirinya dengan kondisi stabil berbanding terbalik dengan Lusi.

"Mereka masih ada! Mereka kuat, gak kaya apa yang lu bayangin" wajah Lusi merah menahan amarah. Dewi mengalihkan padangannya dari Lusi. Ia masih terlihat tenang seperti biasanya. "Tatap gua! Kita cari mereka sampai ketemu! Gua gak akan berhenti mencari walau yang gua cari itu cuma mayat mereka!" Lusi mendorong pundak Dewi kebelakang lalu melengos pergi. Dewi yang terhempas kebelakang berusaha mempertahankan keseimbangannya, walau pada akhirnya ia jatuh juga.

Pinkkan dan Dheya mengejar Lusi yang mulai menjauh, sedangkan Sabrina lansung menolong Dewi untuk kembali berdiri dan menyusul teman-temannya.

"Lu gak kenapa-kenapa kan?" tanya Sabrina sambil menuntun Dewi.

"Gak kok," Dewi melepas tuntunan dari Sabrina.

Sabrina melirik ke arah Dewi. "Luka lu itu kenapa?" ia menunjuk tangan Dewi yang penuh dengan luka lecet.

"Itu, waktu sekolah kita hancur. Mungkin gua kena reruntuhan atau apa lah. Terus waktu perjalanan nyari kalian setelah Shally di serang pemberontak, gua jatuh ke semak yang... Hmm, ada duri-durinya" Dewi menjelaskan sedikit ragu, mungkin karena ia tak ingin temannya itu tahu.

Sabrina yang mendengar cerita Dewi sedikit bergidik ngeri. "Tapi masih sakit gak sampe sekarang?" tanyanya. "Ya, sedikit ngilu" Dewi mengalihkan pandangannya, seolah ingin keluar dari pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan Sabrina.

Belum sempat Sabrina bertanya lagi kepada Dewi, tiba-tiba...

"Aaaaaa,"

Woman WarriorsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang