18.

15 6 12
                                    

"Hmm, tinggal gua sendiri sih" Dheya mengangkat tangannya.

Semua saling tatap, entah kenapa malah jadi suasana canggung seketika. "Oh okedeh, mau coba?" tanya Sabrina sekaligus mempersilahkan. Dheya menggeleng dan semua sudah tau jawabannya.

Suasana canggung kembali terasa. Namun tak lama terdengar suara hantaman beda berat. Semua diam dan tak dapat berpikir apa-apa. "Itu kemungkinan mereka, ayo cepat kumpulin slot peluru atau amunisi kalian masing-masing, kita serang mereka sebelum mereka serang kita." Pinkkan mengambil inisiatif untuk mempersiapkan diri. Tanpa pikir panjang, mereka mempersiapkan apa yang Pinkkan katakan, mereka tahu, bendera perang telah berkibar.

Lusi dengan senapannya memimpin didepan sedangkan yang menjaga dibelakang adalah Dewi, mereka membentuk posisi berbaris siaga agar siap dari serangan apapun. Lusi membuka pintu kayu yang menghubungkan ruangan senjata dengan gubuk kayu tua.

Semua terlonjak kaget saat melihat 3 laki-laki dengan senapan model sama tengah berdiri. Awalnya 3 laki-laki tersebut ikut kaget dan terdiam, mereka saling tatap. Ini merupakan kontak mata pertama mereka dengan pemberontak dan sialnya malah terjadi suasana canggung.

Dewi yang tak ikut saling tatap, melihat lambang itu lagi. Ia tahu siapa mereka. "Itu pemberontak, semua nyebar ke balik tembok, siapkan senapan kalian" dengan secepat kilat, suasana canggung berubah menjadi menegangkan. Teriakan Dewi menyadarkan semua lamunan mereka.

Lusi, Windy, dan Dheya berlindung dibalik dinding kanan dari pintu, sedangkan Zahra, Dewi, Pinkkan dan Sabrina berlindung di sisi sebelahnya. Para pemberontak mulai melancarkan serangan dengan senapan serbu mereka. Beruntung ada dinding pemisah, mereka tak akan terkena peluru sedikitpun kecuali mereka berkutik disana sampai mati.

"Kita gabisa disini terus!! Windy serang mereka pakai senapan lu, dari sisi gua, Pinkkan. Serang acak aja mereka, buat mereka ketakutan" Sabrina tahu suasana saat itu.

Pinkkan dan Windy bergetar ketakutan, peluru yang dilancarkan pemberontak makin membabi buta. Mereka tak juga menyerang, malah menunduk dan diam ditempat.

"Aaah lama kalian!!" Dewi berteriak sambil mengambil satu anak panah dari tas dibelakangnya, dia melancarkan satu serangan ke arah pemberontak tersebut tanpa ada aba-aba sedikitpun. Serangan pemberontak mulai memudar karena serangan 1 anak panah mendadak dari Dewi. Dengan wajah tak takut mati, Dewi berdiri diambang pintu menghadap ke pemberontak. Belum sempat menyerang kembali, satu anak panah berhasil melesat merobek jantung salah satu dari pemberontak tersebut. Sisanya kaget bukan kepalang saat melihat temannya tumbang. Dan detik berikutnya, mereka berdua ikut tumbang seperti temannya yang pertama.

Nafas Dewi tak beraturan, ini kali pertamanya ia membunuh seseorang, um tidak, malah tiga orang. Ia lemas bukan main melihat 3 mayat tergeletak akibat ulahnya, ia buru-buru sadar dan melupakan tiga mayat itu dan mengingat apa yang telah mereka perbuat kepada semua warga di kotanya. Untungnya ia bisa tenang saat itu juga
Teman-temannya keluar saat tak lagi terdengar serangan. Mereka kaget melihat ketiga orang yang tadi menyerang brutal mereka telah tergeletak tak bernyawa. Satu-satunya yang mereka pandangi saat itu juga adalah sang pembunuh yang berada di pihak mereka. "Am i a killer?" ucapnya dengan nada lirih.

Teman-temannya dibelakang saling tatap mendengar pertanyaan Dewi. "Kita membunuh orang yang salah, ingat apa yang telah mereka perbuat kepada seluruh warga Centrals, keluarga kita, teman kita, sahabat kita, dan orangtua kita. Lu membunuh orang yang tepat" ucap Windy memberikan sedikit semangat dengan menempelkan telapak tangannya ke pundak Dewi.

Semua ikut menempelkan telapak tangannya di pundak Dewi seperti yang dilakukan Windy. "Maaf tadi gua gamau nyerang mereka, gua terlalu takut untuk itu" Pinkkan bersuara. "Mafin gua juga gamau menyerang mereka, gua juga terlalu takut buat gerakin senapan ini" permintaan maaf kedua terlontar dari Windy.

"Dan satu lagi, lu bukan pembunuh, kita bukan pembunuh. Merekalah yang pembunuh!!" ucap Dheya dengan nada penuh kemarahan.

"Yaudah, sekarang kita coba beranikan diri buat nyerang mereka. Pertahanan mereka gabakal hancur kalau cuma Dewi yang berani nyerang! Apalagi kita punya senapan masing-masing. Kalau kita serang mereka dengan kompak, walau kita kalah jumlah, mereka juga akan kalah" kali ini Zahra bersuara, memberikan motivasi. Semua mengangguk. Mereka masing-masing mencoba untuk memberanikan diri mengangkat senjata mereka dan menyerang pemberontak. Walau sulit, ini satu-satunya cara agar mereka dapat bertahan keluar dari wilayah Centrals untuk meminta pertolongan dari kota sebelah. Dan tentunya juga, hanya mereka yang mampu membalaskan semua kekesalan orang yang telah mereka buhuh dengan keji.

"Sudah siap? Sebaiknya kita buat rencana. Kita akan keluar dari Centrals menuju kota tetangga dan meminta pertolongan. Senapan kita hanya untuk perlindungan, bunuh seseorang yang kaian anggap bahaya. Dan, seperti ini rencananya.." Sabrina mulai menujukkan kepemimpinannya. Semua membentuk lingkaran dan bersiap untuk segala rencana yang akan mereka bentuk.

***

Hei hei heii

Author seneng karena di bulan mei ini ada 2 karakter WW ada yang ulang tahun. Cieee habede buat Zahra sama Dheya. Jan lupa auhor mu ini traktir ya... [Tadinya ni part mau di publish bulan mei, tapi apa daya kuota authornya tidak mendukung ya (': ]

Dan udah mau bulan Juli alias tahun ajaran baru, doain ya author betah di sekolah baru..

Udah gitu aja, sekian. BAY!!

Woman WarriorsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang