17.

24 7 19
                                    

"LATIHAN YANG GILA!! Parah si, gua nagih latihan kalau tempatnya kaya gitu" Pinkkan adalah orang pertama yang keluar dari biliknya dan mengutarakan perasaannya. Disusul teman-temannya dengan yang lain, bedanya mereka tampak bungkam. Hanya senyum mengembang di bibir mereka.

"Modern banget ya tempat ini," Dewi menyelempangkan busurnya, panah di tas nya berkurang dan terlihat bahwa ia telah latihan dengan giat. "Kita tunjukin yuk hasil latihan masing-masing, di bantalan yang dekat lorong keluar tadi. Ayoo" ajak Sabrina, ia masih semangat karena teman barunya itu, Ruza. "Ayoo" semua berteriak sambil mengangkat senjata masing-masing. Di kondisi seperti ini memang aneh jika mereka malah bersikap kekanakan, namun tak dipungkiri, hal itu juga diperlukan agar tak terlalu tegang bukan?

"Yang pertama, gua mau yang senjatanya beda sendiri dari kita," mendengar ucapan Sabrina, semua sontak melirik Dewi yany baru sampai. Ia menghela nafas dan pasrah. Dewi berjalan ke garis batas penembak. Teman-temannya nampak sangat semangat.

Dewi mengambil busurnya dan sebuah anak panah berujung bulu, ia memasang panah tersebut ke tali busur dan menariknya dengan kekuatan penuh. Semua menganga melihat posisi Dewi saat ini benar-benar sudah seperti pemanah profesional. Tanpa menghiraukan teman-temannya, Dewi mulai membidik. Ia membiarkan kedua matanya terbuka agar titik tembak lebih akurat.

Dewi menutup matanya dan membiarkan tubuhnya setenang mungkin. Tepat setelah nafas berhembus, panah tersebut melesat dengan cepatnya. Panah yang ia lesatkan berjarak hampir dekat dengan bantalan paling tengah atau bantalan merah.

"Wow, baru sekali latihan udah seakurat itu" Pinkkan yang lagi-lagi terlalu bersemangat. "Lebay ih, coba lu sekarang yang nembak dong" Dewi mempersilahkan Pinkkan, dengan masih semangat 45, Pinkkan menuruti dan memasang posisi ditempat Dewi berdiri tadi.

"Lihat ya.." ia memasukan amunisi yang sudah diisi beberapa peluru ke dalam senapannya, sepertinya ia sudah cukuo mengerti cara penggunaan senjatanya itu. Setelah semua terpasang, ia merubah posisi kuda-kudanya dan mengangkat senapan miliknya. Posisinya benar-benar seperti penembak handal, semua juga tak luput berkat latihannya dengan alat canggih di bilik tadi.

Ia menarik sesuatu di senapannya, selongsong peluru keluar dari senapan tersebut membuat teman-temannya salah fokus. Mereka malah fokus ke selongsong peluru yang jatuh tersebut dan tak mempedulikan Pinkkan yang berhasil mengenai bantalan peluru. "Hei, kalian gak liat? Aduh gimana sih, yaudah deh gua ulang lagi," kegiatan Pinkkan yang kembali ingin menarik sesuatu di senapannya terhenti saat Sabrina menahannya.

"Windy, giliran lu" ucap Sabrina tanpa memperdulilan wajah Pinkkan yang berubah. "Eh, kan kalian gak ngeliat gua nembak barusan, jadi gua harus ngulang dong. Kenapa sekarang giliran Windy" protesnya. Tiba-tiba Windy berlari kearahnya dan menggeser posisinya. "Sekarang giliran gua ya Pinkkan, hus-hus" ia mengusir Pinkkan. Wajah Pinkkan makin tak terkondisikan, ia kesal bukan main. Pinkkan kembali ke barisan teman-temannya tanpa kata-kata.

Windy menghembuskan nafasnya, mencoba meraba senapannya yang tadi ia gunakan saat latihan. Senapan G36 lengkap dengan amunisinya siap untuk ia gunakan. Ia memasang posisi menembak sesuai dengan yang tadi diajarkan didalam bilik. Setelah sasarannya terkunci, tanpa pikir panjang ia menembakkan peluru ke bantalan tersebut. Hasilnya memuaskan.

Tak ada canggung sama sekali, itu menandakan bahwa latihannya tadi benar-benar berhasil. "Sekarang, Zahra" Windy menunjuk Zahra.

Senyum Zahra mengembang, ia berjalan ke tempat Windy tadi berdiri. Ia menyiapkan senapannya dan memasukkan amunisi kedalamnya, semua yang ia pelajarkan tadi ia terapkan saat ini. Senapan M4 lengkap dengan teropong keker mini siap digunakan. Tanpa aba-aba maupun mengeker sasaran, ia langsung menembak begitu saja. Semua terliat kaget sekaligus bingung, karena peluru yang ditembakkan tersebut mendarat di bantalan tersebut dengan sempurna. Zahra tertawa kecil, "itu gunanya latihan serius" ia berkata dengan sangat percaya diri. Ia berjalan kembali ke barisan sambil menyombongkan diri.

"Sabrina.." Dewi mempersilahkan. Sabrina menggeleng sambil menurunkn senjatanya, "silahkan saja, gua gak mau nunjukkin kemampuan gua disini untuk saat ini" ia menolak halus. "Oke, Lusi," kini Lusi dipersilahkan. Ia berdehem dan mengangkat senapan SS3 yang ia pilih.

Dengan langkah berani, Lusi berjalan menuju titik menembak. Ia membuka matanya lebar-lebar dan mengeker ke lensa keker yang terdapat di senapannya. Ia memasukkan satu slot peluru kedalam senapannya dan siap menembak. Peluru senapannya jauh melesat lebih cepat dari suara angin yang berhembus, saking cepatnnya teman-temannya sampai melongo tak percaya.

"Kalian gausah kaget, maklum aja SS3. Selera Lusi keren"  Dewi sang ahli senjata diantara mereka memberikan dua jempol kearah Lusi yang membuatnya tersipu. Semua ikut tersenyum karenanya.

"Ayo selanjutnya siapa lagi?"

***

Hahaha ngegantung, kcian.

Ini part terakhir sebelum semua karakter berpisah di dunia nyata, tapi semoga gaada yang sombong ya biar bisa kumpul bareng lagi dan bantuin author lanjutin cerita WOMAN WARRIORS (:

Selamat bersenang-senang di Jogja, Dewi, Sabrina, Lusi, Zahra, Windy, Dheya, Shally, Pinkkan. Jangan lupa author kesayangan ini dibeliin oleh-oleh ya... (:

BAY!!

Woman WarriorsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang