Chapter 2

28.4K 3.4K 483
                                    

Yang bisa ia lakukan ketika ketakutan melandanya hanyalah menangis. Selain menangis, ia akan menjerit dalam kegelapan, membabi buta segala yang ada di hadapannya sekali pun hanya udara hampa. Karena selama ini, sesuatu yang membelenggunya terasa sangat menyiksa―lebih dari apa pun.

***

Saat dirinya dihempas ke atas ranjang dan pukulan tak adil kembali menampar keras tubuhnya, Jihwan hanya mampu meratapi nasib―bertanya-tanya; kenapa ia terlihat sangat menyedihkan? Kenapa tubuhnya tak dapat bergerak tiap kali manik jelaga pria itu membelenggunya semakin erat.

Suara gebrakan pada laci nakas terdengar cukup kuat. Jungkook datang dengan dua helai dasi berbeda warna pun corak juga lakban hitam dalam genggamannya. Mendekat ke arah Jihwan, dirinya lantas menduduki pinggang istrinya yang kini tengah dalam posisi telungkup di atas ranjang.

Tangisan Jihwan semakin pecah, tubuhnya memberontak hebat namun tak cukup kuat memberikan perlawanan. Tenaganya tak seberapa dengan milik Jungkook. Meski begitu, sisa keberanian yang mencakup dirinya terus berusaha memberi perlawanan―berharap pria itu mau melepaskannya hari ini. Sayang, apa yang ia harapkan nyatanya tak sesuai ekspektasi.

Sehelai dasi berhasil tersimpul rapi, mengikat pergelangan tangannya amat kuat. Pria itu menuruni ranjang, beralih mengikat kedua kaki Jihwan dengan simpul yang sama. Usai melancarkan aktivitasnya, Jungkook bergegas menarik tangan Jihwan yang terikat, memaksa perempuan itu berdiri di hadapannya dengan tangis yang senantiasa mengalir deras di kedua belah pipi.

Bukannya merasa kasihan, Jungkook justru sangat menikmatinya. Melihat perempuan itu menangis dan berteriak histeris dengan tubuh telanjang juga derai air mata yang membuat permukaan wajahnya terlihat sembab. Jungkook merasa puas hanya dengan itu. "Tunggu dulu―aku akan memberimu hadiah sebelum kau mendekam di dalam sana." Tunjuknya ke arah lemari pakaian berwarna putih tulang yang berdempetan dengan dinding kamar. Ia lantas mendekat pada wajah Jihwan―yang berusaha untuk mundur namun tubuhnya malah limbung ke belakang dan akhirnya terbaring di atas ranjang. Jungkook terkekeh bahagia, sangat lucu. Menarik. "Jadi mau bermain dulu, hm?"

"Ayahmu datang jam delapan. Biar kulihat, sekarang jam―setengah tujuh! Wow, cukup untukku mendapat delapan kali klimaks jika kita bergerak cepat." Jihwan buru-buru menggelengkan kepala, isakannya terdengar kian jelas.

Seringai pria itu terlihat mengerikan, lebih dari apapun. Lidahnya yang bermain dalam mulut sudah lebih dari cukup membuat tubuh Jihwan menegang. Jungkook membuka kancing teratas kemejanya pun pergelangan tangan. Merangkak di atas ranjang, pria itu menduduki pinggul istrinya―mulai merunduk dan mendekati wajah perempuan itu. Napasnya menderu, dua menit hanya dihabiskan untuk mengagumi paras cantik Jihwan.

Sejujurnya, Jungkook belum pernah menyentuh perempuan itu secara intim. Ia lebih sering menorehkan luka pada tubuh Jihwan, berupa cambukan menyakitkan lewat ikat pinggangnya, menampar wajah perempuan itu hingga puas, menendang kaki juga paha―dengan begitu euforia akan menyambanginya. Ia merasa sangat senang jika sosok monster di balik topengnya mulai menampakkan wujud untuk menyakiti fisik mau pun mental Jihwan.

Jungkook mendecih―ibu jarinya langsung menyeka air mata di wajah Jihwan. "Dasar cengeng." Maniknya menerobos masuk, menyelami manik cokelat milik perempuan itu. Inti tubuhnya mulai mengeras, ia juga dapat merasakan bahwa jantung Jihwan berdentum acak tiap kali bibirnya berusaha mendekat. "Aku cukup sabar, melakoni peran protagonis di hadapan kedua orang tuamu sebelum kita menikah. Jadi, kurasa sekarang kau menyesal telah memilihku menjadi suamimu."

Perempuan itu meneguk salivanya sebelum menyahut, sedikit tergugu. "Tidak. Aku tidak akan menyesalinya." Manik sehitam jelaga milik Jungkook langsung menjurus tajam. Kedua tangan Jihwan yang tertindih terasa sangat sakit. "Aku tidak menyesal, karena aku mencintaimu." Ucapan tulus itu langsung dibalas tawa sinting yang cukup menggelegar di dalam kamar. Jungkook tak henti menatap remeh, menepuk-nepuk pipi Jihwan sambil menggeleng aneh.

LonelyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang