Chapter 39

19.6K 2.6K 533
                                    

Jihwan memaksa diri untuk terjaga, padahal ia baru mendapat waktu tidur sebanyak dua jam. Semalam suntuk ia berdiri di balkon dengan perasaan tak tenang lalu berakhir menemani Amora yang tertidur di dekat kakinya. Sekarang sudah pukul setengah enam pagi. Dia tidak berniat untuk membangunkan Jungkook lebih awal, sebab mengerti bahwa pria itu pasti masih butuh waktu untuk istirahat. Setelah selesai mencuci muka dan menggosok gigi, barulah Jihwan keluar dari kamar lalu menuju ke dapur.

Ada banyak bahan makanan yang bisa dimasak. Kemudian ia teringat bahwa teman Jungkook akan sarapan bersama mereka pagi ini. Jadi Jihwan bergerak lebih gesit sembari sesekali menguap―sungguh, rasa kantuknya begitu menyiksa, tapi sebagai seorang istri ia harus melaksanakan kewajibannya.

Selama setengah jam berada di dapur, rungunya mulai menangkap suara Jungkook dari arah kamar. Tak henti menyerukan namanya dengan nada membutuhkan lantas dengan terpaksa Jihwan mematikan api kompor kemudian beranjak menuju kamar. Tangannya menarik tuas pintu hati-hati dan saat memasuki ruangan itu, dia telah menemukan Jungkook dalam keadaan berantakan―hanya bertelanjang dada. Jihwan meyakini bahwa suaminya baru saja dari kamar mandi untuk memuntahkan seluruh isi perut dan sekarang sedang merasakan sakit kepala yang luar biasa, belum lagi perutnya yang bergolak seakan berputar-putar.

Jungkook mendengus begitu menyadari Jihwan mendekat padanya. "Kau baik-baik saja? Pasti semalam terlalu banyak minum. Siapa yang mengantarmu pulang?" kali itu Jungkook kembali menyemburkan napas lalu meraih Jihwan ke dalam dekapan. "Kau harus membersihkan diri dulu―ayo kubantu."

"Sekalian denganmu?"

"Apa?" Jihwan mendelik sambil berusaha membantu Jungkook bangkit dari atas ranjang. Tubuhnya sangat berat dan tak sebanding dengan tenaga yang Jihwan kerahkan.

"Kau juga belum mandi, ayo mandi bersama." Ya, kalau saja Jungkook tidak dalam keadaan kacau seperti ini mungkin Jihwan mau. Tapi ia sama sekali tak berselera dan pada akhirnya hanya bungkam, berpura-pura menurut agar Jungkook lekas beranjak. Tapi alih-alih menuju kamar mandi, Jungkook justru mencium bibirnya lembut hingga Jihwan mendaratkan pukulan keras tepat di dada.

Jihwan mengernyit, menghirup oksigen semampunya dengan perut bergolak usai mendapat rangsangan berupa bau alkohol yang menusuk. Sejemang Jihwan memejam seraya memijit pangkal hidungnya―sementara Jungkook mengamati dengan raut bingung. "Apa kau baik-baik saja, Ji?" tanyanya kembali merapat untuk menahan tubuh Jihwan, memegangi bahunya erat.

Sedari awal terjaga pagi ini, Jihwan memang agak merasa tak enak badan serta kelelahan. Teringat bahwa selama dua hari terakhir ia terlalu nekat membersihkan tiap celah di flat seorang diri saja―memforsir tenaga dan sekarang berakhir kehilangan sebagian kekuatannya. Mendadak Jihwan mendaratkan kepala tepat di dada bidang Jungkook. Kulit pria itu terasa lengket menyentuh pipinya. "Kau―cepat mandi. Aku akan menyiapkan sarapan. Bukankah temanmu akan kemari?"

Atensi Jungkook masih belum beralih begitu Jihwan menjauh dengan wajah tampak pucat. "Sepertinya kau sakit, Ji. Lebih baik istirahat saja. Aku akan menelepon Namjoon-Hyung―"

"Aku hanya kurang tidur. Aku bisa memasak. Aku akan menyelesaikan semuanya, jangan khawatir," pungkasnya dan segera berlalu dari kamar, meninggalkan Jungkook yang memandang heran. Kondisinya sendiri masih belum membaik dan sekarang Jihwan juga mengalaminya. Paling tidak pagi ini ia tidak menyusahkan istrinya. Lagi pula Jungkook masih bisa menggerakkan tangan dan kakinya―ia tidak benar-benar membutuhkan bantuan Jihwan untuk membersihkan tubuhnya. Hanya sekadar ingin menggoda saja lalu mengajak bercinta, sebentar. Tapi kemudian dia membatalkan niatnya setelah melihat raut pasi itu.

....

Tepat pukul tujuh, Jihwan selesai membuat sarapan cukup mewah―meski beberapa kali harus memuntahkan isi perut ke wastafel―lagi-lagi karena penghidunya terangsang oleh bau masakan yang berakhir menyebabkan mual. Tak lama setelah mencuci mulutnya dengan air yang mengalir dari keran, rungunya pun mendengar dering bel beberapa kali.

LonelyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang