Chapter 45

19.5K 2.6K 698
                                    

Rona merah dan basah kini telah menghiasi wajah Jungkook sepenuhnya. Sehabis menangis di taman belakang flat, mereka pun kembali dengan es krim yang telah mencair. Jihwan tidak peduli pada es krimnya, justru saat ini Jungkook terlihat lebih mengkhawatirkan. Meski ia melihat kelegaan dari sirat yang Jungkook torehkan, tetap saja ia merasa ada sesuatu yang janggal.

Jungkook masih belum bicara setelah mengganti seragam kerjanya dengan pakaian harian―berniat tak kembali lagi ke kantor sebab merasa kelelahan. Dia sendiri tidak menyangka bahwa dengan menangis energinya akan cepat terkuras. Tapi ini bukan hanya tentang hal sepele, sebab Jihwan mengerti bahwa batin pria itu tengah mengalami tekanan dan guncangan hebat. Selama dua minggu terakhir mereka banyak mengalami insiden tak terduga―dan Jungkook yakin bahwa masih ada masalah lain yang akan menghampiri secara perlahan. Jungkook harus bisa bersikap lebih waspada, terutama dalam menjaga Jihwan.

Sekarang ini ia sangat memahami situasi di sekitar mereka, dan Jihwan adalah pihak yang paling terancam―sekaligus keluarga perempuan itu. Sedang akar permasalahan itu sendiri ada pada Nyonya Jung. Jungkook rasa, ketenangan yang beberapa hari ini mereka peroleh hanya sementara saja. Pasti akan ada kejutan lagi. Pasti Nyonya Jung sedang mengatur rencana buruk di belakang sana, maka dari itu Jungkook harus berusaha untuk tetap berada di sisi Jihwan atau ia bisa saja kehilangan kesempatan.

Ketika Jungkook tengah sibuk melamun di tepi ranjang, Jihwan masuk ke kamar sambil membawa secangkir kopi panas dengan asap putih mengepul lebat―menebarkan aroma harum yang berhasil membuat Jungkook mendongak berselera. "Mungkin Anda butuh secangkir kopi, Tuan?" senyum perempuannya mengembang manis, menghampiri lalu duduk di sisi kanan yang sempat terasa hampa. Jungkook lantas tersenyum sambil meraih cangkir kopi yang Jihwan bawa bersama sebuah tatakan, memangkunya sejenak sebelum beralih menatap pemandangan di luar jendela kamar. "Aku belum bicara apa pun soal Delaney, bukan?" Jihwan kembali bersuara hingga membuat suaminya menoleh.

"Oh, benar. Kami belum bertemu lagi sejak itu, dan aku terpaksa mengandalkan sekretaris umum untuk membantu menyelesaikan pekerjaanku."

"Delaney belum siap bicara denganmu. Sore ini tolong temui dia, Jungkook," ujar Jihwan dengan nada lembut. Sejemang tangannya mengusap lengan kuat itu, kemudian menggenggamnya. "Besok dia akan meninggalkan Seoul." Sekejap Jungkook langsung melebarkan iris usai mendengar penuturan sang istri, membatalkan niatnya untuk menyesap kopi dengan perasaan tak nyaman. Ada raut tak percaya yang kini bersarang di wajahnya, tapi di sisi lain―Jungkook mulai memahami situasi.

Jihwan menyulam senyuman berat hingga beberapa detik, lalu memandang kosong ke arah lantai. "Beberapa hari yang lalu, sebelum kau dan ibumu bertengkar, kami sempat berpapasan. Saat itu Delaney ada bersamaku. Ibu bilang dia ingin bicara denganmu tentang sesuatu, jadi aku mempersilakannya menunggu di ruanganmu, lalu aku dan Delaney pergi ke kantin untuk minum teh. Aku membicarakan beberapa hal dengan Delaney, sekaligus memintanya untuk menemuimu lebih dulu sebelum pergi meninggalkan Seoul. Dan dia bilang, ia punya waktu sore ini. Aku mengizinkanmu untuk bertemu dengan Delaney dan kalian bisa berbincang secara pribadi. Kurasa―masih ada banyak hal yang harus kalian selesaikan."

Penjelasan Jihwan saat ini berhasil membuat Jungkook merasa makin tak nyaman. Mulai menerka bahwa mungkin saja Jihwan akan salah paham terhadapnya. "Jihwan, aku hanya mencintaimu, sungguh." Sedetik kemudian istrinya terkekeh pelan dan lekas menatap teduh. Kepalanya memberikan gelengan kecil karena merasa gemas.

"Jungkook, aku tahu itu. Aku tidak bermaksud mencurigaimu kali ini. Ini tulus, permintaanku. Ada yang harus kau selesaikan dengan Delaney. Dan jangan membuatnya menunggu."

Setelah memikirkan secara matang dan membuat keputusan, Jungkook akhirnya membalas dengan anggukan hingga mendapat sambutan berupa senyuman dari perempuan itu. Tatapan Jihwan memancarkan sejuta kenyamanan yang Jungkook harapkan, jadi hanya dengan memandangnya saja, Jungkook sudah mampu melenyapkan kegelisahan yang menderanya. Dia menyesap kopi lalu mengerang nikmat―memejamkan mata dan kembali menelisik paras sang istri. Tidak ada yang lebih nikmat dan manis selain itu. Jihwan selalu berhasil membuatnya merasa nyaman sekaligus tenang.

LonelyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang