EPILOGUE

31.9K 2.4K 941
                                    

Mengapa rasanya lama sekali? Jeon Jungkook selalu bertanya-tanya tapi tetap menikmati tiap sekon waktu yang ia habiskan. Menikmati kesendirian serta kerinduan yang merangkum seluruh dirinya sambil memandangi wajah teduh Shin Jihwan. Perempuan itu tertidur begitu nyenyak hingga berhari-hari, namun masih terlihat cantik sekalipun dengan paras terlihat pasi. Bulu matanya yang tebal dan lentik terlihat gelap di atas pipi, kontras dengan kulit putihnya.

Sejujurnya Jungkook nyaris tak sanggup melewati hari-hari tanpa Jihwan, akan tetapi dia mulai berpikir bahwa diam tak akan mampu mengubah segalanya. Jungkook harus bangkit dari keterpurukan dan bergegas menyibukkan diri. Ada bertumpuk-tumpuk pekerjaan yang harus ia selesaikan secepatnya.

Dia telah memikirkan dengan matang mengenai pengunduran diri dari jabatan yang kini ia tempati. Setelah Jihwan sadar nanti, ada baiknya Jungkook berhasil menyelesaikan banyak hal. Pekerjaannya, juga hubungannya. Semua benang merah yang mengikat mereka harus segera diputuskan ketika dirinya berhasil melihat Jihwan tersenyum kembali. Jungkook bahkan sudah menyewa sebuah apartemen studio super kecil dengan biaya murah, memindahkan barang-barangnya tanpa sepengetahuan siapa pun selain Taehyung hingga kini apartemen yang ia tempati hanya menyisakan barang-barang milik Jihwan.

Memang sejak hari itu Jungkook dan Taehyung menjadi lebih akrab satu sama lain. Taehyung menyimak berbagai beban yang Jungkook utarakan, namun tak mampu memberikan saran-saran bagus selain meminta Jungkook memaafkan diri sendiri. Melihat pria itu terpuruk membuat Taehyung bingung harus melakukan apa selain mendukung keputusan yang telah ditetapkan.

Lamunan Jungkook segera terpecah saat rungu menangkap suara derit pintu di belakangnya, nyaris membuat genggaman pada tangan Jihwan mengendur otomatis kemudian kembali mengeratkannya saat presensi Jimin tertangkap netra. "Sudah makan, Kook?" tanya Jimin santai dalam setelan jas putih kebanggaannya. Sebuah alat medis berupa stetoskop hitam menjuntai dari lehernya, senantiasa menemani setiap langkahnya selama berada di area rumah sakit. "Di ruanganku ada makanan, kalau kau mau. Tadi ibu membawakan banyak," tutur Jimin kemudian mengambil posisi duduk di kursi lain yang berdekatan dengan keberadaan adik iparnya.

"Nanti Hyung, aku belum merasa lapar." Jimin hanya mengendikkan kedua bahunya usai mendengar sahutan Jungkook, beralih memandangi Jihwan lantas menyulam senyuman manis.

"Jihwan akan baik-baik saja. Buktinya dia masih terus bertahan hingga saat ini." Sejujurnya ada perasaan nyeri yang dengan cepat langsung menyambar hati Jimin setelah bicara demikian. Di satu sisi ia berharap kalimat tersebut dapat menjadi suntikan semangat bagi Jungkook, namun di sisi lain Jimin merasa sangat rapuh tatkala mendapati kelopak Jihwan senantiasa mengatup rapat. Terlebih ia juga mengkhawatirkan janin dalam kandungan perempuan itu. Semakin lama Jihwan menutup mata dalam keadaan lemah seperti itu, maka semakin rentan pula mereka akan kehilangan keduanya.

Jungkook melepaskan tangan Jihwan dari genggamannya kemudian menatap ke arah Jimin. "Boleh aku meminta sesuatu darimu, Hyung?"

Sekejap Jimin mengedipkan kelopak matanya dengan cepat. Menyelami kesungguhan yang terpancar jelas dari sepasang mata bulat Jungkook. "Apa itu?"

"Akan kukatakan setelah Jihwan bangun nanti. Sekarang berjanjilah―bahwa kau akan mengabulkan permintaanku."

....

Awan mendung menggantung kelabu di langit, saling berarak menghalangi cahaya matahari sementara dedaunan kering yang jatuh ke permukaan tanah mulai tersapu angin. Sejenak Jungkook menyandarkan punggung pada salah satu tiang-tiang di pertokoan kemudian memijit pangkal hidungnya karena merasakan pening yang menghantamnya. Lengannya tengah memeluk tubuh mungil Amora―anjing jenis pomeranian yang baru ia adopsi beberapa hari lalu untuk menggantikan Amora lain yang telah tiada. Sambil memijit-mijit pangkal hidung, Jungkook mencoba mendongakkan kepala guna mengamati cuaca sore ini. Dia harus bergegas sebelum hujan turun, tapi Jungkook bahkan belum sempat membeli seikat bunga mawar putih yang seharusnya selalu ia bawa ketika mengunjungi Jihwan.

LonelyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang