Chapter 11

21.8K 3.1K 315
                                    

Ilalang tak pernah mampu mengatakan bahwa ia tak selalu baik-baik saja ketika angin menerpa atau bahkan malah badai yang datang menghancurkan. Namun menjadi hancur, mungkin adalah jawaban yang cukup pantas untuk diutarakan―jawaban atas luka dan pedih yang ia terima semasa ia dihancurkan. Yang tak sempat memberontak dan mencecar, namun menunjukkan akhir dengan keterpurukan.

Selama ini Shin Jihwan selalu diam, tapi hari ini ia menunjukkan segala kehancurannya. Saat mata indah gadis itu menatapnya dari belakang punggung Jungkook dengan raut tak terbaca, lalu akhirnya mengulas senyuman seraya membungkuk. "Senang berjumpa lagi dengan Anda, Nyonya." Ucapannya menyatakan adanya sekat di antara mereka sejak beberapa waktu lalu.

Bahkan Jihwan sangat ingat, dulu ia tak senang mendapati gadis itu membungkuk hormat padanya, malah merangkul gadis bernama Delaney itu merapat padanya lalu tersenyum seperti teman karib. Tapi kini Jihwan malah dengan senang hati menerima salam hormatnya. Ia ingin memberikan batasan pada gadis itu, agar tak bersikap seenaknya―menikam dari belakang tanpa rasa bersalah sedikit pun.

Jungkook mengangkat dagunya tatkala mengetahui Jihwan telah berpura-pura memejamkan mata sambil menghela pelan, "Delaney akan menemanimu hingga aku pulang nanti. Tolong jangan bertindak sesukamu, mengerti?"

Berniat tak mengindahkan permintaan pria itu, Jihwan malah memiringkan posisi tubuhnya untuk memunggungi. Kelopak matanya membuka perlahan dengan tangan kanan meremat sprai. Hatinya sakit, bahkan sangat. Ia tak ingin gadis itu ada di sini bersamanya. Ia lebih memilih sendirian ketimbang harus berada di ruangan yang sama bersama Delaney.

Merasa perempuan itu terlihat tenang, Jungkook akhirnya bisa menelusupkan tangan ke dalam saku dengan hela napas lega―menginstruksi Delaney untuk terlebih dulu keluar bersamanya dari ruangan itu dan ketika pintu kamar tertutup, Jihwan mulai membalikkan badan perlahan―sempat memastikan keberadaan Delaney lewat ekor matanya. Tidak ada siapa pun di sana. Ia sendirian.

Sambil meremat selimut yang mendekap hangat tubuhnya, Jihwan berusaha untuk mengubah posisi menjadi setengah tidur lalu mendorong punggung ringkihnya pada headboards. Ia menilik pergelangan tangan kirinya yang telah dibalut perban, mengulang reka adegan saat Jungkook mengobatinya dengan begitu telaten―lalu kelopaknya mengatup sendu.

Sesaat kemudian perempuan itu bergerak hati-hati guna menurunkan tungkainya, mendaratkan telapak kaki di atas lantai yang begitu dingin lalu melangkah pincang menuju pintu kamar. Dengan secepat mungkin ia mengunci pintu tersebut―lantas beranjak menuju nakas di dekat ranjang, menarik laci untuk mengaduk-aduk isinya dan berakhir mendesah gusar sebab kebingungan harus mencari ponselnya di mana lagi.

....

Jungkook tengah sibuk mengenakan pantofelnya di mana Delaney hanya berdiri sambil memegangi tas jinjing pria itu. Ia tersenyum kecil saat tahu Jungkook telah berdiri, menyambut tas jinjing yang ia berikan lalu tangannya bergerak perlahan hendak merapikan dasi yang mengalung pada kerah kemeja pria itu. Ia hanya mendapatkan gelengan pelan dari sang empu, merasakan sebuah kecupan hangat menghampiri bibirnya sebelum ia benar-benar ditinggalkan.

Sejenak, sebelum pria itu benar-benar lenyap dari jangkauan, Delaney berusaha menahan pergelangan tangan itu untuk menetap barang beberapa saat. Ia pasang raut pilu di wajahnya lalu berucap lembut, "Tolong sudahi ini, Jungkook."

"Apa maksudmu, Delaney?"

Yang ditanya tak buru-buru menjawab, malah mendenguskan napas dengan tatapan sedih. "Hentikan perbuatanmu. Kenapa tak kau katakan semuanya pada Jihwan?" ucapan itu langsung membuat air muka Jungkook berubah sengit, menyunggingkan senyuman yang terkesan memuakkan.

"Kalau kau sedang berusaha melemahkan pertahananku, sebaiknya kau lupakan saja, Delaney. Aku tak akan mendengarkan omong kosong, sekali pun itu darimu."

"Tapi ini keterlaluan, Jeon Jungkook."

"Tahu apa kau? Tahu apa kau mengenai penderitaanku, hm? Wanita itu telah membunuh Ayahku dan aku sedang berusaha menyiksanya juga lewat putri kesayangannya ini. Apa aku salah?" Delaney menghela napas kebingungan―mengalihkan wajahnya dengan tubuh gemetaran.

Atmosfer di ruangan itu berubah seketika, sungguh tak menyenangkan dan tiba-tiba saja Delaney ingin mundur, mengalah dari sana. Namun manik mereka bertemu sekali lagi saat Jungkook menarik dagu indah itu menujunya.

Manik jelaga itu mengunci setiap pergerakan Delaney, gelap, penuh ancaman, membuat gadis itu tak mampu berkutik sedikit pun. Karena ia tahu risikonya jika ia tak mengindahkan apapun yang pria itu katakan. "Delaney, kau masih ingat tugasmu kan? Cukup diam dan tutup mulutmu itu. Samarkan apapun yang terlihat." Secepatnya Jungkook menepis dagu gadis itu cukup kasar―lekas berlalu dengan raut muak yang kentara begitu jelas dari air mukanya. Membanting pintu utama cukup keras hingga seorang gadis yang berdiri di sana merasa tersentak kaget.

Delaney masih diam dengan posisi yang sama, wajahnya menghadap pada lantai kayu yang ia pijak―tersenyum tipis dengan kelopak mata mengatup rapat. Kedua tangannya saling mengepal kuat di sisi tubuh. "Akan kulakukan apa pun, selama aku tetap berada di posisi aman, Jeon Jungkook."

....

Pukul setengah dua belas siang Jungkook menyelesaikan rapatnya dengan beberapa klien lantas memasuki ruangannya dengan begitu angkuh―melonggarkan dasi yang terasa seakan mencekik lehernya lalu duduk di atas kursinya dengan kelopak memejam.

Tak ada yang menarik hari ini, semuanya berjalan normal, bahkan terlalu normal hingga membuatnya merasa jenuh berhadapan dengan hal yang sama setiap harinya. Ia tak menggunakan waktu istirahatnya barang untuk menikmati makan siang di kantin bersama beberapa rekan, malah menyendiri di ruangan sambil merenung. Kedua sikunya menyangga di atas meja lalu dagunya bertumpu pada dua tangan yang saling menggenggam satu sama lain.

Ucapan Delaney pagi ini benar-benar mengganggu kinerja otaknya, membuat ia sedikit banyak khawatir jika gadis itu mungkin saja akan bertindak gegabah untuk menjatuhkannya. Ia tak mengindahkan perkataan Delaney pagi ini, namun bukan berarti ia tak memedulikannya secara sungguhan. Bahkan kini Jungkook benar-benar merasa pusing hanya karena memikirkannya. Mencari-cari cara agar kuasanya tetap bertahan mencengkeram pergerakan kecil Delaney. Yang ia tahu―Delaney butuh banyak uang darinya, jadi ia harus sedikit lebih berani menekan gadis itu untuk menuruti apa pun yang ia inginkan.

Jungkook menghela napas sesaat, sampai dering pada ponselnya berhasil mengusik pendengaran lantas ia meraihnya dengan gerakan gesit, menggeser tombol hijau untuk menerima panggilan dan menekan ponsel pada telinganya dengan raut tak terdeteksi.

"Siapa yang sebaiknya lebih dulu menyapa?" tanya seseorang di seberang sana dengan tawa yang terkesan menyindir―membuat Jungkook langsung menautkan alisnya bingung.

"Maaf, Anda ini siapa?" lagi-lagi ia mendengar suara tawa dari seberang sana. Tawanya tak cukup asing, ia mengingat samar tawa itu. Seorang pria―yang ia rasa pernah singgah cukup lama dalam kehidupannya. Ia berusaha mengingat lebih jelas.

"Jeon Jungkook, masa kau tak ingat Hyungmu ini?" seketika iris pria itu melebar begitu cepat―rahangnya turun beberapa senti sebelum akhirnya beranjak dari kursi dengan raut girang.

"Namjoon-Hyung? Apakah ini kau?"

"Ya, ya. Dasar bocah nakal. Tolong jemput aku di Bandara ya, sekalian kita minum kopi di luar." Rasa bahagia membuncah begitu sempurna, membuatnya terus berseru senang.

"Segera, Pak!" ujarnya dengan senyuman amat manis lalu melangkah lebar meninggalkan ruangannya.

Pria itu, Kim Namjoon―ia sangat ingat keakrabkan mereka yang sempat terjalin. Dan ia melangkah semangat untuk membawa kembali satu-satunya sahabat yang ia miliki sejak kedua orang tuanya pergi. []

***

Yeay! Siapa yang jawabnya Namjoon? Iyalah, kodenya kentara banget ya wkwk xD aku sebenernya udah lama pingin banget jadiin Namjoon pemeran yang cukup penting di storyku. Kenapa? Karena dia suamiku juga :v ehehehe.

Kritik saran ke depan, gimana?

Big Luv,

Kiki

LonelyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang