Chapter 43

20.9K 2.6K 893
                                    

Butuh waktu setengah jam lebih bagi Jungkook dan Jihwan untuk bersiap-siap sebelum menuju kantor. Jungkook terus memaksakan diri demi menyelesaikan pekerjaan, sebab dokumen-dokumen yang semakin menumpuk di ruangannya harus segera ditandatangani dan Jihwan berniat menemani meski sempat mendapat penolakan. Memang istri mana yang bisa dengan mudahnya memberi izin sang suami untuk pergi bekerja sementara kondisi fisiknya sedang lemah? Jihwan tentu bukan tipikal perempuan yang bisa didorong menjauh jika melihat situasi terburuk ada di hadapannya.

Sejemang ia memandangi Jungkook yang tampak kesusahan mengenakan dasi selagi ia sibuk menjejalkan beberapa keperluan ke dalam tas jinjing. Lalu hatinya tergerak untuk mendekat dan langsung mengandalkan tangan piawainya. "Kau bisa meminta bantuanku. Ini tugasku sebagai istrimu," tutur Jihwan dengan iringan senyum saat melirik pria di hadapannya.

Jungkook tersenyum kecil seraya mengulurkan tangan untuk mengusap puncak kepala perempuan itu. "Maaf sudah banyak merepotkanmu, Ji."

"Bukan masalah sama sekali." Jihwan menggeleng kepala kemudian berjinjit untuk mengecup kilat pucuk bibir sang lawan. Manik cokelatnya tampak cerah sementara lingkaran hitam dibawah mata sudah tersamarkan oleh alas bedak. Rasa lipstik yang Jihwan kenakan kini melekat di bibir Jungkook hingga membuat pria itu mengulumnya beberapa detik, lantas tersenyum hingga menampilkan lesung pipitnya. "Senyum yang manis, Tuan. Tapi aku benci ketika kau memamerkan lesung pipitmu itu."

"Akan kuberikan jika aku bisa. Sini, biar kugigit pipimu." Tawa Jungkook menguar seketika, berusaha menggoda Jihwan dengan mendekatkan wajah hingga membuat perempuan itu berlari menghindarinya. Jihwan tertawa seiring pelariannya, sampai berakhir tertangkap dengan lengan Jungkook yang memeluk perutnya dari belakang lalu membubuhkan banyak kecupan manis di belah pipi. Mereka tertawa. Benar, pagi ini keheningan bukanlah teman keduanya. Kesepian bukan sahabat keduanya. Mereka tertawa seakan telah mengalami kejadian menyedihkan selama bertahun-tahun.

Napas Jungkook berbaur menjadi satu dengan milik Jihwan. Aroma mereka―citrus dan mawar saling berkolaborasi menjadi sesuatu yang baru lalu berpelukan mesra saat langit semakin terlihat cerah. Jungkook menghirup dalam aroma tubuh Jihwan selagi matanya memejam dengan iringan senyum. Jemarinya membelai rambut panjang itu dengan lembut, membisikkan rayuan-rayuan pagi yang membuat senyum Jihwan mengembang lebih lebar disertai menguarnya hawa panas.

Sekarang hanya ada rasa nyaman yang terus melingkupi. Ketika tangan hangat Jihwan menangkup sisi wajah Jungkook dan ketika lengan Jungkook melingkari pinggang ramping itu, lalu manik mereka bertemu di satu titik―semuanya terasa begitu damai seperti saat fajar datang setelah malam gelap yang mencekam lenyap. Jungkook mengecup kening perempuan itu cukup lama lalu mengulas senyuman lagi begitu matanya menangkap paras cantik sang istri. "Terima kasih, Ji."

....

Tepat ketika Jihwan ikut masuk ke dalam gedung kantor di mana sang suami bekerja, tiba-tiba saja rasa gugup menjalari tulang belakangnya hingga menyeret langkah saja terasa jauh lebih sulit. Ada banyak karyawan yang menyapanya, menyambutnya dan memberikan hormat. Hal itu membuat Jihwan merasa istimewa tentunya―berusaha untuk menuai senyum sambil menggandeng lengan Jungkook erat-erat acap kali sepatu haknya membentur marmer lebih tegas. Jungkook menoleh sepersekon lamanya sembari mengerutkan kening, sedang Jihwan hanya mengulas senyuman paksa saat tahu pria itu merasa heran.

"Iya-iya, santai saja. Semua orang bisa mendengar suara ketukan heels-mu," bisik Jungkook lirih dengan iringan senyum, memancing Jihwan untuk mendongak lalu mengerucutkan bibir.

"Mereka semua memandangiku. Aku bukan artis, model atau buronan. Lihat―sebagian menatap kagum lalu lainnya menatap penuh teror. Aku jadi merasa gugup. Atau jangan-jangan aku tidak pas menjadi gandenganmu―ya, maaf jika aku tidak cukup cantik." Melihat raut murung itu, seketika Jungkook pun terkekeh. Buru-buru mengusap puncak kepala sang istri karena merasa gemas lantas melontarkan kalimat manis.

LonelyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang