Choices

1.4K 198 19
                                    

Seperti biasa, belum di proofread. ENJOY! MUEHEHEHEHEHE

.............................................................

'Aku cinta sama kamu, Vin.'

Suara gadis itu menggema di kepalanya, Viny berhenti di depan pintu. Dia memejamkan matanya, menggertakkan giginya.

Lo tuh udah berubah jadi apa sih?

Bukannya udah cukup dia harus memikul apa yang udah lo perbuat ke dia? Kebencian Ibu lo udah ngeracunin lo, jangan berubah jadi Ibu lo. Dengerin hati lo Viny, lo cinta sama dia. Lo gak bisa memutar balik apa yang udah terjadi tapi jangan biarin dia menderita lebih dari ini.

Di lantai atas Shani masih melawan sekuat tenaga, dia menendang, menggigit, melayangkan tinju kemana saja, berteriak meminta tolong.

"Si perek ini ya!" yang bertubuh gemuk memaki saat Shani berhasil menendang salah satu kakinya, "Diem!" Bentaknya dan menampar Shani sampai gadis itu hampir kehilangan kesadaran.

"Sodokin kont*l lo ke mulutnya biar dia ga teriak lagi!" Ucap yang memakai kacamata pada si gendut.

"Iye bentar!" dia menurunkan risletting celananya sementara satu remaja lainnya menduduki Shani dan merobek lengan bajunya. Lelaki itu hendak merobek seragamnya ketika seseorang menarik kerah bajunya dan menariknya dengan kasar ke belakang.

"What the fuck?!" Makinya saat melihat Viny berdiri di sana, si tambun meringis di pojokan, sepertinya Viny meninju wajahnya, sementara yang bertubuh tinggi jangkung sudah tidak terlihat dimanapun.

"Pergi," ucap Viny dingin, melindungi Shani.

"Tapi bro, kita belum-"

"Pergi," ulang Viny.

Lelaki yang bertubuh tambun berdiri, mengangguk pada temannya, mengatakan pada pria itu untuk tidak macam-macam dengan Viny. Dia tahu benar untuk tidak melakukan hal itu, pertama dia tahu Viny bisa bertarung, kedua dia tahu mereka tidak akan selamat kalau teman-teman gadis itu sampai mengetahui kejadian ini.

Setelah mereka pergi, Viny menatap Shani yang tengah meringkuk di sudut ruangan, pakaiannya kusut, rambutnya berantakan dan tubuhnya gemetar. Viny berlutut di hadapannya. Dia melepaskan jaketnya dan memakaikannya pada gadis itu. Shani masih mengalami shock sehingga ia tidak melakukan apapun saat Viny menggendong tubuhnya.

Dia menggendong Shani ke lantai bawah seakan gadis itu kehilangan berat badannya, hampir berbenturan dengan Sen yang masuk ke dalam toko.

"Eh, Viny? Mau kemana...?"

Viny tidak menjawab dan meninggalkan toko dengan Shani berada di gendongannya. Viny melewati gang-gang kecil menuju apartemennya untuk menghindari perhatian. Ia menurunkan Shani setelah tiba di apartemen, merogoh kuncinya dari dalam saku. Dia kembali menggendong Shani dan naik ke lantai atas. Gadis yang lebih muda itu hanya menatap pada ketiadaan, tidak mengucapkan sepatah katapun, tidak protes. Viny menggigit bibirnya sendiri, apa yang sudah dia lakukan.

Dengan hati-hati ia membaringkan Shani di atas tempat tidurnya, menjaga jarak dan duduk di tepi ranjang. Hatinya sangat sakit melihat Shani seperti ini, namun dia tahu meminta maaf tidaklah cukup untuk menebus apa yang sudah dia lakukan. Dia mengkhianati kepercayaan gadis itu. Matanya mulai terasa seperti terbakar saat dia mencoba menahan air matanya, menangis tidak akan memperbaiki apapun, pikirnya.

Dengan tangan yang gemetar, dia mencoba mengusap rambut Shani, namun gadis itu menghindar dan beringsut semakin jauh. Gadis yang lebih muda itu melingkarkan tangannya di lutut, mengayunkan tubuhnya pelan.

"Kenapa?" Ucap Shani dengan suara bergetar, "Apa salah aku?"

Viny tidak bisa menemukan suaranya, dia hanya duduk disana, menunduk menatap seprai putih, menggertakkan giginya.

V for VendettaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang