11. Lanjutan Dongeng

72 13 0
                                    

.

Around Farewell

.

Melihat sosok yang tidak ingin ia temui, membuat Inseong memasang wajah datar yang malas. Itu adalah Tn. Kim; Ayah Inseong. Pria tua itu duduk di sofa ruang tamu, ditemani Youngbin dan Chani di sudut sofa.

“Kenapa di sini?”

Tn. Kim tersenyum singkat.
“Karena kita keluarga.”

Inseong mendesis sinis, membuang pandangannya dari sang Ayah. “Keluarga?”  Kemudian ia menatap Youngbin dan Chani; meminta penjelasan. Tapi, mereka berdua menghindari tatapan sang Putera Mahkota. Miris dengan situasi, Inseong bergumam kecewa. “Ah, kurasa keluarga hanya sekedar soal berbagi darah yang sama.”

Tn. Kim berdehem pelan dan angkat bicara setelah beberapa detik ia terdiam. “Mereka tidak mengatakan apa-apa. Kau meremehkan kemampuan Ayahmu?” Langkah Inseong terhenti, ia menoleh pada Tn. Kim.

“Menemukanmu bukanlah perkara sulit.” Tn. Kim mengangkat sudut bibirnya singkat, merasa diatas angin.

Inseong mengangkat bahu tak acuh. “Terserah.”

Sesaat sebelum Inseong melanjutkan jalan ia kembali menoleh, ia tersenyum mengejek. “Berhenti berpikir kau tahu segalanya. Tua Bangka.”

.
.

“Hana-ya. Aku.”

“Ya? Kau kenapa?”

“Lanjutan Dongeng,”

“Hah? Maksudmu?”  Hana  mengerut, kurang paham dengan apa yang ingin Seungmi katakan padanya. Tapi, detik berikutnya ia memekik senang. “Ah! Lanjutan Dongeng?! Tuan Puteri dan Putera Mahkota?!” Semangat dan antusias menerpa Hana kuat, ia bahkan hampir mendorong Seungmi saking semangatnya.

Tanpa aba-aba Seungmi memasuki  suasana ceritanya dengan nada suara yang cukup berat. “Puteri itu, mulai jatuh. Meski tahu itu akan sakit. Ia tak punya pilihan lain. Pikiran dan hatinya sudah dimiliki sang Putera Mahkota.” Seungmi melirik ke sekitar. Tempat duduk Inseong sudah kosong.

“Bagaimana dengan perasaan Putera Mahkota?”

“Kurasa, ya. Dia juga menyukai Puteri yang selalu ia jaga dan perhatikan.”

“Ah, Happy Ending?”

“Belum, kurasa.”

“Putera Mahkota, ia berusaha menyatakan perasaan pada sang Puteri. Tanpa tahu alasan dibalik nasib buruk yang sang Puteri dan keluarganya,” papar Seungmi sedikit terisak. “Sang Puteri bingung. Ia sangat menyayangi keluarganya, tapi ia juga mencintai putera mahkota.” Seungmi menghela napas cukup dalam dan menatap Hana, gadis itu bahkan sempat terisak.

“Kenapa kau menangis?”
Hana bingung melihat isakan singkat Seungmi yang kini berubah menjadi bulir bening yang mengalir cukup deras di sudut matanya. “Apa terjadi sesuatu?”

“Hana-ya, apa yang harus aku lakukan?” Jerit Seungmi tertahankan. “Aku menyukainya, tapi aku tak berhak menyukainya.” Isaknya semakin menjadi.

“Apa? Kim Inseong? Kau bodoh atau gila? Memang dia apa? Sampai kau tidak berhak menyukainya?” Hana membentak keras. “Gadis bodoh! Baru kemarin sore kau terisak karena pria berandal yang bahkan tidak tahu cara meminta maaf!”  Hana menggeram tidk tahan, ia bahkan kini ikut terisak. Memukul cukup keras pundak sang sahabat. “Sekarang kau mau terjebak di kandang emas milik putera mahkota?”

Seungmi terdiam menatap Hana cukup lama, sampai akhirnya Hana menunduk; menghidari mata Sengmi. “Aku, aku tahu. Dongengmu, dongeng sang puteri. Semuanya tentangmu dan Inseong kan?”  Hana   menghindari kontak mata dengan Seungmi. “Asal kau tahu, kau lebih dari cukup untuk mendapat kebahagiaan. Jangan mau jatuh dan kembali merasakan sakit. Itu saranku.”

.
.

“Kau menangis?”

Seungmi hampir jatuh melihat dan mendengar suara pria yang menegurnya. Gadis itu berusaha berjalan dan mengusap kasar air matanya.

“Kenapa?” Cegah Inseong berdiri di depanya. Seungmi mecoba kembali menghindar namun tanganya ditarik Inseong.

Seungmi kesakitan, ia berteriak parau. “Kenapa semua pria hanya pintar menggunakan kekerasan?!” Seungmi menatap Inseong, gadis itu terisak. Inseong terdiam dan melepaskan tangannya.

“Aku mau pulang, bisa kau pergi?”
Seungmi sedikit menabrak sudut pundak Inseong dan berlalu.

“Kenapa? Apa yang membuatmu menangis? Siapa?”

“Kau! Bodoh!"

Seungmi menjerit dan berusaha berlari. Tapi tidak bisa, kakinya lemas. Seungmi terduduk, menenggelamkan kepalanya dan kembali terisak cukup keras. “Bodoh, kenapa kau? Kau jahat! Kenapa kau baik padaku? Kau jahat!” Isaknya keras, Inseong menghampiri Seungmi dan membantunya berdiri; ia memeluknya.

“Bodoh, jika aku baik padamu. Itu artinya aku menyukaimu. Kenapa kau membentakku seakan aku orang yang jahat?” Bisik Inseong pelan dan mengusap punggung Seungmi, mencoba menenangkan gadis yang ia sukai itu.

Berggumam di sela isakkannya, Seungmi tergagu-gagu. “Memang aku siapa? Kenapa juga kau menyukai gadis biasa yang msikin sepertiku?” Seungmi di sela dada bidang Inseong, merasakan kehangatan aneh yang membuatnya menjadi tenang.

“Aku menyukaimu karena itu dirimu.” Inseong menepuk pelan puncak kepala Seungmi.

Seungmi berdecih kecil sedikit kecewa. “Ah, sayang sekali. Padahal aku berniat mengakui perasaanku duluan.”

Hal itu membuat Inseong melepaskan pelukannya yang sempat ia eratkan. “Datang dari mana keberanianmu? Menyatakan cinta padaku dengan tampilan seperti ini?” Ejek Inseong dengan senyumannya.

“Apa? Aku tahu aku jelek. Lihat? Eyeliner murahan yang kupakai luntur; menutupi semua mataku!” Rutuk Seungmi menunjuk tidak jelas ke arah matanya. “Meski begini, apa kau masih akan menyukaiku? Si buruk rupa?” Isak Seungmi mengsuap air matanya.

Inseong tersenyum, ia kembali memeluk dan mengelus pelan punggung Seungmi. “Aku tidak pernah bilang kau jelek. Aku hanya khawatir melihatmu menangis di tengah malam.”

Seungmi tersenyum singkat dan membalas pelukan Inseong. Tapi detik berikutnya ia melepas dan menatap Inseong bingung. “Kau, kenapa belum pulang?” Seungmi mengerutkan alisnya.

“Aku? Menunggumu.” Senyum Inseong dan menggandeng lengan Seungmi, “Bukankah kemarin aku bilang; ada yang ingin aku katakan padamu?” Inseong memastikan ingatan Seungmi. Seungmi mengangguk malu. Ah, ia tidak mengira Inseong akan langsung menyatakan perasaanya.

“Baik, aku mulai sekarang!”

Inseong dan mengeluarkan sebuah liontin dari sakunya. “Untukmu. Tadinya aku ingin membeli cincin, tapi kurasa kita harus membelinya bersama jika itu harus cincin.” Inseong memakaikan Liontin berbentuk bunga matahari itu di leher Seungmi. “Asal kau tahu. Kau, orang pertama yang membuatku tersenyum di Seoul ini. anggaplah itu suatu kebanggaan dan pakai ini.” jelas Inseong yang mengundang kikikan dari Seungmi.

“Kenapa tertawa? Aku bersungguh-sungguh. Ini tanda cintaku, jangan sampai menghilangkannya.” tegur Inseong dengan kikikan yang sama membuat tawa Seungmi menjadi. “Ah, kurasa aku kurang serius. Maaf.”

Kikuk Inseong dan meraih tangan Seungmi, ia berlutut. “Aku ulangi,”

“Aku; Kim Inseong. Menyukaimu; Shim Seungmi. Bukan karena wajah bahkan harta, aku menyukaimu karena kau adalah Seungmi. Maukah kau menjadi pacarku?”

.

.

[cerita berlanjut...]

.

.

Note:

Aciaaaa!! Seungmi yang ditembak, aku yang degdegan!

Aw!
Terima gak yaaa?!
Inseong udah berlutut!
Ayo terima!

Tapi, gak ada yang tahu. Tunggu di chapter selanjutnya!

Pemirsa tugasnya KOMEN DAN VOTE!
supaya tembakan Inseong diterima!

Ditunggu!
Dah! Pemirsa!
Muach! <3

Around Farewell ° SF9's Inseong °Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang