Saat pacaran, gue bukanlah tipe cewek yang over protective, yang setiap cowoknya ngapain harus laporan.
Tapi, waktu pacaran sama Taeyong, Taeyong malah selalu laporan sama gue. Mau apa, sedang apa, atau sudah ngapain saja dia hari ini.
"Jis, pulang sekolah aku main ps di rumah Johnny ya!" Kata Taeyong.
"Iya.." Jawab gue. "Udah di bilangin, kalo mau main ya main aja." Seru gue.
"Nanti kamu ngambek, chatnya aku bales lama."
"Gak bakaaal. Aku ngerti kok, kamu perlu main sama temen-temen kamu juga."
Menurut gue cowok memang gak boleh di larang ini itu. Mereka juga perlu refreshing, gak melulu cinta-cintaan sama kita.
"Iya, iya." Balas Taeyong. "Kalo kamu ngerasa aku terlalu banyak main sama anak-anak, inget, aku punya waktu main sama temen-temen pas masih muda aja, sama kamu aku punya waktu seumur hidup." Lanjutnya.
Gue senyum.
Dulu gue pikir itu berlebihan.
Bisa-bisanya Taeyong yang masih 18 tahun mikir begitu.
Tapi, setelah putus gue malah berharap Taeyong megang omongannya.
"Emang kita bakal nikah?" Tanya gue sambil ketawa. "Kamu tuh mikirnya jauh banget!"
"Emang kamu gak mau nikah sama aku?"
"Ya kita kan gak tau jodoh kita siapa?"
"Aku tau, jodoh aku kamu."
"Yeee, maksa."
Dulu gue beneran gak punya bayangan bakal nikah sama Taeyong. Tapi, setelah putus gue malah berharap Taeyong... jodoh gue.
Setelah balik dari rumah Johnny waktu sore hari, Taeyong sering mampir ke kostan gue.
"Kamu dimana?" Tanya Taeyong lewat telepon.
Gue yang baru bangun dari tidur siang menjawab, "Di kost, baru bangun tidur. Kenapa?"
"Aku mampir ya!" Katanya. "Tunggu di depan."
Bukannya ke depan, gue malah tidur lagi, sampe Taeyong nelepon gue lagi.
"Jis, aku di depan. Keluar dooong." Katanya.
Dengan malas, gue jalan ke depan.
Disana udah ada Taeyong di atas motornya.
"Kenapa?" Tanya gue sambil merapikan rambut yang berantakan.
"Gak papa, aku rindu."
Taeyong tuh dulu alay.
Sering banget bilang rindu.
Tapi, telah dia pergi, malah gue yang baru merasakan rindu sama dia.