"Lu ngga apa-apa kan?" ujar Fathir dengan rona wajah yang begitu panik.
"Sakiit," ucap Sabila, mengerang kesakitan sambil sesekali meremas rok sekolah nya dan memegangi kaki kiri nya.
"Ayo, gue bantu, biar gue anter lu pulang," kata lelaki berkulit putih itu sembari mengangkat tangan Sabila dan menaruh nya di atas pundak Fathir.
Manik mata Sabila menatap wajah Fathir yang nampak begitu khawatir "Aku, ngga mau ngerepotin kamu."
"Lu ngomong apaan sih, hah? Udah, pokok nya lu ikut gue ke pinggir dulu, habis itu, gue ambil motor gue, baru gue anterin lu pulang," tegas Fathir.
"Tapi-"
"Udah, emang nya lu mau pulang sendiri dengan kondisi kaki lu yang kaya gini?"
Sabila membuang mata nya ke kiri bawah di barengi dengan dengusan pasrah yang keluar dari hidung nya.
Setelah membawa Sabila ke tepi jalan, Fathir berlari mengambil motor nya dan membawa nya mendekat ke arah Sabila.
"Gue bantu lu naik ya," ujar Fathir sembari mengangkat tangan Sabila ke atas bahu nya.
"Lu pake helm dulu, baru kita jalan," Fathir kembali berujar, kali ini, ia memakaikan helm ke kepala gadis yang di sukai nya.
Bola mata Fathir menatap teduh manik mata Sabila. Jantung nya berdegup cepat karna tak jarang ia memiliki kesempatan untuk bisa memandangi gadis manis itu.
Sabila berdehem, dan suara itu berhasil membuyarkan lamunan Fathir.
Fathir mengerjap "Eh, sorry. Emm, lu pegang sweater gue ya."
Sabila mengernyit "Ih, ngga mau ah," ujar Sabila.
Fathir melengos dan membuang mata nya ke sebrang jalan, sebelum akhir nya menatap Sabila lamat-lamat.
"Gue itu minta lu buat pegangan jaket gue, bukan badan gue, lagian lu lagi sakit kaya gini masih bisa-bisa nya bawel ya. Emang nya kalo lu jatoh siapa yang bakal tanggung jawab kalo bukan gue," cerocos Fathir.
Sabila terbelalak dengan mulut yang menganga mendengar perkataan Fathir.
"Eh, aku itu ngomong cuma satu kata tau ngga, ini kamu malah nyerocos ngga ada berhenti nya."
"Ya lagian lu duluan yang ngeselin," gerutu Fathir.
Sabila berdecih pelan, mata nya mendelik kesal menatap Fathir.
"Udah sanahan duduk nya, gue susah nih naik nya."
"Kamu tuh ikhlas ngga sih bantuin aku?," ujar Sabila sembari melipat tangan nya ke depan dada.
Fathir mengerjap, wajah nya berubah riang dengan tarikan bibir yang menghias wajah nya.
"Kok lu ngambek sih? gue ikhlas lah bantuin lu, yauda ya kita jalan sekarang, tapi lu tolong munduran dikit, susah nih naik nya."
Akhir nya, Sabila memundurkan badan nya, dengan raut wajah yang begitu kesal dan lipatan tangan yang masih berada di depan dada.
Sabila mengernyitkan dahi nya, sambil sesekali memegang dada yang di dalam nya tersembunyi degupan jantung yang begitu cepat.
"Kok jadi deg-degan gini sih," batin gadis manis itu.
"Duh, ini gue mimpi ngga sih, boncening dia," gumam Fathir seolah merasakan hal yang sama seperti yang Sabila rasakan.
••
"Eh, nanti di kita berhenti di sana ya, rumah yang di pinggir jalan itu," kata Sabila sembari mengarahkan jari telunjuk nya ke sebuah rumah berwarna putih."Ah, Eh, Ah, Eh, bahagia banget lu manggil gue 'Eh' ," ujar Fathir.
Lagi-lagi, Sabila membelalakan mata nya, sembari mengepalkan kuat tangan nya dan seakan-akan ingin menghempaskan tangan itu ke belakang helm yang di kenakan Fathir.
Beruntung, gadis manis itu bisa mengendalikan diri.
"Aku kan panggil kamu 'Eh' karna ngga tau siapa nama kamu, emang nya kamu mau, aku panggil Herman? Atau Supri?," tutur Sabila sembari terkekeh pelan.
"Kenapa ngga sekalian aja, lu panggil gue Bejo?," gerutu Fathir.
"Udah, kamu tuh jangan ngomel-ngomel terus. Eh, berhenti di sini ya."
"Di sini?"
"Iya."
"Ya udah, eh, lu jangan turun dulu ya, biar gue bantuin," kata Fathir, yang segera turun dari motor nya dan mengangkat tangan Sabila dan meletakan di atas bahu nya.
Bola mata Sabila menatap wajah Fathir sembari mengulas senyum manis.
"Muka lu kenapa kaya gitu?," ujar Fathir.
"Susah," ucap Sabila, sembari menaik-turunkan alis nya dan mengarahkan bola mata nya ke arah gerbang rumah.
"Apaan sih?," Fathir mengedikan dagu seakan bertanya apa yang di ingin kan gadis itu.
Sabila kembali memberi kode dengan mengerucutkan bibir nya dan megerakan nya ke arah gerbang rumah.
"Dih, porno lu, lu minta di???,"
Sabila mengerjap cepat "Ih, kamu tuh ngga ngerti-ngerti ya. Maksud aku tuh, bukain gerbang nya. Udah tau kaki aku lagi sakit," ujar Sabila sembari bersungut-sungut.
"Oooh, ngobrol dong, nggak usah pake bahasa isyarat segala, gue kan ngga ngerti."
"Tau ah," cerocos gadis itu.
"Ya udah, sebentar, gue bukain dulu."
••
"Eh, tangan aku masih nyangkut di bahu kamu nih, ngga mau di lepasin?," ujar Sabila sembari mendelikkan mata nya ke bahu Fathir."Oh iya, lupa kalo lu udah sampe rumah," ucap Fathir sembari menarik bibir nya.
Tok,tok,tok!
"Assalamu'alaikum? mah? mamah?," ujar Sabila sembari mengetuk-ngetukan pintu rumah nya.
Sekar yang tengah menyiapkan makanan langsung menoleh, bangkit dan bergerak menuju sumber suara yang berasal dari anak nya, Sabila.
"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakaatuh, iya sayang, sebentar."
Kkrreek!
"Astagfirullah, nak, seragam sama rok kamu kenapa kotor gini?," tanya Sekar panik, sembari menilik lelaki yang berada di samping putri bungsu nya.
"Ini, tadi Sabila jatuh, mah."
Mendengar penuturan anak nya, sontak wanita paruh baya itu memanggil anak sulung nya.
"Innalillahi, Kakak, kak tolongin mamah kak," ujar Sekar dengan seri muka yang begitu panik.
"Mah, Sabila ngga kenapa-kenapa kok," ucap Sabila sembari berusaha menenangkan Ibu nya.
Suara Sekar yang terdengar panik membuat Rania terlonjak kaget, dan langsung menghampiri Ibu nya.
"Ada apa, mah?," kata Rania yang juga terbawa panik akibat pekikan suara Ibu nya.
"Adik kamu jatuh," ujar Sekar.
"Astagfirullah, De, kamu ngga apa-apa kan?," kata Rania sembari meraba tubuh adik nya.
Sabila mengerjap "Kak, jangan pegang kaki aku, Sakit."
"Ya Alah, nak," Manik mata Sekar menatap anak bungsu nya, dengan tetesan peluh yang membasahi ujung hijab nya.
Sekar kembali mengerjap "Bantu adik mu masuk, kak."
"Iya, mah," Rania terpegun beberapa detik, kini, bola mata nya menyorot ke arah Fathir.
Ada jeda beberapa saat sebelum Rania membuyarkan lamunan nya.
"Ah, Ayo sayang, kita masuk."
•••
KAMU SEDANG MEMBACA
Alsama' Lisabilana (Surga Untuk Sabila)
SpiritualSabila: "Aku nangis,karna Fathir bilang dia mau ke surga sama aku.Tapi aku tau bahwa surga ngga akan mau nerima perempuan yang ngga tertutup auratnya"