Jantungku kembali berdegup kencang. Semakin lama semakin menggetarkan bahkan hampir di sekujur tubuhku. Nafasku turut membara bersamaan dengan detak jantungku. Aku harus berusaha menyembunyikan ini sebaik mungkin.
"Apa kau gugup dipeluk oleh lelaki tampan? Jantungmu berdetak seperti mau meledak." Kataku mengusir kecanggungan. Gadis itu pun langsung beranjak dari pelukanku dengan gestur yang agak kikuk.
"Aku tidak akan bilang kalau tindakanmu itu hebat, tapi terimakasih." Ia pun pergi setelah berkata sepatah kata. Dan tanganku lebih sigap darinya, dan kugandeng untuk menepi dan mencari lokasi terbaik. Mobil-mobil sudah berklakson ria jika kami tak segera enyah dari zebra cross ini.
"Kenapa? Kau mengakui diriku tampan?" Setelah mendapatlan lokasi terbaik dan terdekat tentunya. Aku jadi sedikit kelelahan karena dia meronta-ronta.
"Heh, dasar! Yak, kau hanya terlalu PD! Bagaimana mungkin laki-laki yang terlalu jangkung, rambut yang berantakan, mata sipit, hidung kebesaran, dan bibir…"
Tujuanku berhasil kucapai. Entah mengapa rasanya aku harus menguji diri sendiri. Aku hanya ingin membuktikan arti dari debaran jantungku tadi. Sungguhkah dialah orang istimewa yang kucari?
"Enak. Aku dapatkan bibir perawan." Kecupan diam dan hening. Cukup membuat gadis cerewet ini tak bergeming. Aku pun meninggalkannya dengan salam terakhir berupa kedipan mata.
Aku menghadiri pertemuan perjodohanku lagi. Kata ibu, aku tetap harus pergi. Karena si cowok bisa ditemui sekarang. Berarti, hari pernikahanku sudah dekat. Aku selalu berdoa kepada Tuhan tentang ini. Jikalau memang dialah jodoh terbaikku, akan kurelakan Woojin Oppa yang selalu kunanti-nantikan selama ini. Jika hanya aku yang mencintainya, aku juga tidak mau menjadi bodoh dengan menunggunya. Kurelakan semua cinta yang telah tumbuh ini rontok dengan sendirinya dan mencoba mencintai calon suamiku.
"Kau?!"
"Wah, Yeonhee sudah mengenal Wonyoung ternyata. Sepertinya kita bisa melangsungkan pernikahan secepat mungkin." Ujar pria paruh baya yang kuduga itu adalah ayahnya Tuan Sombong, maksudku Kim Wonyoung.
Aku sadar bahwa doa yang kuucap tadi tidak lengkap sebagaimana mestinya. Aku lupa jika aku harus mengharamkan lelaki ini sebagai calon suamiku nanti. Bagaimana kehidupan pernikahanku nanti jika dia yang menjadi suamiku? Terimakasih, Tuhan. Karena Engkau telah membuatku sadar jika berdoa haruslah jelas dan detail permohonannya.
"Wah, Yeonhee-ah, kau akan segera menikah? Selamat ya!" Seru Hyomin diikuti yang lainnya. Aku kesal karena mereka malah menafsirkan ini sebagai berita gembira. Setelah keluar dari pertemuan itu wajahku sama sekali tidak memancarkan kebahagiaan.
"Kenapa kalian mengucapkan selamat? Aku tidak memberitakan kabar gembira!"
"Astaga, Yeonhee. Bukannya lebih baik daripada kau menunggu Woojin yang tak kunjung menganggapmu?"
Benar. Apa yang diucapkan Eunjung benar. Penantian selama delapan tahun itu terasa sia-sia. Hatiku pun turut lelah menyadari hal ini. Sekarang dia sudah tak tahu melanglang buana kemana. Aku tidak punya kontak yang bisa kuhubungi, begitu juga dia yang tak punya keinginan untuk menghubungiku. Alhasil tidak ada yang dapat mempererat ikatan kami.
Asal calon suamimu tampan, kehidupanmu pasti bahagia." Tambah Jiyeon.
Sudah menunjukkan pukul satu dini hari, kondisi jalan Cheondam sudah lengang dari aktivitas kendaraan beroda empat. Bis pun pastinya tak banyak yang beroperasi, atau bahkan tak ada lagi yang beroperasi. Aku pun memilih berjalan kaki dan pulang ke rumah orangtuaku.
Setelah sampai, aku pun memilih untuk masuk ke kamar kecilku, kunyalakan penghangat ruangan dan tidur di bawah selimutku.
"Yak, bukannya kau sudah sepakat bahwa kau akan tinggal bersama calon suamimu? Sebentar lagi kau akan menikah, tolong jangan banyak bertingkah lagi, anak setan!"
"Aku bahkan tidak punya nomor ponselnya, bagaimana aku bisa pulang ke rumahnya?" Jawabku setengah sadar karena hampir menuju alam mimpi.
"Halo, Wonyoung-ssi, bisakah kau mengantarkan Yeonhee pulang? Dia mau pulang tapi sayangnya dia tak punya nomor ponselmu, kau tahu alamatnya, bukan? Baiklah, hati-hati…" begitulah pembicaraannya bersama seseorang nan jauh di sana. "Dia akan tiba sepuluh menit lagi, cepat siap-siap."
"Aish, ibu!" Seruku kesal. Bertambah lagi orang yang menyebalkan hari ini.
Akhirnya aku di sini. Bersamanya. Kulalui perjalanan ke rumah dengan diam tanpa kata. Aku harus mulai terbiasa dengan kata 'pulang' yang merujuk kepada rumah ini. Rumah yang minimalis banyak didominasi dengan warna abu-abu dan putih. Suram. Itulah kesan pertamaku.
"Aku ingin pisah kamar."
"Tapi di sini cuma ada satu kamar."
"Ng… Aku tidur di ruang tamu saja."
"Jangan, aku saja yang tidur di ruang tamu."
Sulit untuk menemukan cinta yang sesungguhnya. Aku sudah bosan disukai karena ketampananku, sudah lelah bermain-main dengan wanita. Dengan kata lain, playboy yang sudah tobat. Dulu, kebahagiaanku adalah ketika kumenaklukkan hati banyak wanita sekaligus dalam suatu waktu. Kini, itu tidak menjadi ranah petualanganku lagi.
Ranah petualanganku sekarang terjadi ketika pertemuan pertama dengan seorang wanita yang tidak terpesona dengan wajahku. Aku akan coba menaklukkannya.
Malamku pun semakin panjang…
Kuawali pagiku dengan sedikit berolahraga di atas treadmill. Sambil beristirahat, kusantap sandwich buatanku dengan segelas susu. Istirahatku pun singkat-singkat saja. Karena aku tidak boleh membuang-buang waktuku untuk mandi dan berangkat ke kantor.
"Good morning, Wonyoung Oppa! Apa tidurmu nyenyak?"
Apa yang tadi barusan kulihat? "A… apa ini?"
"Apa kegiatanmu kali ini? Sudah mandi? Mau kubuatkan sarapan? Hm? Hm? Hm?" Tanyanya sambil melakukan aegyo.
"Apa yang kau lakukan? Bertingkahlah normal-normal saja."
Sejak hari itu, bagaimana pun aku menghindar, itu tidak akan membuatnya menyerah. Dia mengikuti kemana-mana, dan gilanya sampai ke kamar mandi. Apa pun aktivitasku dia akan selalu ada, mengikutiku, menempel seperti benalu dan tumbuhan inangnya.
Ketika aku sedang menyibukkan diri dengan laptop, dia memandangiku. Ketika aku sedang makan, dia memandangiku. Dan ketika kupandangi dia balik dia tetap memandangiku dan berkata:
"Semua guratan wajahmu sangatlah sempurna." Tangannya sambil menggerayangi wajahku, turun menyentuh leherku, dada, lalu ke bawah perut, dan…
"Aku sedang sibuk. Tolong hentikan semua ini." Tegasku setelah menahan tangannya.
"Baiklah, kalau begitu bertugaslah!" Balasnya sambil melemparkan senyum termanisnya.
Gadis ini menyebalkan dan menggemaskan di saat yang bersamaan.
Hari ini aku beristirahat sejenak dari kepura-puraanku. Ternyata menjadi aku delapan tahun yang lalu itu sangatlah sulit. Melelahkan. Yang kulakukan ini hanyalah mengikuti saran Jiyeon waktu itu:
"Bagaimana kalau kamu dekati terus dia? Terus berdekatan dengannya. Seperti kau yang dulu selalu mendekati Woojin. Maka dia akan merasa jengkel, dan lama kelamaan dia akan menjauh darimu."
Jika laki-laki itu sama, maka aku akan berterimakasih pada Jiyeon.
Tapi waktu itu, bukanlah perasaan jengkelnya yang kulihat.
"Semua guratan wajahmu sangatlah sempurna." Tanganku bergerak manja menggerayangi wajahnya, turun menyentuh lehernya, dada, lalu ke bawah perut, dan…
"Aku sedang sibuk. Tolong hentikan semua ini." Tegasnya setelah menahan tanganku.
"Baiklah, kalau begitu bertugaslah!" Balasku sambil melemparkan senyum termanisku.
Kedua kalinya, ia mengecup bibirku. "Kau boleh menggodaku ketika liburan telah tiba ya!" Ucapnya diakhiri kedipan mata.
Just why?
Kutelusuri lemari es di rumah ini. Kudapati satu-satunya botol soju di sana. Kesendirianku malam ini ingin kulenyapkan dengan soju, menghantarkanku di ambang bawah sadar kini.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAKE LOVE (FF Short Part Compilation)
Fiksi PenggemarShort Parts FF Compilation With 21++ sense Watty Award 2019 Nominee Beberapa Part di-private. Follow dulu sebelum tambahkan cerita ini ke perpustakaan atau reading list. Enjoy. Thanks, God Highest rank: #1 Mood Hastag(20180823)