1

734K 34.7K 4.5K
                                    

           

Libur setelah penerimaan rapor semester satu telah usai. Lavina, cewek 17 tahun, berkulit putih dengan rambut hitam dikucir kuda sudah berdiri menghadap sekolahnya meskipun jam di pergelangan tangannya masih menunjukkan pukul enam lebih dua puluh menit. Dia menggendong tas berwarna pink kesukaannya, tersenyum lebar menatap pintu masuk dengan hati berdebar. Berharap segera bertemu sang kekasih hati yang tak dia temui selama liburan.

Lavina dengan langkah ringan memasuki SMA Nuki, Nusa Cendekia. Sekolah dengan gedung 3 lantai dan dominan warna cream sudah ramai di hari pertama masuk. Sesekali dia menyapa siswa yang dia kenal dan memberikan senyum andalannya selama perjalanan ke kelasnya di lantai 3.

Melihat lapangan basket Lavina berhenti. Matanya mengarah pada lapangan di mana banyak anak-anak berkumpul di sana memainkan bola basket. Melihat pemandangan seperti ini mengingatkan Lavina pada kenangan indahnya saat pertama kali mengenal Arsenio Abrisam. Cowok yang setahun ini menjadi kekasihnya. Cowok yang menurut Lavina memiliki wajah super dingin tapi senyumnya melelehkan, dengan tinggi badan 178 cm, memiliki model rambut quiff, dan selalu memakai jaket berwarna hitam. Kontras dengan Lavina yang menyukai warna pink.

Dia mengenal Arsenio pertama kali saat MOS dan dihukum di lapangan basket karena lupa membawa topi. Lavina jadi senyum-senyum sendiri mengingatnya.

"Pakai." Arsenio memakaikan topi miliknya di kepala Lavina yang tengah dihukum, duduk bersila di depan ring basket.

"Ini kan topi lo." Lavina menengadah pada Arsenio yang notabene belum dia kenal. "Hei, ini topi lo."

"Buat lo," balas Arsenio.

"Makasih, nama lo siapa?"

Arsenio memperlihatkan kalung yang berisi data diri.

Nama: Arsenio Abrisam
Kelompok: Naga putih
Moto: Talk less do more

"Gue Lavina," seru Lavina.

Dia mau memperkenalkan diri lebih banyak tapi Arsenio sudah lebih dulu pergi begitu saja tanpa berminat kenal lebih pada Lavina. Sejak peristiwa itu Lavina jadi berdebar tiap melihat Arsenio.

"Woi pagi-pagi udah ngelamun aja. Pakai senyum-senyum sendiri pula. Mikirin apa lo?" seru Lolita, teman Lavina sejak kelas SD.

"Biasa aja sih, kaget tahu."

"Sorry. Habis gue lagi semangat banget."

"Kenapa?" tanya Lavina.

"Semangat aja akhirnya bisa ketemu temen-temen lagi."

"Kalau gue semangat karena bisa ketemu Arsenio lagi."

Lolita menatap Lavina dengan alis bertaut.

"Memang selama liburan kalian nggak ketemu?"

"Enggak. Soalnya Arsenio kan ke Jogja, liburan."

"Halo... emang liburan full dia di Jogja? Kapan sih lo sadar Lav?"

"Gue sadar kali."

Gemas, Lolita menyentil kepala Lavina. "Gue sentil lo biar sadar. Pacaran itu timbal balik bukan berat sebelah kayak lo. Berapa kali sih gue bilangin masih aja lo nggak paham-paham."

"Ih diem deh. Jangan ceramah pagi-pagi. Bikin mood gue jelek aja."

"Ini anak, emang ya dibilangin ngeyel. Kayak nggak ada cowok lain aja."

"Cowok lain banyak tapi Arsenio itu cuma satu," balas Lavina, tersenyum lebar dan bikin Lolita geram.

Senyum Lavina melebar dan semakin memperlihatkan lesung pipinya saat melihat sosok cowok tinggi dengan jaket hitam, tas abu-abu, dan sepatu Adidas hitam berjalan dengan santai menuju lift.

Lavina [SUDAH TERSEDIA DI TOKO BUKU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang