"Lo nggak suka pacar gue kan, Lol?"
Seketika Lolita terdiam memasang wajah marah. Dia melirik Lavina sekilas lalu menaikkan kecepatan mobilnya.
"Lol?"
"Diem lo!" bentak Lolita.
Lavina pun diam. Baru kali ini melihat Lolita marah padanya. Lavina merasa bersalah sudah menanyakan hal yang konyol dan membuat situasi jadi begini. Lavina menyesali mulutnya yang bodoh. Tapi dia juga tak berani bersuara lagi.
Suasana di dalam mobil jadi mencekam. Keluar dari tol Lolita memelankan laju kendaraannya tapi tak membuat suasana mencair. Sampai masuk perumahan Lolita pun mereka masih diam.
Lolita menghentikan mobilnya di depan taman komplek perumahannya. Menoleh dan menatap Lavina dengan tatapan tajam.
"Gue minta maaf," ucap Lavina, cepat sebelum Lolita lebih marah.
Lolita memejamkan matanya sekejap lalu mengambil napas panjang dan membuangnya perlahan sebelum mengeluarkan kata-kata. Dia tak mau emosinya merusak segalanya. Lolita selalu mengingat kata-kata seseorang agar dia mengendalikan amarah dengan baik.
"Lav, lo boleh nuduh gue suka Erlan, lo boleh nuduh gue suka sama siapa pun tapi jangan nuduh gue suka pacar orang apalagi pacar sabahat gue sendiri. Lo bisa ya kepikiran gitu? Kita temenan bukan dari minggu lalu, Lav."
"Maaf, Lol."
"Lo nyakitin gue," ucap Lolita pelan.
"Iya gue tahu gue salah. Gue tadi cuma keceplosan aja. Gue nggak ada niatan nuduh lo. Gue percaya sama lo kok, Lol. Maafin gue ya?"
"Gue memang sering bikin sakit hati lo sama kata-kata gue soal Arsen. Tapi bukan berarti gue suka pacar sahabat gue. Gue masih punya hati bukan cuma punya otak." Lolita mengetuk kepalanya.
"Kalau ada yang beralibi suka pacar temen sendiri karena cinta itu bulshit. Gue akan mikir ribuan kali sebelum gue cinta sama pacar orang. Gue nggak akan deketin cowok temen gue misal pun gue naksir karena naksir awal dari cinta. Tapi dari awal gue nggak pernah naksir Arsen apalagi cinta. Lo tahu sendiri siapa cowok yang gue suka."
Mata Lavina sudah berkaca-kaca, menyesal bukan main telah menyakiti Lolita. Lavina sangat tahu siapa cowok yang Lolita suka. Tak lain adalah kakaknya sendiri, Galan. Ya, Lolita sudah menyukai kakaknya dari dulu tapi Lolita memilih diam karena Galan hanya menganggap Lolita dan Widy seperti adik sendiri. Lavina pikir Lolita sudah melupakan kakaknya karena Lolita tipe cewek yang nggak pernah berlarut-larut dengan sesuatu hal yang rumit seperti cinta. Apalagi Lolita bisa bersikap biasa saja di depan Galan seolah Lolita tak memiliki perasaan lebih. Tak ada ekspresi orang jatuh cinta atau ekspresi sedih ketika Lolita melihat Galan membawa teman cewek ke rumah.
"Lo masih suka Bang Galan?" tanya Lavina, hati-hati.
"Ya."
"Lo mau gue bantuin?"
"Nggak, Lav. Gue emang suka sama abang lo tapi gue nggak berharap apa pun. Sebentar lagi gue lulus, gue pasti bisa move on dari abang lo. Gue bakal nemuin banyak cowok lain di kampus nanti."
"Tapi nggak ada yang kayak abang gue."
"Emang nggak ada tapi bukan berarti gue nggak bisa jatuh cinta lagi. Gue bisa asal ada kemauan. Tapi saat ini gue belum mau jatuh cinta lagi. Cukup hidup gue rumit karena sekolah dan kerumitan ngejar cita-cita gue."
Tangis Lavina pecah. Merasa tak berguna dan tak peka menjadi seorang sahabat. Sementara Lolita sangat tahu tentang dirinya meski dia tak cerita.
"Eh, udah jangan nangis. Malah nangis."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lavina [SUDAH TERSEDIA DI TOKO BUKU]
Teen FictionLavina Asha dan Arsenio Abrisam adalah pasangan kekasih di SMA Nusa Cendekia. Arsenio yang cool terkesan cuek sering membuat Lavina bertanya-tanya apakah hanya dia yang memiliki perasaan cinta, apakah Arsenio jenuh atau menyesal menjadi kekasihnya...