Sore ini Lavina tak langsung pulang. Duduk di tepi lapangan basket sambil melamun walaupun arah pandangnya menghadap orang-orang yang tengah berebut bola berwarna orange. Sebentar lagi dia tak bisa menikmati suasana seperti ini. Lavina mendesah memikirkan masa depannya.
Sebenarnya bukan dia malas untuk les tapi dia merasa tertekan ketika keinginan orangtua tak sejalan dengan keinginannya. Andai orangtuanya mendukung cita-citanya pasti Lavina lebih rajin dari sekarang.
"Kenapa belum pulang, Lav?"
"Arsen, kamu kok masih di sini. Nggak les?"
"Ini mau berangkat. Kamu kapan mulai les?"
"Minggu depan."
"Beneran?"
"Iya, beneran."
"Tante kemarin telpon aku."
"Mama telpon kamu, ngapain?"
"Minta bujuk kamu supaya mau les. Aku udah bilang dari awal masuk kelas 12, Lav. Kamu harus lebih fokus dan rajin belajar. Jangan sibuk melakukan hal lain."
"Iya, iya."
"Sementara stop dulu jualan online-mu."
"Kalau kamu minta aku stop jualan online sama aja aku minta kamu stop hobi fotomu. Kamu mau?"
"Kata Tante, kamu juga nggak mau masuk kedokteran."
"Mama ngomong apa aja sih?"
"Kenapa?" tanya Arsenio.
"Karena aku ingin masuk jurusan arsitektur, bukan jadi dokter."
"Kamu udah bilang Tante sama Om?" tanya Arsenio.
"Belum." Lavina menggeleng.
"Iya aku juga belajar kok. Aku kan nggak mau jadi siswi bodoh. Nanti kamu nggak mau sama aku lagi," sambung Lavina mencoba mencairkan suasana yang mendadak dingin sedingin aura Arsenio, apalagi melihat Arsenio menatap tepat di kedua matanya.
"Lav, belajar itu buat kamu, masa depan kamu. Jangan karena aku kamu nentang orangtuamu buat masuk kedokteran."
"Aku mau masuk jurusan arsitekur karena aku mau jadi desainer interior bukan karena kamu juga mau ambil jurusan arsitektur, kok."
"Keinginan orangtua pasti sudah dipikirkan, Lav buat masa depanmu."
"Kok kamu nggak dukung aku sih?"
"Kalau hubungan kita ganggu lebih baik kita break dulu."
"Maksud kamu apa? Putus? Kok kamu gitu? Daritadi ngomong panjang kali lebar, muter-muter intinya itu? Pantes kamu kok tumben ngomong banyak. Aku nggak mau putus. Aku itu sayang kamu, masih sama seperti awal aku nembak kamu."
"Bukan putus, Lav."
"Tapi tersirat gitu. Kita aja jarang ketemu apanya yang ganggu? Sejak kelas 12 kita aja nggak pernah pergi berdua di hari Minggu. Kamu merasa keganggu? Ya udah abaikan aku aja nggak pa-pa tapi jangan minta putus. Aku nggak mau!" seru Lavina lalu pergi begitu saja meninggalkan Arsenio.
Di saat begini sebenarnya dia butuh Arsenio, tapi kekasihnya tak pernah mau mengerti keadaannya. Justru membuat keputusan yang tak masuk akal menurut Lavina. Dia menendang tong sampah yang dia lewati. Melampiaskan kekecewaannya pada Arsenio.
Sebenarnya Lavina tahu Arsenio tak pernah menyukainya walau menerimanya menjadi pacar. Walaupun Arsenio mengatakan sayang, tapi Lavina sebenarnya tak memiliki kepercayaandiri meyakini ucapan Arsenio adalah benar dari hati kekasihnya. Tapi rasa suka Lavina terhadap Arsenio begitu besar jadi dia menutup mata. Berharap semua akan berubah seiring waktu. Dia tak akan menyerah sampai waktunya tiba dia benar-benar lelah. Karena Arsenio adalah semangatnya untuk berprestasi dan berangkat sekolah. Dia tak mau terlihat bodoh di mata Arsenio jadi dia harus jadi siswi yang pintar. Siapa tahu hal itu bisa membuat Arsenio kagum dan menyukainya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lavina [SUDAH TERSEDIA DI TOKO BUKU]
Teen FictionLavina Asha dan Arsenio Abrisam adalah pasangan kekasih di SMA Nusa Cendekia. Arsenio yang cool terkesan cuek sering membuat Lavina bertanya-tanya apakah hanya dia yang memiliki perasaan cinta, apakah Arsenio jenuh atau menyesal menjadi kekasihnya...