33 * end

320K 24.8K 10.4K
                                    

Part 32 nggak bisa kebaca? Follow dulu @beliawritingmarathon

****

Dress berwarna cerah dipadu jaket jeans melekat di tubuh mungil Lavina. Suasana hati Lavina yang berdiri di samping Arsenio Abrisam tak beda jauh dengan warna dress-nya, pink cerah. Cowok yang dia anggap sebagai mantan hari ini terlihat sangat tampan. Dengan kaos putih, jaket hitam, dan topi hitam membuat kulit Arsenio terlihat lebih bersih. Bibir Lavina diam-diam menahan untuk tak senyum lebar.

Lavina mengikuti Arsenio masuk ke dalam sebuah kafe, namanya Sudoet Tjerita. Kafe dengan gaya vintage yang terletak di Jakarta Barat. Ini kali pertama Arsenio mengajaknya pergi. Biasanya selalu dia yang berinisiatif. Karena itu Lavina sangat bahagia.

Duduk manis saling berhadapan tak ada yang bersuara bahkan setelah pesanan terhidang di atas meja. 2 hot cappucino dan pancake beruang yang sangat lucu, pastinya membuat Lavina sayang untuk memakannya.

"Kamu suka?" tanya Arsenio.

"Suka," jawab Lavina sembari melihat sekeliling. Bukan karena ingin mengamati tempatnya tapi ingin menghilangkan kegugupannya. Dulu dia tak pernah merasa segugup ini atau malu di hadapan Arsenio. Bahkan dia bisa terang-terangan menatap Arsenio lama. Tapi saat ini Lavina gugup luar biasa.

Hal itu sebenarnya tak beda jauh dirasakan Arsenio. Hanya saja cowok yang lahir tanggal 18 April tahun 2000 ini pandai mengendalikan ekspresi. Tak seperti Lavina yang sangat kentara salah tingkah.

"Dimakan."

"Sayang. Pancake beruangnya lucu banget."

"Kenapa sayang?" tanya Arsenio.

"Hah? Kamu panggil aku Sayang?" Lavina melebarkan matanya.

"Maksudku kenapa sayang kalau dimakan."

"Oh... kirain kamu panggil aku sayang."

"Kamu mau aku panggil sayang?" tanya Arsenio.

"Nggak usah."

"Kenapa?"

"Nggak papa." Lavina memalingkan wajah, mengalihkan pandangan. Dia benar-benar salah tingkah sekarang dan wajahnya terasa panas.

"Sayang," panggil Arsenio, kaku. Rasanya sulit mengucapkan satu kata itu. Seperti ada yang mengganjal di tenggorokan.

Kepala Lavina menoleh seketika, jantungnya berdebar semakin kencang, dan rasanya ingin teriak keras. Arsenio memanggilnya sayang. Berharap pun tak pernah untuk yang satu ini. Lavina memang berharap pergi berdua ke tempat yang sering teman-temannya kunjungi untuk ngdate, tapi dipanggill Sayang dia tak pernah membayangkannya. Pipinya terasa panas dan dia tak mampu menahan senyumnya lagi.

"Jangan panggil aku sayang."

"Kenapa? Nggak suka ya? Maaf."

"Aku jadi meleleh." Jujur Lavina. Ekspresi wajahnya jelas sudah memperlihakan bahwa dia sedang tersipu dengan pipi merona.

Arsenio pun tersenyum tipis mendapatkan jawaban dari Lavina. Lega akhirnya bisa mengucapkan kata ajaib yang membuat jantungnya berdebar tak keruan sejak tadi.

"Kalau kamu suka aku biasain."

"Nggak usah. Aku suka kamu panggil Lavlav aja. Menurutku itu udah panggilan kesayangan. Karena cuma kamu dan orang rumah yang manggil aku Lavlav."

Dalam hati Arsenio bersyukur. Baginya memanggil Lavina dengan panggilan Lavlav adalah panggilan kesayangan. Lavlav yang berarti cinta. Memanggil Lavina dengan sayang terasa berat baginya. Bukan karena tak sayang tapi dia malu lebih tepatnya membuat dia salah tingkah sendiri.

Lavina [SUDAH TERSEDIA DI TOKO BUKU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang