25

218K 20.1K 1.7K
                                    

Rambut digerai, dengan pita berwarna pink di rambut bagian kiri, Lavina siap mengawali hari. Dia tersenyum lebar mendapati Erlan berdiri di depan pintu menjemputnya. Erlan memang tak memaksanya untuk berpacaran tapi memberi kesempatan orang lain untuk lebih dekat bukan masalah bukan?

"Udah sehat?"

"Yap."

Suasana di dalam mobil mendadak canggung. Lavina sesekali melirik Erlan yang diam sejak tadi. Jika hal ini terjadi di sebelah Arsenio, Lavina akan merasa biasa saja dan akan berusaha mengajak bicara. Tapi saat ini di sebelahnya adalah Erlan. Bagaimana dia akan memulai percakapan? Sementara biasanya Erlan adalah partner ngobrol yang asyik.

"Erlan."

"Ya?"

"Boleh nyalain musik?"

"Oh ya, ya. Sorry gue sedikit gugup."

"Gugup kenapa?"

"Jemput lo bikin gue gugup."

"Hah? Kok bisa?"

"Pakai nanya lagi lo," balas Erlan dengan nada canggung dan memaksakan senyum.

"Gue dengerin lagu NCT boleh?"

"Boleh."

Lavina langsung menyalakan bluethoot ponselnya, disambungkan ke music player mobil. Lagu Boss langsung mencairkan suasana yang canggung.

"Oh lagu Korea?" tanya Erlan.

"Iya, gue suka musiknya bikin semangat. Bagus didengerin pagi-pagi."

"Gue kira lo cuma suka EXO."

"Gue juga suka NCT, lagu baru-barunya NCT enak didengerin."

Lavina diam-diam senyum sendiri teringat reaksi Arsenio saat mendengarkan lagu Boss pertama kali. Arsenio langsung tahu kalau yang nyanyi bukan EXO.

"Kenapa senyum-senyum?"

"Ah, enggak. Lagi seneng aja." Kilah Lavina.

Dia mengambil napas panjang, menghilangkan ingatan tentang Arsenio. Cinta pertama terlalu melekat seperti permen karet yang menempel pada rambut, sulit dihilangkan.

Sampai di sekolah Lavina berdiri sejenak sebelum melangkah masuk. Matanya menangkap sosok Arsenio. Jangan tanya keadaan jantungnya saat ini. Yang pasti Lavina jadi bingung, apalagi saat matanya bersibobok dengan mata Arsenio.

"Ayo," ajak Erlan.

"Kenapa?" tanya Erlan karena Lavina hanya diam. Erlan pun mengikuti arah pandang Lavina.

"Ayo," ucap Erlan lagi, kali ini dengan menarik pergelangan tangan Lavina. "Lo hanya perlu senyum. Nggak ada salahnya meyakinkan orang lain bahwa lo baik-baik saja meskipun sebenarnya enggak."

"Jadi gue harus pura-pura bahagia?"

"Senyum bukan berarti pura-pura bahagia, Lav. Tapi awal membahagiakan diri, memotivasi diri bahwa hari ini akan menyenangkan jika diawali dengan senyuman."

"Maaf ya, Lan? Ternyata move on nggak semudah itu."

"Lav, gue nggak maksa lo buat move on. Gue cuma minta kesempatan buat dilihat sama lo."

Lavina mengangguk mantap, berjalan di samping Erlan. Lavina sadar sejak tadi Arsenio melihat ke arahnya. Tapi Lavina memilih menunduk, menghindari tatapan Arsenio. Lavina menjaga ritme kerja jantungnya yang berdebar kencang.

"Biasa aja, jangan menghindar. Arsen bukan Mba Melati, Lav," bisik Erlan.

"Tapi dia mantan gue."

Lavina [SUDAH TERSEDIA DI TOKO BUKU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang