Chapter 24 : Hairstyle

1.8K 198 4
                                    

Vote!!!!























Jennie's side

Ting tong ting tong~

Suara bel mengusik percakapan syahdu kami dan aku pun membukakan pintu untuk siapapun orang di luar sana. Awas saja kalau Namjoon, akan ku jitaki kepalanya habis-habisan, mentang-mentang kakaknya dia jadi bisa melakukan apapun pada Jisoo? Begitu?

"Annyeonghaseyo~." Tampak seorang lelaki yang tingginya tidak lebih dari Namjoon membungkuk sopan di hadapanku. "Jisoo.. belum tidur kan? Bisa aku bicara sebentar?" Tanya lelaki dihadapanku kini.

"Iya, tolong bicara baik-baik. Jisoo masih shock banget." Kataku sambil mengikutinya masuk untuk mengambil tas ku lalu meninggalkan mereka. Semoga saja sepasang tunangan itu bisa menyelesaikan masalahnya.

Aku pun keluar dari apartemen Jisoo dan tepat saat aku menutup pintu kembali, mataku bertemu dengan mata seorang lelaki yang sebenarnya pujaan hatiku namun aku kesal setengah mati karena telah membuat sahabatku yang adiknya sendiri menangis tanpa henti sampai wajahnya datar karena bengkak. Aku memutuskan untuk berjalan ke apartemen Namjoon yang terletak dua rumah di kiri rumah Jisoo.

"Mau kemana?" Tanyanya singkat. Aku kesal dengan mannernya yang seperti ini. Kenapa tidak menyapaku terlebih dahulu? Masih menganggap dirinya CEO di depanku?

"Rumahmu. Nggak boleh?" Kataku jutek tanpa menatap wajahnya. Aku menekan tombol-tombol angka di permukaan pintu Namjoon oppa, namun salah? Dia menggantinya? Ia pun maju saat mengetahui aku menekan kombinasi yang salah dan membukakan pintunya untukku. 1601? Ulang tahunku! Aku benar-benar plin-plan jika aku langsung memeluknya karena terharu saat ini, tapi tidak ada waktu untuk terharu saat ini.

Ia langsung duduk di sofa meninggalkanku yang masih di ujung pintu. Aku pun menyusulnya untuk melepas handbag dan coat ku menyisakan dress sabrina biru yang tadi kupakai. Aku melewatinya untuk pergi ke dapur dan mengambil air minum.

"Kenapa pergi tadi?" Tanyanya tanpa menatapku.

"Aku tau kamu tau alesannya." Jawabku ikut berbalik tidak menatapnya.

"Jisoo lebih penting dari aku ya?" Katanya kini mulai terdengar kekehan menyindir. Memangnya kenapa jika Jisoo lebih penting? Dia tidak boleh cemburu dengan itu bukan?

"Jisoo itu.. sahabatku sejak dulu. Nemenin aku susah-seneng. Dan kalo nggak ada dia.. aku nggak ketemu kamu kan?"

Aku mendengar derap kaki Namjoon bergerak mendekat. Ia berdiri tepat di belakangku lalu meraih leherku dan melingkarkan tangannya di sana.

"Kenapa kamu ngelakuin itu?" Tanyaku, seketika ia menenggelamkan wajahnya di ceruk leherku.

"Karna aku sayang sama dia." Jawab Namjoon oppa tidak mengejutkan.

"Oppa tau? Kamu cuma bikin dia nangis. Sampe aku nggak tega liat wajahnya sekarang. Saat dia sama Seokjin dia senyum lebar banget, dan wajah itu sekarang hilang." Jawabku dramatis.

"Ini demi kebaikannya." Jawab Namjoon oppa lagi.

"Memang Seokjin salah apa? Kalian ada dendam? Apa kejelekan dia di matamu sampe kamu bersikeras pisahin Jisoo dari dia?" Tanyaku heran.

"Dia.. duda, Jen. Aku takut." Katanya mengejutkan. Tak kusangka dia se-'tidak open mind' itu?! Aku langsung melepaskan pelukannya dan berbalik menatapnya penasaran.

"Dara noona.. tau kan? Sepupuku yang menikah sama duda satu anak. Sama kaya Seokjin hyung." Katanya mulai bercerita. Sebenarnya aku tidak tau tentang dia sama sekali. "Dia.. tersiksa karena mertua suaminya nggak rela kalo dia menikah lagi. Sampe sekarang mertua suaminya itu masih sering dateng ke rumahnya karena kangen sama cucunya dan dia selalu diperlakukan nggak baik, Jen. Kamu mau temenmu digituin?" Jawabnya panjang kebar. Kini aku mengerti masalahnya, kenapa ia tidak mengatakannya saja pada Jisoo?

Daylight (JinSoo Ver.)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang