5. Hari-hari (Buruk) Daru Pun Dimulai

178 29 3
                                    

Sore ini Sany pun akhirnya akan meninggalkan rumahnya untuk beberapa waktu ke depan. Sebenarnya ia merasa senang karena bisa satu rumah dengan Daru. Akan tetapi, ia juga merasa sedih karena harus berpisah dengan orangtuanya walaupun tuntuk sementara.
Rita mengunci pintu rumahnya beberapa kali kemudian ia menyerahkan kunci itu kepada Sany. 

“Kamu juga harus simpan kunci yah, Sayang. Nanti kalau kamu ada perlu ke rumah jadi mudah. Tapi ingat jangan lupa dikunci lagi. Oh ya, setiap kali kamu berkunjung ke rumah jangan lupa buat sapu lantai biar nggak terlalu kotor aja,” ucap Rita.
Sany mengangguk lemas.

“Loh kok lemes kayak gitu?”

Sany mencebikkan bibirnya dan menatap Rita dengan mata yang sudah berair. “Bunda sama ayah nggak bakalan lama, kan?”

Melihat ekspresi Sany membuat Rita jelas merasa berat untuk meninggalkan anaknya itu. Akan tetapi mau bagaimana lagi Rita dan Hari ditugaskan untuk mengurus kantor yang ada di Malang untuk sementara. Semuanya demi keberlangsungan keluarganya. Demi memenuhi biaya kuliah Reno di luar negeri dan biaya untuk Sany nanti kuliah.

“Jangan gitu dong, Sayang Bunda jadi berat kan buat pergi,” ucap Rita sambil menarik Sany ke dalam pelukannya.

Hari yang baru saja selesai memasukkan barang-barang Sany ke dalam bagasi menoleh ke arah Rita dan Sany yang sedang berpelukan di atas teras.

“Sudah selesai, ayo—” perkataan Hari terhenti ketika melihat Rita yang tengah memeluk Sany. Menghela napas, Hari pun menghampiri kedua perempuan yang disayanginya itu.

“Kenapa?” tanya Hari.

“Ayah nggak lama, kan, di Malang?” tanya Sany.

Hari mengelus-elus kepala Sany. “Nggak bakalan lama, kok. Ayah sama bunda janji bakalan selesaikan pekerjaan dengan cepat agar cepat pulang.”

“Kalau Sany kangen gimana?”

“Kamu bisa video call, bisa telepon juga,” jawab Hari.

“Tapi, kalau nanti kalian sibuk gimana?”

R

ita kini bersuara. “Sany, kalau kami sedang sibuk, itu artinya kami sedang bekerja keras untuk kamu dan Bang Reno. Jadi kamu bisa mengerti kan, apa maksud ucapan Bunda?”

Itu artinya Sany tidak boleh mengganggu kedua orangtuanya yang sedang sibuk. Sany memang sadar bahwa orangtuanya memang senang mencari uang dan berkarier.
Sany mengangguk.

“Aku ngerti. Tapi, janji yah kalian cepat-cepat selesaikan pekerjaannya?”

Rita dan Hari mengangguk.

“Ya sudah, ayo kita berangkat,” ucap Hari sambil mengelus puncak kepala Sany dengan lembut.

*****

Sesampainya di rumah Daru, Sany dan keluarganya sudah disambut oleh keluarga Daru. Ketika Sany baru saja turun dari mobil ia bisa melihat Sasti, Gardi, Daru, dan seorang pemuda yang Sany kenal sebagai kakaknya Daru.

“Gimana udah siap-siap buat ke Malang?” tanya Gardi ketika Hari sudah turun dari mobil dan saling bersalaman.

Hari terkekeh. “Berangkatnya besok pagi. Malam ini kita mau siapin barang.”

“Duh, Rita gimana kabarnya?” tanya Sasti sambil cipika-cipiki ala ibu-ibu dengan Rita. 

“Baik, Sas. Kamu makin cantik aja deh, iri aku,” jawab Rita.

“Ah bisa aja kamu! Aku juga iri sama kamu yang jadi wanita karier.” Sasti tertawa geli.

Perempuan memang seperti itu. Kalau sudah bertemu pasti saling memuji. Entah itu pujian tulus atau hanya sekadar basa-basi yang jelas selalu seperti itu.

Hey, I Love You! (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang