14. Titik Terang?

180 22 0
                                    

Sudah lebih dari 10 menit Daru berkeliling di daerah perumahan Sany dan belum juga menemukan cewek itu. Daru berpikir jika Sany si makhluk Mars itu mungkin sekarang sedang berjalan untuk pulang. Daru menghentikan laju motornya. Menghela napas kasar.

"Kapan lo nggak ngerepotin gue, sih?!" desis Daru geram.

Daru mengerang frustrasi sambil mengusap wajahnya. Tepat saat ia menurukan telapak tangan dari wajahnya itu, ia melihat seseorang tengah duduk di salah satu bangku beton memanjang dengan membelakanginya. Lampu taman yang berada di samping bangku tersebut menyinari orang itu. Daru dapat mengenalinya—dari tas yang berwarna kuning—dia Sany sedang duduk di bangku taman perumahan.

Daru segera turun dari motor matic-nya. Melepaskan helm lalu menyampirkannya di spion motor dan berjalan mendekati Sany sambil menenteng jaket perempuan itu.

Sementara itu Sany yang baru saja membuang napas lelah terkejut bukan main ketika kepalanya tertutup sesuatu. Ia sempat menjerit namun tak lama seseorang menginterupsinya.

"Lo teriak setan-setan malah kabur," ucap Daru ikut duduk di samping Sany.

Sany menurunkan sesuatu dari kepalanya yang ternyata jaket dan melebarkan matanya ketika melihat Daru.

"Kak Daru?!"

Daru memutarkan bola matanya. "Bukan, setan. Pake jaketnya noh nanti Mama marah, gue yang bakalan kena marahnya bukan lo."

Sany tidak menyahut. Ia melepaskan tasnya terlebih dahulu dari bahunya dan dipindahkan ke atas pangkuannya lalu memakai jaket berwarna putih itu.

"Lo ngapain di sini? Lo tau? Mama khawatir nyariin lo. Khawatirnya melebihi mengkhawatirkan gue. Bahkan Papa yang belum pulang aja nggak digubris sama Mama saking khawatirnya sama lo."

Sany lagi-lagi melebarkan bola matanya. "Ah iya Tante!" kemudian ia menundukkan kepalanya merasa bersalah. "Maaf...." cicitnya pelan.

"Lagian, lo ngapain di sini segala sendirian? Nggak takut lo?"

Sany menggeleng. Taman perumahannya sudah sering ia kunjungi sendirian makanya tidak takut. Sepulang sekolah dia ke rumahnya untuk mengambil sesuatu. Lalu karena suasana hatinya masih kacau Sany pergi ke taman perumahan.

"Tadi sore masih rame kok. Banyak orang. Penjual juga banyak."

"Ya, terserah lo mau di mana pun itu, terserah. Tapi lo juga harus inget orang di rumah. Ini udah mau malem, kalau ada apa-apa sama lo, siapa yang repot?"

"Kak Daru khawatir?"

"Hah! Gue khawatir?! Gue itu memikirkan keberlangsungan keluarga gue. Kalau lo kenapa-kenapa terus ortu lo nyalahin keluarga gue, siapa yang repot? Keluarga gue!"

"Maaf, gue cuman mau sendirian doang."

"Sendirian? Sejak kapan cewek kayak lo suka sendirian? Lo lagi galau? Diputusin? Ah emangnya cewek kayak lo bisa sedih."

"Gue lagi sedih kok." Sany menoleh. "Nih lihat muka cerah gue seharian gak muncul, masa Kak Daru nggak sadar, sih?" Sany mendekatkan wajahnya kea rah Daru dengan niat agar Daru melihat wajahnya itu.

Daru menatap wajah Sany dari jarak yang cukup dekat. Dari jarak sedekat ini Daru bisa melihat mata bulat kecil Sany itu—lucu seperti anak kecil yang menggemaskan. Eh, apa? Sialan, Daru segera menepis pemikirannya tersebut.

"Muka lo banyak komedonya."

Refleks Sany menjauhkan wajahnya dari hadapan Daru. "Ini komedo cinta pasti."

"Hah?"

"Komedo cintanya gue sama lo."

"Najis!" jawab Daru kesal.

Hey, I Love You! (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang