Sepulang sekolah Daru memutuskan segera pulang. Baginya walaupun tahun ini tahun terakhir di SMA dan harus banyak-banyak membuat kenangan yang indah lantas tidak membuat Daru harus selalu menghabiskan waktu pulang sekolahnya untuk main bersama teman-temannya. Di satu sisi ia harus mulai fokus dengan belajarnya sebab ingin memasuki jurusan kedokteran hewan IPB bukanlah hal yang harus disepelekan. Banyak di luar sana yang berlomba-lomba untuk bisa mengisi bangku jurusan tersebut dengan mengorbankan waktunya.
Setelah memarkirkan motornya di depan garasi, Daru segera memasuki rumahnya sambil mengucapkan salam. Orang yang pertama kali ia temukan adalah Sasti yang sedang duduk di sofa ruang keluarga sambil berteleponan serius.
Daru mengernyitkan dahinya. Kemudian setelah Sasti selesai bertelepon, Daru mendekati mamanya itu untuk mencium tangan.
"Telepon dari siapa, Ma? Kok kelihatan serius gitu?" tanya Daru."Ah itu, orangtuanya Sany," jawab Sasti dengan raut wajah yang tidak bisa dideskripsikan.
Dahi Daru bergelombang. "Kenapa?"
Sasti menghela napas pelan. "Itu, katanya kamu ingat kan kalau Sany itu tinggal di sini buat sementara? Kalau nanti saudaranya udah pindah ke sini, Sany bakalan ikut tinggal sama saudaranya itu."
"Iya Daru inget. Kenapa emangnya?"
"Hari Minggu, Sany bakalan pindah ke rumah saudaranya itu. Tadi Bundanya Sany telepon Mama ngasih tau kalau saudaranya pindah hari Sabtu, hari Minggunya Sany nanti dijemput sama mereka."
Entah apa yang harus Daru katakan sekarang, jujur saja ia merasa sedikit sedih mendengar kabar ini.
"Terus si Sanynya sekarang mana?" tanya Daru yang entah mengapa pertanyaan itu tercetus begitu saja.
"Tadi telepon Mama kalau dia pulang telat. Mau ke toko buku dulu sih tadi bilangnya."
"Oh."
"Kok Mama sedih yah, Dar? Kayak bakalan kehilangan banget. Biasanya yang nantinya rame bakalan sepi lagi."
"Ya udah sih, Ma. Mau gimana lagi? Orang keputusannya udah gitu kan?"
Sasti berdecak. " Kamu ini, emang nggak ada sedih-sedihnya jadi orang. Kayaknya kamu bakalan seneng tuh kalau Sany pindah."
Daru malah terdiam. Jujur saja ia senang karena ia tidak perlu takut lagi kalau keluarganya akan mengetahui bahwa Sany itu sebenarnya menyukainya. Akan tetapi di sisi lain, ada hal aneh yang Daru rasakan. Seolah-olah rasa tidak rela.
"Apa sih, Ma. Daru mau ke kamar dulu ah."
Selepas itu Daru segera ke kamarnya. Saat memasuki kamarnya ia tidak sengaja melihat kertas berukuran A4 yang ia gulung dan dimasukan ke dalam tempat khusus gulungan kertas-kertas karton lainnya yang berada di atas meja belajar. Diambil kertas berukuran A4 itu yang tak lain adalah gambar dari Sany yang terdapat tulisan; Aku gambar ini karena belum pernah difoto berdua sama Kak Daru. Semoga nanti bisa berfoto berdua :)
Daru menghela napas berat. Kenapa rasanya aneh sekali?
*****
Lalu saat malamnya ketika kediaman Gardi melaksanakan makan malam, perihal Sany yang akan segera pindah pun dibahas.
"Aku mau banyak terima kasih sama Tante, Om, Kak Niko, Kak Daru yang mau menerima aku tinggal di sini. Maafkan Sany sudah banyak merepotkan," ucap Sany.
Sasti yang duduk di sebelah Sany membelai punggung gadis itu dengan lembut. "Nggak kok, Sayang. Tante malah senang banget kamu tinggal di sini. Tante malah sedih nih kamu bakalan pindah lagi, nggak bisa kamu tinggal di sini aja?"
"Iya Sany, kalau kamu mau tinggal di sini saja sampai orangtuamu kembali. Nanti biar Om yang bicarakan."
Sany tertawa pelan sambil menggelengkan kepalanya pelan. "Makasih Om, Tan. Tapi Sany kayaknya emang harus pindah. Nggak enak juga soalnya sama saudara Sany, sama nggak enak juga ngerepotin Om sama Tante."
"Ah kamu ini jangan sungkan kayak gitu. Kamu sudah Tante anggap sebagai anak sendiri."
Sany mengangguk pelan sambil tersenyum. Matanya melihat ke arah Daru yang duduk di depannya. Cowok itu terlihat biasa-biasa saja. Fokus dengan santapan di depannya tanpa memperdulikan Sany yang bakalan pindah. Duh Sany jadi kesal sendiri. Apakah Daru merasa sedih? Sedikit aja.
Ah Kak Daru mana ada sedih. Dari awal aja dia udah nggak nerima gue di sini. Jadi kepindahan gue jadi kesenangan buat dia, batin Sany.
"Eh, nanti abis makan kita foto bersama yuk. Buat kenang-kenangan aja. Gimana, Pak?" tanya Niko.
"Wah boleh tuh, Nik. Ide bagus." Sasti terlihat antusias.
"Boleh," jawab Gardi.
"Nanti kalau kangen Sany kan tinggal lihat fotonya aja," ucap Niko.
"Kak Niko apaan sih. Orang aku masih di Jakarta, kalau mau ketemu yang tinggal ketemu, kayak mau pergi jauh aja."
"Nggak gitu San. Tau aja nanti yang bakalan tinggal di luar Jakarta bakalan kangen lo gitu," ucap Niko.
Daru yang sedang fokus makan entah mengapa ucapan Niko barusan seolah-olah menyindirnya.
Lalu ketika makan malam pun selesai dilaksanakan, mereka semua segera menuju ruang keluarga untuk mengambil foto bersama.
Sasti dan Gardi sudah duduk di sofa. Di sebelah kiri Sasti sudah ada Sany dan sebelah Gardi ada Daru. Sedangkan Niko masih mengatur kamera yang ada di tripod.
"Oke udah beres. Mama sama Papa agak merapat dikit," ucap Niko. Setelah posisi sudah siap Niko segera menekan tombol kamera yang di timer itu dan ia duduk di samping Sany sambil merangkul bahu cewek itu.
Setelah foto bersama itu diambil Sasti kemudian meminta Niko memfotonya berdua bersama Sany. Lalu bergiliran setelah itu Niko yang foto berdua dengan Sany. Sementara itu, Daru seolah-olah tidak tertarik. Cowok itu hanya duduk di sofa sambil memperhatikan keluarganya yang heboh.
"Dar, lo nggak mau foto berdua sama Sany?" tanya Niko.
Sany pun merasa terkejut. Ia melebarkan pupil matanya. Punya foto berdua bersama Daru adalah hal yang diimpikannya sejak lama. Tapi mana mungkin Daru mau.
Daru menghela napas berat, bangkit dari duduknya. "Boleh," jawabnya.
Jantung Sany seolah-olah mau copot. Pikirannya melambat. Hei kenapa Daru mau difoto dengannya? Padahal biasanya sumpah serapah yang selalu keluar dari mulut cowok itu.
Daru berjalan mendekati Sany lalu merangkul bahu gadis itu secara tiba-tiba yang tentu saja malah membuat Sany membeku.
"Asyik Dar. Lu berdua cocok," ucap Niko sambil terkekeh.
Sany melirik Daru yang menatap lurus ke arah Niko. Cewek itu tersenyum tipis.
"Buruan Bang foto aja. Jangan banyak ngomong," kata Daru.
"San sini dong lihat ke kamera." Mendengar perintah Niko, Sany pun menatap ke arah kamera.
Sany yang biasanya hiperaktif entah mengapa sekarang malah seperti kucing yang malu-malu. Foto bersama dan dirangkul oleh Daru seperti ini memang pertama kalinya sehingga tidak aneh kalau Sany kali ini merasa terpaku dan senyumnya pun terkesan kaku.
1, 2, 3, foto pun terambil.
Setelah itu Daru melempaskan rangkulannya dan berpamitan untuk ke kamar. Niko yang sudah berteriak agar Daru kembali difoto lagi bersama Sany diacuhkan oleh cowok itu.
Tidak apa-apa, walaupun hanya satu kali jepretan, Sany tetap bahagia.
Rasanya Sany ingin lebih lama tinggal di rumah ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hey, I Love You! (Completed)
Teen FictionDaru tidak tahu harus dengan cara apalagi ia harus menyingkirkan Sany dari kehidupannya. Cewek pecinta warna kuning itu selalu membuat hidup Daru tidak tenang. Apalagi kalau Sany sudah meneriakinya 'I Love You', ingin sekali rasanya Daru mengirim Sa...