| 3 |

111 35 7
                                    

Hellooo!!! Selamat sore, ketemu lagi dengan gue Adiba Rizka di 97.5 FM White Radio. Apa kabar para pendengar kawula muda nih? Yang pasti baik dong ya, hehe, oke gue akan buka sore indah ini dengan lagu yang kalian tunggu-tunggu, Katanya saling mencinta, tetapi akhirnya pergi juga ya, Tulus-Pamit. Oke, selamat mendengarkan semua!!!

Lantunan suara lembut nan manis pemilik nama lengkap Muhammad Tulus Rusydi itu pun membuat kamar gadis ini terasa lebih tenang.

Mulutnya ikut bersenandung, dari pintu seseorang melihatnya dengan senyum penuh arti.

Bisa saja sekarang ia masuk ke dalam kamar Ziva dan mengagetkan gadis cantik itu, tetapi ia tidak ingin membuang kesempatan untuk melihatnya secara diam-diam ketika gadis itu begitu manis dan bahagia.

"Sa, kok diam di sini?" suara Sartika membuat Ziva menoleh ke letak pintu kamarnya.

"Ada Saga, Bu?" Ziva yang sadar pun, menoleh ke arah pintu kamarnya.

"Nih orangnya, dari tadi dia cuma diam di depan pintu, udah sana masuk." Sartika mendorong Saga untuk masuk ke dalam kamar.

"Udah pulang dari rumah sakit?" Saga menjawab dengan gumaman, dan tangannya pun usil mencubit pipi Ziva.

"Ish, kamu mah." Saga hanya terkekeh tanpa merasa berdosa.

"Setiap ketemu kamu bawaannya mau cubit pipi. Gemesin."

Namanya Saga Anggara, umur 25 tahun, kuliah di Universitas Indonesia mengambil Fakultas Kedokteran yang beberapa tahun lalu sudah wisuda S1, dan setelah itu ia pun berlanjut untuk program profesi dokter dan telah mendapatkan ujian sertifikasi dan wisuda dokter. Atas kerja kerasnya, sekarang ia sedang magang di sebuah rumah sakit untuk mendapatkan STR (Surat Tanda Registrasi) dan SIP (Surat Izin Praktek). Yang selanjutnya nanti ia akan melanjutkan kuliah untuk menjadi dokter spesialis bedah mata.

Berjarak tujuh tahun dengan Ziva, tidak membuat mereka canggung atau pun risih dengan perbedaan umur yang bisa di bilang lumayan. Saga orangnya asyik, bukan berarti ia lebih tua tingkahnya juga jadul, itu bukan Saga banget.

Saga adalah pencipta suasana menjadi ceria, sikapnya yang bisa di bilang sok asyik itu adalah ciri khasnya. Dengan kacamata minus yang menjadi teman sejatinya setiap waktu, menambah nilai ketampanannya. Dan sayangnya, Ziva tidak bisa melihat metamorfosis sahabatnya ini.

"Jalan yuk!"

"Ke mana?"

"Keliling komplek." Ziva tersenyum, kalau Saga ada waktu pasti selalu seperti ini. Mengajak Ziva jalan. Sederhana. Tidak perlu biaya, tetapi membuatnya bahagia.

"Ayo!" Ziva butuh udara segar, kalau tidak ada Saga keseringan ia lebih banyak di dalam rumah kalau tidak ikut ibunya ke kantor pengadilan.

Mereka pun keluar dari dalam kamar, tak perlu tongkat bila ada Saga di samping Ziva. Saga sudah menggantikan peran tongkatnya itu. Alhasil, tongkatnya tergeletak di kasur tidak dipedulikan oleh Ziva. Dan terganti dengan Saga yang menuntunnya dengan pelan-pelan.

"Bu, aku sama Ziva jalan-jalan ya!" teriak Saga disaut dengan teriakan juga oleh Sartika, "Iya, hati-hati!"

Mereka sudah terbiasa seperti ini, keliling komplek perumahan mereka. Dan juga kadang berhenti sejenak di taman bermain, Ziva menaiki ayunan dan Saga mendorong bahu mungilnya pelan-pelan agar ayunan itu bergerak.

Sekomplek pun tidak heran dengan mereka berdua, sudah terbiasa melihat dua orang ini jalan-jalan sore. Banyak anak-anak yang keliling bermain sepeda, ibu-ibu yang menemani anaknya bermain sambil menyuapi makan, inilah suasana komplek perumahan Ziva dan Saga ketika sore hari. Dan juga banyak yang meledek Saga dengan memanggil 'Dokter ganteng'.

A to ZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang