| 20 |

80 14 4
                                    

Sartika mematikan saluran radio yang menyala di kamar anaknya ini, Ziva tertidur di kasurnya dengan posisi miring. Rambutnya menutupi wajah, Sartika menyingkirkan rambut Ziva agar ia tidak kesulitan bernapas. Tumben sekali Ziva tidur di jam segini, pikirnya.

Sartika pun keluar dan menutup pintu kamar rapat-rapat.

"Ziva, tidur?" suara seseorang yang ia kenal membuat matanya terbuka.

"Adnan?" sahutnya ketika Adnan mendekati ranjangnya dan duduk di pinggir sana. Adnan tersenyum manis dan mengacak rambut Ziva gemas, "Tidur lagi, gue temenin."

Kening Ziva mengernyit dalam, matanya yang terpejam berusaha sebisa mungkin agar terbuka. Ia tahu ini mimpi, jadi ia harus bangun. Mimpi ini terasa menyedihkan baginya. Ziva membuka matanya, dengan alis yang masih bertautan, "Wajahnya blur, padahal aku penasaran sosoknya seperti apa."

Ziva bangkit dari posisi tidurnya, duduk di tepi kasur dan menyadari kalau ibunya sudah pulang karena radionya sudah tidak menyala-pasti Sartika yang mematikan. Ziva memegang tenggorokannya yang terasa begitu kering, ia harus minum. Dengan langkah perlahan, ia menuruni anak tangga dan menuju dapur. Mengambil gelas dan menuangkan minuman dari dalam kulkas. Ada suara derap langkah mendekat, "Ziva udah bangun?" Ziva mengangguk sebagai jawaban.

Sartika menuntun Ziva menuju meja makan, didudukinya Ziva di sana, "Bagaimana tadi sekolah Adnan?" tanya Sartika penasaran. Ziva menelan salivanya berat ketika mendengar nama Adnan disebutkan. Tak kunjung menjawab ia hanya mengetuk-ngetuk meja makan dengan jemarinya.

"Ya sudah kalau enggak mau cerita, lanjutkan tidurnya, sudah jam delapan malam." Ziva mengangguk. Sartika menyadari sesuatu, ada yang berbeda dari gadisnya ini. Ia tak ceria seperti biasanya, dan Sartika sangat tahu, kalau Ziva habis menangis. Matanya terlihat sembab dan memerah.

<>

Dengan pakaian super rapi, Saga menunggu Ziva di ruang tamu rumah gadis itu. Lima jam dari sekarang, tahun akan berganti menjadi tahun yang baru. Ia berniat membawa Ziva untuk melihat kembang api, meniup terompet bersama-sama, dan menghitung mundur kala jam dua belas tepat akan tiba.

Perlahan Ziva menuruni anak tangga, tanpa membawa tongkat. Saga segera mendekat untuk membantunya berjalan. Dengan gaun selutut berlengan panjang berwarna hitam, itu sungguh terlihat cantik di kulitnya yang cerah. Satu jepitan rambut di rambutnya yang terurai. Saga menyediakan tangannya untuk Ziva merangkulnya. "Kamu cantik," puji Saga yang Ziva balas dengan senyuman.

"Bu, kita pamit," kata Saga permisi, Sartika mengangguk dan memesan untuk hati-hati di luar sana.

Sepanjang perjalanan dari dalam mobil Saga, jelas terdengar suara-suara terompet atau kembang api di langit malam. Padahal belum berganti tahun, tetapi orang-orang begitu bersemangat.

"Boleh buka kacanya?" Saga segera menurunkan kaca mobil di samping Ziva. Ziva tersenyum, kala suara bising itu semakin jelas terdengar, angin yang berhembus juga menerpa wajahnya yang sedikit dipoles dengan riasan tipis.

Saga tak banyak bicara, memberikan Ziva ruang untuk menikmati suasana. Ia fokus menyetir. Untung saja hari ini Saga tak ada jadwal, jadi bisa mengajak Ziva untuk jalan-jalan.

"Saga?" Ziva menoleh ke bangku pengemudi.

"Iya?"

Ziva tampak berpikir sebelum bertanya apa yang akan ia katakan, "Enggak jadi deh." Ziva kembali fokus melihat jalan raya. Saga hanya menatap bingung jalan di depannya.

<>

Bisa dibilang mereka sangat betah di vila milik Tante Angel ini, sudah enam hari mereka di sini. Adnan di teras belakang sedang asyik merokok sambil melihat pemandangan, sedangkan Angel dan Riyan sedang berbelanja untuk kebutuhan bakar-bakar mereka. Adnan memilih tidak ikut, karena ia malas.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 24, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

A to ZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang