| 15 |

95 31 4
                                    

Classmeeting masih terus berlanjut, sebelum pengambilan rapot diadakan yaitu empat hari lagi. Banyak murid yang datang terlambat, karena gerbang tak ada yang jaga lantaran kegiatan belajar mengajar sudah tidak aktif lagi.

Adnan memasuki gerbang bersama motor ninja hitamnya, setelah memarkirkan dengan mulus di parkir sekolah, ia pun melepas helm full face yang berwarna senada dengan motor. Terlihat jelas lingkaran hitam di bawah mata Adnan, tak lama ia menguap tanpa menutup mulutnya. Kalau saja ia tidak malas di rumah Angga, rumah yang menurutnya baru itu, Adnan memilih tidak masuk sekolah dan tidur sampai sore. Tetapi sekali lagi, ia juga malas bertemu dengan Saga. Apalagi, katanya ia masuk siang. Kalau Adnan terus berada di rumah, pasti ia akan terus merasa jengkel.

Padahal Adnan sudah telat satu jam dari bel masuk sekolah, tetapi ternyata Riyan belum sampai. Riyan mengirimi Adnan pesan teks, yang berisi: Ad, gw rada telatan dikit ya, Adnan mencibir dalam hati, ini justru sudah telat sekali.

Alhasil, ia berjalan menyusuri koridor yang sudah ramai, karena banyak murid yang menonton classmeeting dari koridor. Tatapan para murid perempuan, beralih fokus ke arah Adnan yang berjalan dengan gagahnya. Tak peduli sama sekali, Adnan tetap berjalan menuju kantin untuk mengisi perutnya yang kebetulan belum terisi oleh makanan pagi ini.

Kantin tak kalah ramai, ternyata banyak juga yang tak berniat sama sekali melihat perlombaan yang di adakan oleh classmeeting. Adnan memesan batagor, "Kayak biasa ya!"

"Oke siap, ekstra tahu, ekstra bumbu kacang," sahut Mas Iman, Adnan sudah menjadi langganan batagor Mas Iman di kantin ini.

Pun tak lama, pesanan datang beserta segelas es teh manis dari warung Mbak Upi, tempat Riyan biasa mengutang es, seminggu kemudian baru di bayar. Karena Winda, ibunya, memberikan uang saku ke Riyan seminggu sekali. Yang di mana anak itu harus pintar-pintar menggunakan uang itu dalam seminggu.

Adnan makan dengan tenang, sebelum Sekar datang beserta gerombolannya yang berisik. Menyapa Adnan dengan sok akrab, padahal Adnan melirik saja tidak. Adnan terus menyuapkan batagornya dengan lahap, sambil bermain hape.

Sekar duduk di depan Adnan, melihatnya penuh dengan senyum. Sedangkan teman-temannya, duduk di meja lain sesuai perintah Sekar. "Aku selalu ada buat kamu kok, masalah sebesar apapun aku selalu ada buat kamu." Sekar memberikan senyum tulusnya.

Adnan tetap tak menggubris, merasa tak ada siapa pun di hadapannya. Itu yang harus Adnan lakukan jika tak menyukai seseorang. "Pasti berat buat kamu, ketika Mama kamu nikah kagi, walaupun aku nggak ngerasain itu. Aku tahu ini berat buat kamu," kalimat Sekar barusan sukses membuat Adnan menatapnya.

Tak berkedip sama sekali, Adnan menatap Sekar tajam, kalau saja mata Adnan adalah belati, sekarang juga mata Sekar sudah tertusuk dan berdarah saking tajamnya tatapan itu. Sendok batagor yang Adnan pegang pun terlepas, begitu juga dengan hape yang Adnan mainkan tangannya sudah tergeletak lemas di atas meja kantin.

"Kamu bisa cerita apa pun sama aku, Ad. Aku tahu segalanya tentang kamu, jadi kamu bisa terbuka sama aku." Adnan tersenyum getir, terlihat jelas ia menahan emosi yang entah kenapa membuatnya begitu membenci Sekar. Adnan tak memedulikan Sekar tahu kondisi Adnan sekarang dari mana atau pun siapa yang memberitahu, Adnan tak peduli siapa orang itu. Yang jelas ia tetap tak menyukai Sekar.

"Adnan!" teriak seseorang yang membuat Adnan menoleh ke sumber suara. Angel beserta piring yang berisi nasi uduk itu segera mendekati Adnan.

Angel duduk di samping Adnan, dan mata bertemu mata, Angel dan Sekar saling menatap. Angel menempelkan post-it diam-diam di paha Adnan. Tertulis jelas di sana, 'Gue di suruh Riyan, jangan biarin Sekar deket-deket sama lo. Ikutin aja oke?'

A to ZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang