| 13 |

68 32 2
                                    

Suara ketukan pintu dari luar tak lekas membangunkan Adnan dari mimpinya, setelah kemarin tiba-tiba saat sedang memindahkan beberapa barang ke rumah Angga. Dan entah jam berapa Adnan balik dari rumah Riyan, Friska pun tidak tahu. Sekarang pintu kamarnya masih terkunci rapat-rapat.

"Den, bangun, sekolah!" teriak Bi Suti, sambil terus mengetuk pintu.

Adnan menutup wajahnya dengan bantal, malas sekali untuk beranjak. Apalagi sekarang hanya classmeeting karena ujian sudah selesai.

Adnan membuka kunci ponselnya, bermaksud ingin mengirim pesan teks kepada Riyan, Yan masuk nggak? Tetapi seketika raut wajahnya berubah karena layar ponsel langsung menampilkan kontak Ziva.

Semalam Adnan terus memandang ID kontak Ziva, rasanya ingin segera menelepon tetapi ia takut tak diangkat. Dan akhirnya sampai ketiduran.

Dengan segenap niat Adnan pun berdiri dan bergegas ke kamar mandi, setidaknya hari ini ia harus masuk, satu hari, dua hari, seterusnya baru bolos.

<>

Ini adalah hari yang ditunggu-tunggu siswa SMA Purnama, classmeeting. Di sana sang ketua OSIS baru terlihat sibuk mengatur jalannya classmeeting hari ini, dan Febi ikut membantu, walaupun ia sudah lengser dari jabatannya, ia harus tetap membantu ketika adik kelasnya meminta bantuan.

Selama masa jabatan Febi, semua baik-baik saja. Febi adalah orang yang ramah, bijaksana, tetapi tegas pada waktunya. Walaupun tak secantik Angel, tetap saja banyak yang menyukainya juga. Gadis dengan andalan kuncir kuda di kepalanya itu, adalah mantan ketua OSIS SMA Purnama yang terbilang sukses pada masa jabatannya.

Di lapangan sedang diadakan perlombaan futsal antara siswa kelas XII IPS dan XII IPA, ada Riyan di sana mewakili kelasnya XII IPA-2. Sedangkan Adnan hanya menontonnya di pinggir lapangan.

"Kenapa nggak ikut?" Adnan mendongakkan wajahnya, dan melihat sosok Febi di hadapannya.

"Males," jawab Adnan seadanya.

"Ini?" Febi memperlihatkan kertas yang di sana ada nama Adnan di daftar pemain futsal kelasannya.

Adnan mengamati kertas tersebut, dan menatap tajam Riyan di lapangan. "Itu Riyan yang isi." Febi tiba-tiba tersenyum tipis.

"Ya udah, gue permisi dulu. Dari tadi ada yang ngeliatin." Febi pun meninggalkan Adnan, dan tatapan Adnan bertemu dengan Sekar yang memandangnya penasaran. Sekar berada di pinggir lapangan, dengan teman-teman se-tim cheerleders-nya.

Merasa risih dengan Sekar, Adnan meninggalkan lapangan dan mencari tempat yang sepi dan adem untuk tiduran. Perpustakaan.

Alih-alih membaca buku, Adnan pun memilih bangku paling pojok dan sepi. Tak lama ia meletakkan kepalanya di atas meja perpus, dengan buku novel sebagai bantalan. Kepalanya terasa pening, karena seseorang yang terus mengisi pikirannya. Di tambah sepulang sekolah nanti, Adnan harus menemani Friska menyiapkan segala resepsi pernikahan yang akan diselenggarakan dalam hitungan hari.

Adnan tak mempermasalahkan Angga, ia merasa Angga baik dan sangat sayang dengan Friska. Tetapi, Adnan belum siap untuk mempunyai keluarga baru. Ayah baru, saudara baru, bagaimana ya kabar Arya? Adnan melihat pesan teks terakhir mereka, di sana Arya menanyakan bagaimana kabar Adnan, yang berakhir hanya Adnan baca dan tidak membalas.

Memang keduanya sudah tidak bisa disatukan, layaknya kaca yang pecah, walaupun di lem pakai lem termahal pun, tidak akan terlihat seperti awal.

Tiba-tiba Adnan bangun dari tempatnya, mendekat ke penjaga perpustakaan yang merupakan seorang guru mata pelajaran IPS, Bu Rani. "Bu, di sini ada buku braille?" tanyanya, membuat kening Bu Rani mengernyit bingung.

A to ZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang