13. Sidang!

5.2K 280 2
                                    

Para wartawan itu rupanya sangat sigap dalam memburu berita sehingga pas tiba waktunya persidangan sebelum orang yang akan disidang datang mereka sudah menghadang duluan di depan pengadilan. Untungnya Doni telah mempersiapkan segala sesuatunya sehingga aku terselamatkan dari perburuan mereka.

O'o, rupanya semua orang sudah datang tinggal menunggu hakimnya saja. Astaga! Coba liat tatapan maut Zein dan pengacaranya. Uih, mengerikan. Takut... Hiiii serem.

"Bagaimana hasilnya Aradiya?"

"Apa kalian jadi bercerai?"

"Hakim mengatakan apa?"

"Keputusannya gimana?"

"Tolong cerita dong!"

Para wartawan langsung menyerbu begitu aku keluar dari ruang sidang. Sial! Aku lupa kalau Doni melarangku lewat pintu depan. Ini akibat kebanyakan pikiran. Ucapan-ucapan pak hakim tadi masih terngiang-ngiang di telingaku jadinya nggak fokus dan berjalan keluar mengikuti langkah kaki saja. Tidak tahunya lewat depan baru sadar setelah pemburu berita menyerangku dengan pertanyaan-pertanyaan.

Aku bungkam lantaran Doni dan pak pengacara melarangku bicara. Biar semua pertanyaan yang diajukan kepadaku mereka yang jawab. Aku sudah pusing memikirkan sidang yang masih berlanjut minggu depan dengan menghadirkan dua orang saksi. Alamat proses sidang bakalan lama nih. Siapa kiranya dua orang yang mau aku jadikan saksi bersedia membelaku di depan hakim ya?

"Harus yakin dong. Kalian tahu sendiri kan?"

Terkejut mendengar Zein mengatakan itu di depan para wartawan. Aku menolehnya yang tidak jauh dari tempatku berada bersamaan saat dia melirikku. Bongak kali tatapannya padaku!

"Di bawah umur ya? Kalau ibunya nggak bisa memenuhi tanggung jawab terhadap anaknya gimana?"

Apa? Tanggung jawab yang mana maksudnya? Siapa yang nggak bertanggung jawab? Dia membicarakan dirinya sendiri atau apa? Nggak ngaca apa di depan cermin. Siapa yang mengurusi Raffa selama ini kalau bukan aku, ibunya. Pede sekali dia mengatakan itu di depan kamera. Oh ya Tuhan... ingin rasanya aku menghampiri dan menghajarnya hingga babak belur.

"Saksi? Ada yang mau jadi saksiku? Kalian sering memergokinya kan? Bisa buat saksi loh, hahaha..."

Silakan tertawa sepuasmu di sidang kali ini. Kemarin kemana aja pas mediasi? Sengaja tidak datang supaya gagal dan lanjut ke persidangan lagi. Semoga Tuhan membalikkan keadaan di sidang putusan nanti dan aku yang akan berada di posisimu sekarang.

"Sudah ya, kita tunggu saja hasilnya nanti..." kata pengacaranya Zein.

Beberapa orang bodyguard langsung mengawal Zein bersama kuasa hukumnya hingga mereka masuk ke dalam mobil masing-masing. Menyaksikan itu aku sampai lupa dengan keadaan sendiri yang juga dirubung wartawan.

"Radiya... cepat masuk ke dalam mobil!" teriakan Doni sambil menepuk pundakku membuatku tersadar dan bergegas masuk ke dalam mobil meninggalkan pengadilan agama.

Sore hari aku kembali ke rumah setelah membahas masalah sidang minggu depan di kantor advokat. Doni dan Restu yang akan jadi saksiku di pengadilan. Tak mungkin meminta kak Balqis atau anggota keluarga Zein lain untuk menjadi saksiku sudah pasti mereka menolak meski tahu kebenarannya. Mungkinkah Zein menyuruh anggota keluarganya yang jadi saksi?

"Boleh numpang masak mi instan di rumahmu? Soalnya gas di rumahku habis, lupa mau beli tadi." Rean mengangkat sebungkus mi instan rasa kari ayam beserta sebutir telurnya di hadapanku begitu aku membukakan pintu.

Masa mau numpang masak mi instan palingan cuma 5 menit nggak aku perbolehin sih. Kejem banget kesannya diriku ini. Ya udah lah ya, suruh masuk aja si Reannya.

Perhaps Soulmate (End) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang