Menatap secarik kertas tebal berwarna cokelat keemasan berpita biru di atas meja di depan mataku. Sungguh tak percaya. Kartu undangan yang lumayan lebar itu bertuliskan "The Wedding", di bawahnya ada inisial nama Z&N dengan font elegan membuatku terpesona.
Ku tarik sorot mata mengarah pada seseorang yang duduk di seberang meja sana. Orang itu memandangku.
"Secepat ini?" tanyaku tak percaya. Menarik sedikit ujung bibirku sebelah kanan.
"Iya. Karena aku butuh seseorang untuk mengurusku," sahutnya dengan enteng seolah-olah telah lenyap semua beban dalam hidupnya.
Tak kuasa menahan sebal, ku menyeringai mengalihkan pandangan ke samping.
"Jika kau berubah fikiran, aku bisa membatalkannya. Aku akan bilang padanya..."
"Zein!" pekikku memagas kalimatnya. Bertambah kesal mendengarnya bicara begitu.
Mudah sekali kau berucap akan membatalkan sementara undangan tengah disebar. Ku tahu kau memang orang yang seperti itu. Hanya memikirkan diri sendiri dan tidak memedulikan orang lain. Tetapi untuk masalah seserius ini, masih kau anggap remeh juga. Pernikahan bukanlah sesuatu yang bisa kau pemainkan sesukamu. Ini menyangkut banyak hal. Tak hanya melulu hati dan perasaan, namun juga hubungan kekeluargaan serta hubunganmu dengan Tuhan jangan sampai kau lupakan. Ups, jadi kebablasan sampai sini diriku yang masih sedikit ilmu agamanya ini. Udah ah ceramahnya.
"Gampang sekali mengatakannya."
"Lalu apa yang harus ku lakukan? Berulang kali memohon padamu untuk kembali bahkan mama dan anggota keluargaku yang lain juga memintamu, juga tak bisa mengubah persepsimu padaku. Ya, ku tahu kesalahanku begitu fatal dan tak kan mudah termaafkan. Nyatanya aku butuh isteri yang bersedia mendampingi dan mengurusku. Itu sebabnya aku memilih Natalie..."
"Oke. Baiklah. Cukup! Bukan itu yang ingin aku tanyakan padamu," aku sampai mengangkat kedua telapak tanganku ke hadapan Zein.
"Apa?" tanya Zein menatapku.
Menarik nafas sebentar langsung mengeluarkannya, aku bertanya pada Zein.
"Bagaimana hubungan Raffa dengan Natalie?"
"Raffa menyukainya. Natalie juga sangat menyayangi Raffa. Dia pernah mengurus anak-anak sebelumnya sewaktu mengajar di asrama. Aku yakin dia bisa menjaga Raffa dengan baik."
"Mudah menyimpulkan sesuatu yang terlihat meski kenyataannya belum tentu begitu."
"Aku sangat mengenalnya Radiya, sebelum aku mengenalmu. Bahkan dia ikut menjaga Raffa saat kami tinggal di Birmingham_waktu itu," menghentikan ucapannya Zein menatapku, "Iya, aku memintanya datang untuk membantuku menjaga Raffa."
Aku terdiam sejenak memandanginya. Memutar balik ingatan setahun lalu. Jadi mereka bersama-sama merawat Raffa sewaktu kabur dariku? Mengejutkan.
Bukannya cemburu. Hanya saja aneh rasanya. Tepat satu tahun kami berpisah dan dia sudah akan menikah lagi. Bagi diriku yang perempuan saja, dalam tanda kutip "Janda" keinginan seperti itu sedikitpun tak terlintas dalam benakku. Tapi, ya sudahlah. Jalan kita sekarang berbeda dan kami berhak menentukan jalan masing-masing, asalkan peran kita sebagai orang tua kandung Raffa tidak terabaikan. Sah sah saja dia mau menikah dengan siapapun juga."Kalau begitu silakan, karena yang terpenting buatku adalah Raffa. Kalau dia menyukainya, aku tidak masalah."
Mengangkat cangkir cappucino di atas tatakan, aku menyesapnya perlahan-lahan. Sudah tidak panas lagi, tapi lumayan masih hangat. Karena sejak tadi Zein mengajakku ngobrol terus sampai belum sempat mencicipinya. Enak juga ternyata.
"Oh ya, nitip sekalian buat Doni, Tias, Restu dan... Rean," Zein menggeser empat lembar kartu undangan dari atas meja di depannya hingga sampai di depanku.
![](https://img.wattpad.com/cover/101953507-288-k435650.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Perhaps Soulmate (End) ✔
Fiksi Umum"Cantik!" Ucapnya tiba-tiba. Darahku berdesir kencang. Belum sempat menstabilkannya tangannya sudah menyentuh pipiku mengelus lembut menggidikkan bulu kuduk. Apa ini? Merasa aneh dengan ketidakwajarannya. Bukan rasa senang mendapatkan pujian darin...